Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru yang Menggerakkan

2 April 2024   17:49 Diperbarui: 3 April 2024   03:02 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan kurikulum masih menjadi topik menarik seputar pendidikan yang tidak habis dibahas. Rupanya Kemendikbud masih dalam proses mencari struktur kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan pelajar dan pengajar. 

Sejak tahun lalu,  bermunculan kabar bahwa Pemerintah akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional.

Namun, hal tersebut belum kunjung tiba lantaran Kemendikbud masih terus melakukan evaluasi sebelum mengambil keputusan final. 

Terkait itu, penulis setuju apabila kurikulum merdeka belajar diresmikan menjadi kurikulum nasional. Tentunya dengan disertai pertimbangan strategi-strategi selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi beberapa tahun terakhir. 

Diketahui masih ada sekitar 27 persen sekolah di Indonesia yang belum menjalankan kurikulum tersebut. Lebih daripada itu diharapkan implementasi Kurikulum Merdeka dapat berjalan optimal seiring dengan telah terselanggarakannya sertifikasi guru penggerak. 

Terhitung sejak tahun 2022 reformasi dalam bidang pendidikan telah dimulai. Kurikulum Merdeka Belajar yang menganut pola Student Centered Learning (SCL) memberikan tantangan tersendiri kepada para guru yang telah terbiasa dengan metode klasikal. Sehingga perlu dilengkapi dengan pelatihan intensif secara berkala sebagai strategi pendampingan terhadap pengajar yang belum terbiasa dengan pola pendekatan SCL. 

Dilansir dari Kompas.com (artikel diunggah pada Februari 2024),  Pengembang Ahli Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Ristek, Taufiq Damardjati mengatakan bahwa, "Guru-guru yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka sudah terbiasa mengajar dengan format yang ditentukan pemerintah." Hal ini menyebabkan tantangan dari perubahan kurikulum ada pada guru sebagai penggerak dan penentu arah proses belajar mengajar.  

Paradigma ini tentunya memerlukan proses adaptasi yang tidak sebentar. Guru dituntut lebih aktif mencari, mengembangkan, dan mencoba (trial error) berbagai jenis metode agar anak nyaman belajar di sekolah. 

Selain perdebatan kurikulum, masalah lain yang muncul adalah angka anak putus sekolah yang melonjak tinggi. Dilansir dari goodstats (diunggah pada November 2023), "Jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami kenaikan pada tahun ajaran 2022/2023. Angka Putus Sekolah (APS) di berbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rincian jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang."

Diketahui faktor utama penyebab putus sekolah adalah faktor ekonomi dan diikuti dengan faktor sosial budaya seperti pernikahan dini, membantu orang tua mencari nafkah, merasa pendidikan sudah cukup, dan lain sebagainya. 

Sangat disayangkan apabila hal ini terus berlanjut karena akan berakibat pada banyaknya jumlah anak Indonesia yang tidak mendapatkan pendidikan layak. 

Lantas seperti apa peran pendidik yang menggerakan agar dapat menekan angka APS?

Pic by: iimrohimah.com 
Pic by: iimrohimah.com 

Memasuki era reformasi tentunya semua pihak mengalami dampak atas perubahan sistem demi menuju ke arah lebih baik. 

Anak menjadi pusat dari segalanya. Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai institusi maupun perorangan hendaknya tidak hanya bertujuan untuk pengembangan akademik melainkan juga sosial emosional. 

Aspek sosial emosional anak memainkan peranan penting dalam keberhasilan proses belajar serta pembentukan karakter kepribadian. 

Khususnya murid yang tergolong kelompok marjinal memerlukan perhatian dan usaha ekstra dari pendidik. Memberikan dukungan serta treatment khusus kepada murid yang berbeda--misalnya dalam aspek level intelektual, perilaku bermasalah, masalah emosional, kecakapan sosial rendah, dan lain sebagainya--menjadi hal yang sangat penting.  

Kesadaran akan tanggung jawab sebagai pendidik tidak hanya berkutat dengan hasil belajar kuantitatif. Lebih daripada itu, berbagai aspek hidup para murid pun perlu secara aktif guru dapat terlibat dengan berhati-hati. Kerja sama dengan terjalinnya komunikasi efektif dengan orang tua menjadi salah satu caranya. Guru yang sanggup bekerja sama dengan anak dan orang tua sejatinya telah sukses meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. 

Mendorong diri terlibat dalam aktivitas murid dapat membantu pendidik menemukan metode belajar yang sesuai dengan preferensi murid. Pendekatan terhadap setiap anak memang berbeda. Inilah seninya menjadi pendidik. Menjadi dekat dengan tetap menegakkan batasan yang diperlukan untuk menjaga profesionalitasnya. 

Tantangan lain yang ditemukan adalah jumlah murid per kelas yang relatif banyak membuat guru kewalahan menangani. Berkurangnya beban administrasi menjadi solusi dari kurikulum merdeka.

Di sisi lain, keleluasaan pendidik berinovasi dapat diwajarkan menjadi sesuatu hal yang membingungkan.

Untuk itulah penulis pernah menuliskan "Merdeka yang Bertanggungjawab", artinya guru berhak secara bebas menentukan format kelas, tetapi bertanggungjawab pada setiap konsekuensi yang dihasilkan di kemudian hari. 

https://www.majalahict.com/wp-content/uploads/2023/07/Ilustrasi-anak-SMA-1.jpg
https://www.majalahict.com/wp-content/uploads/2023/07/Ilustrasi-anak-SMA-1.jpg
Sekolah mendapatkan tanggung jawab baru bagaimana seharusnya memberikan penilaian terhadap hasil belajar murid. Menentukan kriteria penilaian hingga kriteria kelulusan.

Dengan begitu sekolah diharapkan dapat lebih secara mendalam melakukan refleksi karena masa depan para murid bergantung dari sistem yang ditetapkan sekolah. Dalam hal ini guru yang terlibat langsung dalam interaksi setiap hari dengan anak memiliki kapasitas unggul dalam memberikan solusi dan ide kebijakan. Penilaian guru terhadap perkembangan murid adalah valid dan wajib menjadi data utama dalam menyusun kebijakan. 

Apakah hanya itu saja? 

Guru juga dapat mengolaborasikan pengetahuannya terhadap informasi-informasi mengenai dinamika ekonomi, sosial, budaya, hingga politik dalam negara. Bagaimanapun keberlagsungan pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. 

Guru perlu meningkatkan kompetensinya sendiri, bukan untuk bersaing, guna menunjang layanan pendidikan yang diberikan dengan maksimal. 

Semangat para guru.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun