Mohon tunggu...
Selo Sulistyo
Selo Sulistyo Mohon Tunggu... -

Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT-UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perlukah Impor Profesor?

28 Oktober 2016   23:05 Diperbarui: 29 Oktober 2016   17:25 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mestinya setiap jabatan dosen baik profesor, lektor kepala, lektor dan asisten ahli mempunyai tugas pokok dan fungsi yang spesifik dan berbeda. Tugas pokok untuk setiap jabatan harus selaras dan merupakan penjabaran strategi pencapaian visi dan misi perguruan tinggi. Tugas pokok tersebut harus disertai dengan target dan indikator kinerja yang jelas. Mestinya, seorang profesor yang baru diangkat menyadari bahwa ada tugas-tugas dan tanggung jawab di balik jabatan itu, misalnya memimpin pengembangan ilmu bersama-sama dengan dosen berjabatan lebih rendah.

Lalu apa sih manfaatnya publikasi? Bukankah yang lebih penting adalah manfaat hasil penelitian perguruan tinggi bagi kehidupan manusia. Tidak harus penduduk dunia, penduduk atau masyarakat yang tinggal di lingkungan perguruan tinggi pun baik, apalagi kalau bermanfaat untuk seluruh masyarakat Indonesia. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa ternyata kemajuan suatu negara, ada kaitannya dengan kemajuan institusi pendidikan tingginya. Fakta menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang ada di peringkat atas dalam daftar merupakan perguruan tinggi yang berada di negara yang sudah maju. 

Lihat saja  Amerika mempunyai 7 universitas dan Inggris mempunyai 5 dalam daftar 15 besar peringkat terbaik. Atau tidak jauh-jauh, di Singapura ada NUS dan NTU diperingkat 12 dan 13 sebagai universitas terbaik dunia. Memang tidak terlihat kaitan langsung antara perguruan tinggi dengan kemajuan suatu negara. Perlu diperhatikan bahwa, di negara maju perguruan tinggi merupakan partner industri dalam menciptakan inovasi produk industri atau menyelesaikan masalah industri.

Kita sudah menyadari hal ini. Istilah link-match antara dunia industri dengan dunia pendidikan tinggi telah lama kita gaungkan. Akan tetapi, link-match yang kita gaungkan tersebut cenderung masih seputar bagaimana perguruan tinggi mampu menyediakan tenaga kerja yang siap pakai untuk industri, bukan bagaimana perguruan tinggi dapat berperan dalam menyelesaikan persoalan industri yang ada dalam menghadapi tantangan dan kompetisi dunia bisnis.

Apakah sulit untuk publikasi? Agar suatu naskah bisa dipublikasikan dalam jurnal internasional bereputasi, naskah tersebut harus mempunyai beberapa kriteria di antaranya nilai kebaruan atau novelty suatu konsep, metode, algoritme atau pendekatan baru untuk menyelesaikan persoalan industri, sosial, pangan, teknologi dan lain-lain. Jadi semakin banyak publikasi internasional bereputasi yang dihasilkan oleh suatu negara dapat mengindikasikan bahwa semakin banyak persoalan baik itu persoalan industri sosial atau teknologi sebagaimana disebut di depan, yang dapat diselesaikan dengan pendekatan baru yang lebih efisien dan menguntungkan. Inilah mengapa suatu negara yang publikasinya banyak berkorelasi dengan  kemajuan suatu negara.  

Lalu apa peran profesor dalam publikasi?  Di negara mana pun publikasi adalah kerja tim dengan penggerak utama publikasi adalah mahasiswa pascasarjana terutama mahasiswa doktor. Berbasis kompetensi dan pengalamannya, seorang profesor bertugas untuk memastikan bahwa mahasiswa pascasarjana dapat menghasilkan publikasi yang berkualitas. Seorang profesor yang berpengalaman di bidangnya tentu paham betul dalam menilai kebaruan atas penelitian dan atau naskah publikasi yang dihasilkan oleh mahasiswanya. Mungkin profesor yang kita punyai saat ini belum dianggap mampu untuk melakukan hal ini sehingga jumlah publikasinya tidak bisa banyak lalu berpikir untuk impor profesor.

Akan tetapi, sebenarnya kalau hanya untuk meningkatkan jumlah publikasi internasional, sejumlah perguruan tinggi sudah menempuh berbagai cara di antanya melalui joint riset, joint publikasi, atau joint supervisor, dengan universitas di luar negeri yang bereputasi tanpa perlu mengimpor profesor. Akan tetapi agaknya cara tersebut belum dapat meningkatkan jumlah publikasi internasional karena tidak banyak perguruan tinggi di Indonesia yang menerapkannya. Persoalannya masih pada peran profesor di perguruan tinggi di Indonesia yang belum seperti seharusnya, biasanya bekerja sendiri dan tidak dalam tim.

Kembali ke masalah impor profesor. Penulis setuju untuk bangsa kita membuka lowongan profesor bagi warga asing, jika tujuannya tidak hanya untuk sekedar membantu dosen dan mahasiswa kita agar dapat melakukan publikasi naskah ilmiah pada jurnal internasional bereputasi. Akan tetapi lebih dari itu, impor profesor yang diselenggarakan melalui mekanisme terbuka dan transparan di mana semua orang terbaik baik warga asing maupun warga Indonesia diberi kesempatan yang sama untuk melamar jabatan tersebut dapat digunakan sebagai starting point untuk menerapkan sistem karier dosen yang lebih baik. 

Sistem di mana kenaikan pangkat jabatan dosen tidak didasari atas angka kredit yang telah dikumpulkan akan tetapi berdasarkan adanya kesesuaian antara kompetensi seseorang calon profesor dengan kebutuhan jabatan profesor untuk memimpin dosen dengan jabatan lebih rendah yang tergabung dalam sebuah tim, untuk bersama-sama mengembangkan ilmu di suatu perguruan tinggi. 

Sistem di mana di balik jabatan terdapat tugas berat yang harus dilaksanakan oleh siapa pun pemangku jabatan untuk mencapai target yang telah ditentukan selaras dengan visi dan misi perguruan tinggi, disertai dengan indikator keberhasilannya. Mungkin termasuk target jumlah publikasi yang harus dihasilkan oleh tim yang dipimpinnya. Sistem di mana seseorang berjabatan profesor (atau jabatan lainnya) dapat sewaktu-waktu dihentikan apabila tidak mencapai target kinerja yang diharapkan dan diganti dengan orang lain yang lebih kompeten.

Lalu langkah strategis apa yang harus dilakukan? Satu hal yang harus ditekankan adalah bahwa posisi jabatan profesor harus disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan ilmu dan teknologi di perguruan tinggi yang diberi mandat pengembangan ilmu/bidang unggulan, yang juga selaras dengan visi dan misi perguruan tinggi. Menurut opini penulis, langkah strategis peningkatan peran perguruan tinggi dalam pembangunan masyarakat di Indonesia dapat dilakukan sebagai berikut:

  • Tentukan bidang-bidang riset unggulan beserta arah riset skala nasional
  • Berikan mandat ke perguruan tinggi yang sesuai untuk fokus pada satu atau beberapa bidang unggulan. Tidak perlu satu perguruan tinggi melakukan riset pada semua bidang unggulan.
  • Hitung berapa SDM yang diberikan untuk melakukan penelitian pada bidang unggulan tersebut. SDM yang dimaksud adalah berapa profesor yang dibutuhkan, berapa mahasiswa S3 yang diperlukan, berapa peneliti bergelar doktor yang diperlukan dan seterusnya. Tidak perlu semua SDM bergelar profesor, idealnya profesor per bidang ilmu di setiap perguruan tinggi. Dosen yang lain cukup lektor kepala, lektor dan atau asisten ahli yang masing-masing mempunyai tugas pokok dan fungsi yang telah ditentukan, disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan riset unggulan dan pencapaian target-targetnya. Jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
  • Berikan wewenang kepada perguruan tinggi untuk melakukan seleksi secara mandiri. Proses rekrutmennya harus terbuka dan transparan. Siapa saja boleh melamar, termasuk warga asing. Melalui mekanisme ini siapa pun yang paling kompeten untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang telah ditentukan akan dipilih. Melalui mekanisme inilah impor profesor sebaiknya dilakukan.
  • Penerapan bantuan/hibah pendanaan riset melalui sistem insentif berbasis output. Setiap publikasi/produk yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi diberikan insentif yang dapat kembali digunakan oleh perguruan tinggi untuk membangun/menambah fasilitas riset yang lebih baik. Secara alami perguruan tinggi yang baik akan menjadi semakin kuat dan semakin meningkat jumlah publikasinya.
  • Pengawasan dan Evaluasi perlu dilakukan secara ketat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun