Pendampingan terhadap seorang Ibu dimulai dari masa kehamilan hingga persalinan sangat lah penting. Hal ini dikarenakan sang Ibu mengalami banyak perubahan baik secara biologis dan psikologis.Â
Perubahan hormon yang mempengaruhi suasana hati, sensitifitas emosional, perubahan bentuk badan, berkurangnya daya indera pengecapan, hingga proses pencernaan di lambung yang mengakibatkan mual adalah sebagian kecil contoh peristiwa yang berkesan. Â
Tidak hanya itu saja, seorang Ibu juga memiliki bebannya tersendiri karena merasa bertanggugjawab penuh terhadap nyawa dan kesehatan bayi sampai ia terlahir ke dunia.Â
Oleh karena itu, pendampingan dari lingkungan khususnya dukungan dari suami dalam memberikan kenyamanan emosional, sangatlah dibutuhkan oleh sang Ibu.Â
Sayangnya, tidak semua isteri dapat ditemani sepanjang waktu oleh pasangannya dikarenakan banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan.Â
Menurut WHO, seorang bayi wajib diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan sebagai sumber makanan utamanya. Oleh sebab itu, penting bagi sang Ibu memproduksi ASI yang sehat dan berkualitas.Â
Sejak Trimester I kehamilan, terjadi perubahan bentuk pada payudara sebagai tanda dimulai proses produksi ASI. Maka sejak kehamilan sangat penting bagi calon Ibu untuk mendapatkan kebutuhan nutrisi yang cukup serta ditunjang dengan kesehatan mental yang terjaga karena akan turut memengaruhi kualitas ASI yang dihasilkan.Â
Dalam sebuah Journal of Holistic Nursing and Health Science dijelaskan bahwa terdapat lima komponen dukungan suami terhadap Ibu menyusui yaitu pengetahuan, bantuan, apresiasi, kehadiran, dan responsivitas.Â
Dukungan suami ternyata sangat berdampak pada jumlah ASI yang dihasilkan, durasi pemberian ASI eksklusif, dan pilihan Ibu mengenai keberlanjutan pemberian ASI kepada bayi.Â
Bayangkan apa yang akan terjadi apabila kehadiran dan keaktifan suami berkurang? Tentu akan berpengaruh pada kondisi psikologis Ibu dan kualitas ASI yang dihasilkan.Â
Selain pendampingan dari suami, ada pula faktor situasional lainnya yang memengaruhi proses menyusui Ibu:
1. Ibu menyusui yang sedang bekerjaÂ
Dikutip dari detikhealth, ditemukan sebanyak 45% Ibu memutuskan untuk tidak memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama setelah bayi lahir. Salah satu penyebab umumnya adalah karena para Ibu harus kembali bekerja, sehingga mereka kesulitan mengatur waktu memberikan ASI. Â
Sejujurnya, sangat disayangkan mengingat kebutuhan mengASIhi menguntungkan bagi Ibu dan bayi. Dikutip dari jurnal kesehatan The Risks of Not Breastfeeding for Mothers and Infants oleh Alison Stuebe, MD, MSc, dijelaskan bahwa manfaat menyusui pada Ibu adalah mengurangi resiko kanker payudara, kanker ovarium, mengurangi berat badan gestasional, mengurangi resiko diabetes tipe 2, dan sindrom metabolik.Â
Sedangkan, manfaat ASI pada bayi antara lain mengurangi resiko penyakit berbahaya seperti morbiditas menular, termasuk otitis media, gastroenteritis, dan pneumonia, serta mengurangi risiko obesitas pada masa kanak-kanak, diabetes tipe 1 dan tipe 2, leukemia, dan sindrom kematian bayi mendadak.Â
World Health Organization (WHO) sendiri telah menyarankan wajib memberikan cuti melahirkan kepada Ibu yang bekerja selama kurang lebih 6 bulan dengan tujuan agar para Ibu dapat fokus pada kebutuhan mengASIhi bayi. Selain itu, apabila memang tidak diberikan cuti maka perusahaan wajib menyediakan fasilitas ruangan laktasi kepada Ibu pekerja dan bayinya. Diharapkan kerja sama dari semua pihak melalui regulasi yang jelas dan menguntungkan bagi Ibu pekerja dapat meningkatkan dan mendorong Ibu pekerja untuk tetap memberikan ASI pada anaknya. Mengingat data Indonesia mengalami penurunan tingkat Ibu yang menyusui.Â
Pada banyak kasus, para Ibu yang bekerja diperbolehkan untuk memberikan susu formula apabila memang diperlukan dan telah mendapatkan persetujuan dari profesional. Hal ini dikarenakan para Ibu yang bekerja lebih beresiko tinggi sulit memberikan ASI eksklusif. UNCEF dan WHO sendiri telah angkat suara mengenai regulasi Indonesia tentang cuti dan penyediaan fasilitas ruang laktasi yang ramah Ibu pekerja. Hal ini bukan tanpa alasan karena didukung dengan fakta bahwa Ibu pekerja terpaksa menyusui atau pumping ASI di toilet.Â
2. Ibu menyusui dengan usia mudaÂ
Mengutip data Badan Pusat Statistik 2022 melalui Indonesiabaik.id menunjukkan bahwa sebanyak 37,27% pemuda perempuan memiliki usia menikah pertamanya pada 19-21 tahun. Lalu, 26,48% pemuda perempuan menikah pertama kali ketika berusia 16-18 tahun. Sumber lain dari Kompas.id dijelaskan bahwa "Adapun aturan tentang batas usia menikah tertuang dalam UU No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 dalam undang-undang tersebut menyebutkan, perkawinan diizinkan apabila seseorang sudah mencapai usia 19 tahun. Aturan ini tak lagi membedakan usia boleh nikah antara laki-laki dan perempuan".Â
Membandingkan data diatas dengan beracu pada peraturan perundang-undangan, maka dapat disimpulkan bahwa Ibu muda di Indonesia masih terhitung banyak. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk aktif mencari dan mendapatkan penyuluhan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif serta menjaga kesehatan sejak remaja untuk mencegah terjadinya stunting.Â
Kurangnya pengetahuan pada Ibu muda seperti kadar gizi mineral dalam makanan, menjaga kebersihan kenyamanan lingkungan tanpa asap rokok, pemberian vaksinasi pada ibu-bayi, dan lainnya dapat dilihat di sini. Â Â
Informasi jadwal imunisasi anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2023 di sini.Â
Selain penyuluhan diatas, pendampingan pada Ibu muda yang menyusui perlu mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan sekitar (keluaraga, rekan, dan orang yang lebih dewasa). Dukungan kepada para Ibu muda dapat berbentuk mendorong mereka semangat menyusui untuk menciptakan bonding emosional dengan anak, menerapkan cara menyusui yang baik dan benar, Â dan lain sebagainya. Pada intinya pasangan yang menikah muda, masih membutuhkan arahan dan bimbingan informasi dari orang dewasa mengenai bagaimana menjalankan peran sebagai orangtua.Â
3. Ibu menyusui dengan riwayat penyakit tertentu
Hal utama yang sangat harus diperhatikan oleh Ibu menyusui adalah kebersihan dan kesehatan diri. Sebagai penyalur ASI, sang Ibu harus menjaga higienitas dan kesehatan ASI yang dihasilkan. Bagaimana jika Ibu menyusui sedang kurang sehat? Dikutip dari WHO, apabila Ibu menyusui mengalami sakit ringan seperti influenza atau flu biasa masih diperbolehkan memberikan ASI, tapi harus menjaga kesterilan seperti mencuci tangan dan botol minum terlebih dahulu. Bila Ibu menyusui akan mengonsumsi obat untuk mengurangi gejala sakit, maka perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.Â
ASI yang diberikan mengandung antibodi yang dapat meningkatkan imun tubuh bayi. Oleh karena itu, apabila bayi anda sedang sakit, maka tetap lanjutkan pemberian ASI. Sedangkan, ada pula beberapa penyakit lain yang beresiko dapat ditularkan kepada bayi. Mengingat ASI yang dihasilkan dalam tubuh selain mengandung bakteri baik, juga dapat membawa beberapa bibit penyakit apabila sang Ibu menderita penyakit serius seperti TBC, Hepatitis, Herpes, Infeksi menular (lihat disini). Disarankan kepada para Ibu menyusui dengan riwayat penyakit tertentu untuk rutin berkonsultasi dengan tenaga profesional mengenai kelanjutan proses pemberian ASI secara parsial.Â
4. Tingkat bilirubin pada Bayi dan Ibu menyusui
 Tingkat bilirubin menjadi aspek lain yang perlu dipahami oleh Ibu menyusui. Mengapa? Karena tingkat bilurubin yang tinggi dapat menyebabkan perubahan pada kondisi bayi dan ASI anda yang dikenal dengan sakit kuning. Sakit kuning umumnya berada dalam tahap wajar pada usia bayi hingga kira-kira 2 minggu. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan seperti perkembangan organ liver/hati pada bayi yang belum sempurna sehingga fungsi ususnya belum optimal untuk mengalirkan bilirubin keluar dari dalam tubuh. Sehingga warna kulit bayi menjadi kuning. Kondisi ini tidak berbahaya, namun bu dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter jika dirasa perlu.Â
Selanjnya, kondisi lain yang menyebabkan tingkat bilirubin tinggi adalah kandungan zat dalam ASI yang menyebabkan bilirubin sulit dikeluarkan dari dalam tubuh bayi. Â Â
5. Kondisi bayi yang rawan diberikan ASIÂ
Tahukah anda bahwa ada beberapa kondisi dari bayi yang tidak diperbolehkan untuk mendapatkan ASI dari Ibu? Selain kondisi medis Ibu, ada pula kondisi medis bayi yang tidak membolehkan Ibu menyusui. Kondisi medis bayi yang dimaksudkan berhubungan dengan gangguan metabolisme yang sangat jarang terjadi sehingga tidak memungkinkan ASI yang diberikan dapat diproses dalam tubuh bayi. Gangguan metabolisme seperti :
- Classic Galactosemia: ketidakmampuan tubuh bayi memecahkan glukosa yang terkandung dalam ASI.Â
- Phenylketonuria (PKU): ketidakmampuan tubuh bayi memecahkan asam amino (phenylalanine) yang berdampak pada kerusakan otak. Dengan mempertimbangkan kandungan phenylalanine sedikit dalam ASI, maka masih memungkinkan bagi bayi mengonsumsi gabungan antara ASI dan susu formula dengan racikan dosis khusus. Perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan tenaga profesional.
- Maple Syrup Urine Disease: ketidakmampuan tubuh bayi memecahkan asam amino yaitu leucine, isoleucine, and valine. Kadarnya yang tinggi dalam tubuh bayi beresiko menyebabkan bayi koma, pola makan yang buruk, muntah, kejang, hingga kematian.
Mungkin ada dari anda yang bertanya; "Bagaimana dengan anak yang terlahir berkebutuhan khusus seperti down syndrome, prematur, dan kondisi lain yang tidak memungkinkan Ibu untuk memberikan ASI secara langsung" . Kabar baiknya anak-anak dengan kondisi spesial tersebut masih dapat diberikan ASI dengan melalui pumping dan botol susu.Â
Berbeda dengan kondisi medis khusus seperti beberapa contoh kondisi bayi diatas yang rawan diberikan ASI, sangat penting untuk dideteksi sejak awal masa kehamilan atau setelah bayi lahir. Tentunya deteksi di awal akan sangat bermanfaat bagi orangtua untuk dapat memberikan penanganan yang tepat kepada bayi sesuai dengan kebutuhannya.Â
Referensi :Â
Breastfeeding when sick | UNICEF ParentingÂ
Bunda, Yuk, Kenali Penyakit yang Bisa Menular Lewat ASI - AlodokterÂ
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia - AIMI ASI » Berita (aimi-asi.org)Â
Angka menyusui di Indonesia turun: Ibu memerlukan dukungan yang lebih mapan (unicef.org)Â
Banyak Ibu di RI Setop Menyusui Lebih Dini, Ternyata 45 Persen Dipicu Hal Ini (detik.com)
Contraindications to Breastfeeding (verywellfamily.com)
The Risks of Not Breastfeeding for Mothers and Infants - PMC (nih.gov)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya