Berdasarkan pemaparan pemerhati dan pejabat pendidikan, maka penulis dapat menyumbang kebijakan alternatif yang sekiranya tidak memberatkan siswa dan guru sebagai penyelenggara utama kebijakan.Â
Pertama, melakukan revisi persyaratan dan kriteria penerimaan mahasiswa menjadi lebih spesifik. Rasanya tidak masuk akal ketika siswa IPA mengambil prodi ilmu sosial saat kuliah dan sebaliknya.Â
Namun, tidak menutup kemungkinan untuk beberapa prodi spesial sifatnya linear dengan beberapa penjurusan sekaligus.Â
Kedua, sistem penjurusan tetap diberlakukan dengan ketentuan siswa wajib memilih 2-3 mata pelajaran peminatan yang linear dengan pemilihan prodi kuliah.Â
Sebagai contoh, siswa IPA yang ingin studi lanjut di bidang Psikologi dipersilahkan memilih mata pelajaran peminatan seperti sosiologi dan antropologi.Â
Guru Bingung, Murid Juga Bingung
Pemberitaan ditiadakannya sistem penjurusan dirasakan penulis tidak relevan dengan kebutuhan pendidikan.Â
Hal ini dikarenakan poin yang ditekankan lebih berfokus pada stereotipe dan kebebasan murid memilih mata pelajaran (sistemnya mirip seperti tawar menawar mata kuliah). Sayangnya, kebijakan ini kurang mempertimbangkan sampai dimana batas kebebasan itu diberikan.Â
Perubahan kurikulum Merdeka Belajar hingga saat ini belum 100% diterapkan di seluruh sekolah. Evaluasi dari kurikulum Merdeka Belajar masih terus dilakukan, sehingga belum memberikan jaminan keberhasilan penerapannya di lingkup sekolah secara keseluruhan.Â
Pada waktu sulit ini, guru dan murid masih beradaptasi dengan perubahan kurikulum. Pola guru mengajar, cara murid belajar, pendekatan, dan komunikasi antar murid-guru mengalami perubahan besar-besaran.Â
Bisa dikatakan banyak sudah trial error yang dilewati, bahkan mungkin masih terjadi hingga sekarang. Sangat disayangkan perubahan kebijakan tidak dibarengi dengan survey kesiapan guru dan murid.Â