Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Penghuni Peron Stasiun Emerald

19 April 2024   12:12 Diperbarui: 25 April 2024   19:16 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa maksudnya penghuni? Ayahku bekerja di sini. Aku hanya ikut menemaninya sepanjang malam," balas anak itu. Dira masih penasaran dan bertanya banyak hal. Khususnya tentang kebiasaan anak itu duduk di ujung peron dan tidak pernah ditemui oleh petugas. 

Anak itu menjelaskan bahwa itu hanya bualan belaka. Cerita yang sengaja dibesar-besarkan supaya stasiun ini terkenal. Katanya, semua petugas keamanan stasiun di sini mengenalnya. Ia menyukai duduk di ujung peron karena dari sini terlihat jelas pemandangan bintang di langit malam. 

"Di sini sangat tenang dan aku bisa berpikir tentang bagaimana besok aku datang ke sekolah," begitu kalimat si anak. 

"Apa maksudnya?" tanya Dira heran. 

"Aku takut ke sekolah. Tidak ada yang ingin berteman denganku. Sejujurnya aku tidak pernah menceritakan ini kepada Ayah. Dia tidak perlu mengetahuinya," wajah anak itu tampak sedih dan muram. 

Ia melanjutkan bahwa dirinya merasa nyaman saat duduk berlama-lama di peron sambil menungguh Ayahnya yang sedang bertugas. Setelah lelah seharian menghadapi banyak orang di sekolah yang melakukan perundungan kepadanya, ia merasa menemukan tempat aman di peron yang sepi ini. Isi kepalanya yang semerawut akhirnya bisa tenang dan merasa syahdu kala ia senandungkan lagu kesukaanya. Itulah alasan mengapa dia selalu menikmati kesendiriannya duduk di ujung peron stasiun dan sengaja menghindari keramaian stasiun. 

Dira akhirnya paham dan bisa mengerti perasaan anak tersebut. Jauh dalam benaknya, Dira sangat menyayangkan malangnya nasib anak sekecil ini yang tidak bisa menikmati masa kanak-kanaknya dengan rasa gembira bermain bersama teman-teman. 

"Aku Dira. Bolehkah aku menjadi temanmu?" sambil mengulurkan tangan mengajak berkenalan. 

"Aku Gio," sambil menjabat kuat tangan Dira. 

Kurang lebih 30 menit mereka berbincang. Dira berhati-hati sekali saat berbicara karena ia sadar betapa traumanya Gio bertemu dengan orang baru. Pertemuan malam itu memberikan pelajaran baru kepada Dira bahwa manusia ternyata lebih menyeramkan daripada hantu. Perkataan dan perbuatan buruk tanpa sadar dapat membuat orang lain trauma. Dan hal tersebut jauh lebih menakutkan dibanding bertemu hantu.

Ilustrasi peron. Photo by Thiago Matos: Pexels.com
Ilustrasi peron. Photo by Thiago Matos: Pexels.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun