Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Akibat Mengurung Anak di Dalam Rumah

12 Agustus 2024   14:58 Diperbarui: 12 Agustus 2024   15:50 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sedang menonton di dalam rumah. Photo by Ksenia Chernaya from Pexels.com

Pernahkah anda melihat seorang anak kecil yang sering dikurung di rumah? 

Jika anda berpikir mengurung dalam arti hukuman kepada anak yang memberontak maka anda salah paham. Maksud utama dari judul artikel ini adalah mereka yang sedikit berinteraksi atau jarang terlihat di lingkungan seperti tetangga, teman sekomplek, dan komunitas lainnya. 

Berdasarkan pengamatan penulis, kebanyakan dari anak-anak tersebut telah disediakan berbagai fasilitas oleh orangtua sehingga tidak perlu repot-repot keluar rumah karena semuanya telah tersedia. 

Sangat bisa dipahami bahwa sebagai orangtua memiliki banyak kekhawatiran apabila berada jauh dari anak misalnya karena urusan pekerjaan. Memastikan anak berada di tempat yang aman merupakan cara orangtua untuk menjaga kewarasannya sendiri. 

Rumah merupakan salah satu tempat yang aman dan familiar bagi anak. Dengan mengetahui anak berada di rumah dan didampingi oleh orang yang dipercaya, membuat orangtua lebih tenang beraktivitas. Namun, apakah itu merupakan tindakan yang tepat dengan membatasi ruang interaksi anak? 

Menjawab hal tersebut, maka artikel ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada orangtua mengenai ancaman dan solusi terhadap strategi orangtua yang anaknya sering menghabiskan waktu di rumah daripada berinteraksi dalam lingkungan sosial lebih luas. 

Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan seorang anak laki-laki berusia 4,5 tahun. Dia sangat senang menonton youtube sambil teriak berlari mengelilingi rumah. Apabila gagdet nya diambil, maka ia akan tantrum. 

Di saat rumahnya kedatangan tamu, ia cenderung mengabaikan dan tidak tampak ketertarikan untuk berinteraksi. Singkatnya, ia menikmati dunianya sendiri. 

Di tengah obrolan tamu, teriakan anak tersebut membuat keributan. Ada kalanya ia ingin mencari perhatian, tetapi dengan cara yang mengganggu seperti berteriak di kuping orang lain atau mengambil barang orang lain secara tiba-tiba dan tanpa izin.

Setelah saya bertanya lebih jauh, ternyata bagi orang-orang yang  sudah sering bertemu dengan anak tersebut mengatakan bahwa sudah banyak perubahan. Meskipun menurut saya yang baru bertemu, tingkahnya masih cukup mengganggu. Mungkin bagi orang lain perilaku anak tersebut dinormalisasi dengan alasan "kan masih usia segitu. Seiring berjalannya waktu pasti dia akan mengerti dengan sendirinya". Pernyataan ini tidak salah, tetapi jangan sampai menjadi patokan untuk tidak memberikan dasar pengetahuan cara berperilaku pada anak saat bertemu dengan orang banyak.    

Membiasakan anak berada di lingkungan baru bermanfaat membantu proses belajar dan eksplorasinya. Orangtua memainkan peran penting pada fase ini. Tidak dipungkiri bahwa ada banyak tantangan mengenalkan anak dengan lingkungan baru. Salah satunya yaitu berhadapan dengan perubahan suasana hati anak seperti takut dan cemas. 

Sudah menjadi tanggungjawab orangtua sebagai fasilitator kepada anak untuk membantunya mengenali dan memahami apa yang ditakuti atau dicemaskan olehnya. Orangtua dapat memberikan penjelasan yang menenangkan sekaligus memberikan pendampingan yang perlahan dikurangi intensitasnya. 

Selain itu, mengenalkan anak dengan lingkungan baru merupakan cara efektif bagi orangtua untuk membantu anak menemukan hal-hal baru di lingkungannya. Terlebih lagi, anak akan belajar mengembangkan cara problem solving ketika mengalami konflik di tempat yang berbeda. 

Urgensi lain mengapa anak perlu sering dikenalkan dengan lingkungan baru adalah berdampak pada perkembangan aspek sosial-emosionalnya.  Mereka belajar mengembangkan aturan yang berbeda saat berada di lingkungan rumah, sekolah, dan komunitas lainnya. 

Selain aturan, pemahaman mereka tentang bagaimana berperilaku juga turut berkembang ketika sering terlibat dalam aktivitas bersama orang lain. Misalnya, aktivitas di sekolah mengajarkan anak untuk bekerjasama dengan teman dan mengikuti instruksi pengajar. Sedangkan di rumah ada aturan berbeda dari orangtua yang dipelajari oleh mereka. 

Melalui interaksi yang beragam dengan orang lain, anak turut mengalami berbagai emosi yang dirasakan meskipun mereka mungkin belum mampu melabeli perasaannya. Mungkin lebih mudah bagi anak mengenali perasaan bahagia, kesal, sedih, dan marah daripada perasaan lain yang sifatnya lebih kompleks. Peran orangtua selain mengajarkan anak melabeli perasaan, juga berperan membantu anak mengelola perasaannya. 

Misalnya, mengajarkan minta maaf karena merasa bersalah setelah melanggar aturan, memperbolehkan mereka menangis saat merasa sedih, membantunya menenangkan diri karena kesal atau marah, dan lain sebagainya. 

Anak bisa saja memelajari aturan dan tata krama di dalam rumah, tetapi dengan membatasi ruang lingkup anak akan menghambat proses belajar mereka mengenal dunianya.  

Perbedaan utama tumbuh kembang anak generasi masa kini adalah mereka diperlengkapi dengan fasilitas super canggih. Istilah dunia ada didalam genggamannya terasa sangat nyata dengan kemudahan akses digital sekejap kilat dipelajari oleh mereka. 

Sebut saja perkembangan bahasa. Pengalaman dalam keluarga saya adalah saat seorang keponakan yang menginjak  usia 2 tahun, lebih mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa indonesia baku dibandingkan bahasa daerah yang sering digunakan oleh orangtuanya. 

Dalam kasus berbeda, anak generasi sekarang lebih cepat menyerap kosa kata bahasa inggris dari tontonan hiburan serial internasional. Beberapa dampak positif dari perkembangan digital tersebut mungkin menjadi pertimbangan orangtua mengamankan anaknya di dalam rumah karena semuanya telah tersedia. 

Catatan penting yang ingin disampaikan oleh penulis adalah hakikat manusia sebagai makhluk sosial melekat dalam keberlangsungan hidup anak sejak dini hingga di masa depannya. Mempersiapkan mereka dari sekarang untuk tidak hanya ramah teknologi, tetapi juga peka terhadap tuntutan lingkungan rill menjadi bagian penting dari tanggungjawab orangtua. 

Oleh karena itu, menyeimbangkan interaksi anak di lingkungan rumah, sekolah, dan komunitas krusial dilakukan. Mengingat kesukaan anak-anak sekarang adalah lebih menikmati kegiatan yang membuat dirinya terisolasi dari dunia nyata seperti main games, nonton youtube, tiktok, dan lain sebagainya. 

Selanjutnya, solusi yang bisa diberikan kepada orangtua adalah kenali lebih dulu lingkungan mana yang berdampak positif bagi perkembangan anak. Misalnya, lingkungan sekolah, tempat les, komunitas sepeda, komunitas tempat ibadah, dan lain sebagainya. 

Kemudian jadwalkan waktu hang out bersama dengan komunitas-komunitas tersebut. Orangtua juga dapat mengajak anak beraktivitas seru di waktu luang seperti membaca buku, nonton ke bioskop, olahraga di taman, makan es krim di tempat favorit, dan lain sebagainya. 

Akhir kata, ada banyak cara yang dapat dilakukan orangtua untuk mendorong keaktifan anak terlibat di lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya. Memberikan pengawasan secukupnya terhadap anak merupakan bentuk kasih sayang orangtua. Namun, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplor dan belajar sendiri dari lingkungan merupakan bentuk penghargaan orangtua terhadap kemampuan anak mengaktualisasikan dirinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun