Kecil kecil caberawit
Istilah ini tepat menggambarkan karakteristik anak batita saat ini. Pengetahuan dan kemampuan mereka berkembang pesat dibanding generasi orangtuanya saat seusia mereka.Â
Berbagai pertanyaan maut secara tiba-tiba diajukan oleh anak. Orangtua pun jadi bingung dibuatnya, entah apa yang harus dikatakan untuk menjelaskan jawaban yang memuaskan mereka.Â
Mengapa matahari sangat panas? Mengapa aku tidak boleh menangis? Mengapa mama sedih? Mengapa harus sikat gigi? dan lain sebagainya.Â
Suatu waktu, saya mendapatkan pertanyaan dari keponakan yang cukup mengagetkan. Usianya pada saat itu masih duduk di kelas TK. Ia bertanya tentang "apa itu hubungan suami isteri?". Dalam kondisi kaget, saya berusaha menjaga ekspresi agar tetap terlihat santai sembari merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan jawaban aman.Â
Terkadang menghadapi pertanyaan-pertanyaan anak di luar prediksi membuat saya berkisah balik tentang kondisi saya pada usia mereka. Apa yang saya amati, pikirkan, dan kesenangan saya pada usia tersebut tampak berbeda dengan kebiasaan anak-anak sekarang. Mungkin ada kompasianer yang melakoni peran sebagai orangtua juga pernah terpikir hal yang sama?Â
Melalui obrolan santai dengan beberapa teman yang sudah menjadi orangtua, mereka juga sering menemui situasi yang sama. Ditengah lelah tubuh dan pikiran, mereka disambut dengan berbagai pertanyaan anak-anaknya yang mindblowing sehingga membuat mereka berpikir "kok bisa anak sekecil ini berpikir seperti itu?". Sepertinya masih terlalu dini untuk mulai memikirkan hal-hal lebih rumit dari usia mereka.Â
Nah, dalam artikel ini akan dibahas bagaimana proses anak, khususnya pada usia toddler yang sering mengajukan pertanyaan WHY secara berulang. Bagaimana memaknai pertanyaan WHY dari anak kepada orangtua dan strategi orangtua menghadapi anaknya pada situasi demikian.Â
Bertanya sebagai sarana membentuk kognisi
Ciri khas toddler adalah sedang aktif mengeksplorasi lingkungan. Apa saja ingin dia coba tanpa ragu. Suatu studi menemukan fakta menarik bahwa anak usia 14 bulan sampai dengan 5 tahun mengajukan kurang lebih sebanyak 107 pertanyaan dalam sehari. Temuan ini menunjukkan bahwa toddler memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
Keterbatasan jumlah kosa kata dan kemampuan merangkat kalimat menjadi hambatan mereka dalam menyampaikan pikirannya. Oleh karena itu, bertanya dengan kata tanya WHY merupakan strategi anak untuk mendapat penjelasan lebih banyak dari orangtua tentang sesuatu yang ingin mereka ketahui. Tujuannya untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi sebagai panduan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di kemudian hari.Â
Ibarat buku sebagai jendela ilmu, orangtua adalah google berjalan bagi toddler mengetahui lebih banyak tentang lingkungans sekitar. Penjelasan yang orangtua berikan atas pertanyaan WHY, membantu anak menghubungkan satu informasi dengan informasi lainnya. Begitulah cara toddler mendapatkan pemahaman baru tentang dunianya.Â
Bertanya untuk mendapatkan keamanan
Pernahkah kompasianer mengajak toddler ke suatu tempat yang baru pernah dikunjungi dan mengamati perilakunya? Ada yang aktif berkeliling dan ada pula yang bersikap pasif canggung. Meskipun perilakunya berbeda, tetapi itulah cara mereka menilai lingkungan baru. Mereka mengumpulkan informasi dengan cara mengamati sekitar kemudian memutuskan apakah mereka merasa aman atau terancam.Â
Tidak jarang pula mereka bertanya mengenai banyak hal saat menemukan sesuatu yang baru pernah mereka temui. Pertanyaan-pertanyaan itu mereka sampaikan supaya membuat dirinya familiar dengan lingkungan karena mereka tidak memiliki petunjuk apapun sebelumnya. Dengan mendapatkan informasi yang cukup akan membuat mereka merasa tenang dan aman berada di lingkungan tersebut.Â
Orangtua tidak selalu harus memberikan jawaban
We used to think kids were asking questions simply to get attention. I don’t think so. Most studies suggest that they actually want the information and that they also want you to know that they’re interested in something - Linda Blair (Clinical Psychologist)Â
Wajar apabila orangtua sering mengalami kelelahan dan kesal apabila anak sering bertanya. Orangtua juga dapat mengalami kesulitan memberikan jawaban yang dapat dipahami dengan mudah oleh anak.Â
Namun, tidak ada salahnya juga untuk mengakui pada anak apabila orangtua tidak tau jawaban dari pertanyaan mereka. "Wah, kok bisa seperti itu ya? Mama juga ga tau apa jawabannya. Coba kita cari tahu bersama".Â
Ketanggapan orangtua terhadap topik yang menjadi minat anak merupakan kunci penting dalam proses ini. Alih-alih orangtua pusing menyiapkan jawaban, strategi yang bisa dilakukan adalah mengajak anak brainstorming. "Menurut kamu mengapa harus menjaga kebersihan lantai?, Kapan dan dimana kamu boleh main lempar tangkap bola?".Â
Membalikkan pertanyaan kepada anak, bermanfaat menambah informasi orangtua tentang level pemahaman anak akan sesuatu. Sebagai contoh, "mengapa lebih mudah melihat dalam terang daripada gelap?". Menjawab pertanyaan ini, orangtua dapat mengenalkan konsep cahaya yang membantu mata dapat melihat. Akhirnya, konsep anak bertambah yaitu terang, gelap, dan cahaya.Â
Topik obrolan yang menarik untuk anak akan membuat mereka merasa bahwa orangtuanya mengenal mereka lebih baik. Selain itu, bermanfaat membuat anak terbiasa membagikan informasi penting seputar kesukaan dan ketidaksukaan mereka.
Jika anak mengalami kesulitan menemukan kata yang tepat untuk menyampaikan pikirannya, maka orangtua berperan penting mendengarkan sambil menebak kata untuk membantu mereka. Suasana santai yang dihadirkan oleh orangtua, membuat anak merasa aman dan nyaman mengekspresikan dirinya.Â
Akhir kata, penting bagi orangtua mengontrol ekspresi emosinya kepada anak yang sering bertanya. Bersikap acuh karena kesal akan banyaknya pertanyaan yang anak lontarkan akan berdampak negatif bagi perkembangan kognitifnya.Â
Selain itu, orangtua perlu memahami bahwa bekerja sama untuk memenuhi rasa ingin tahu anak adalah sarana membantu mereka mengenal dunianya dan merasa aman.
 Bersikap mengabaikan karena sesaat merasa kesal akan banyaknya pertanyaan, berpotensi membuat anak merasa ditolak dan menumpulkan ikatan emosional dengan orangtua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H