Pancasila sebagai dasar negara dijadikan sebagai dasar pedoman hidup warga negara Indonesia. Hal inilah yang mendasari Pendidikan Pancasila sebagai pendidikan karakter anak-anak Indonesia. Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dinilai penting karena mencerminkan perilaku nasionalisme sebangsa setanah air.Â
Indonesia adalah negara yang kaya dengan keberagaman hasil alam dan budaya. Keberagaman tersebut menjadikan kita untuk hidup berdampingan dalam harmoni.Â
Jumlah penduduk Indonesia per tahun 2023 tercatat sebanyak lebih dari 273 juta penduduk yang tersebar di 38 provinsi. Belum lagi ditambah dengan keberagaman agama, budaya, bahasa, kebiasaan, dan cara hidup yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Untuk mengharapi keberagaman tersebut perlu ditanamkan sikap solidaritas dan toleransi sejak dini.Â
Menurut Emile Durheim mengatakan bahwa solidaritas sosial dipandang sebagai suatu perpaduan antara kerpercayaan dan perasaan seseorang yang dimiliki para anggota suatu masyarakat tersebut. Solidaritas terbentuk sebagai akibat dari komunikasi dan interaksi yang terjalin dalam masyarakat.Â
Solidaritas didasari oleh rasa empati dan memahami satu dengan yang lain. Perilaku gotong royong, musyawarah, dan saling membantu adalah contoh dari solidaritas. Mengajarkan dan membiasakan anak sejak dini terlibat dalam kelompok sosial secara intens membantu pembentukan sikap solidaritasnya.Â
Disisi lain, toleransi juga merupakan sikap penting lain yang perlu ditumbuhkan pada anak sejak dini. Menurut UNESCO, toleransi merupakan sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia.Â
Sekilas, solidaritas dan toleransi memiliki persamaan dan terlihat mirip karena mengamalkan nilai-nilai menghargai serta menghormati eksistensi manusia sebagai sesama makhluk sosial. Namun, jika dilihat lebih dalam solidaritas adalah komponen perasaan yang menentukan kecenderung perilaku toleransi. Singkatnya, solidaritas dan toleransi adalah satu kesatuan komponen perilaku yang saling berkaitan satu dengan yang lain membentuk kepribadian anak.Â
Mengapa saya membahas solidaritas dan toleransi dalam tulisan saya kali ini?Â
Di era yang serba maju, kehidupan individualitas lebih dominan daripada kolektif. Padahal, tujuan dari pendidikan karakter mengamalkan Pancasila adalah mengembangkan sikap positif menghadapi pluralisme di Indonesia. Khususnya di daerah perkotaan, individualistis semakin terasa.Â
Berbeda dengan daerah desa atau kota kecil lainnya yang masih menunjukkan solidaritas dan toleransi tinggi. Contohnya, toleransi beragama di Kota Ambon. Â Menurut saya, solidaritas dan toleransi adalah kunci dari pengamalan nilai Pancasila karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Ibarat simbiosis mutualisme, sikap solidaritas dan toleransi antara warga negara mampu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk dinikmati bersama.Â
Menanamkan nilai-nilai solidaritas dan toleransi pada anak-anak sejak dini adalah hal penting yang perlu dilakukan karena menentukan kualitas hubungan mereka dengan lingkungannya saat dewasa. Keluarga sebagai lingkungan terdekat anak menjadi krusial dan berperan besar dalam pembentukan sikap solidaritas dan toleransi. Dalam keluarga pasti memiliki aturan-aturan yang harus diikuti oleh anak. Anak akan belajar tentang manfaat dan konsekuensi dari keputusannya bersedia toleran atau tidak terhadap aturan keluarga.Â
Setelah keluarga, sekolah merupakan lembaga lain yang berperan dalam pembentukan karakter anak khususnya pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Menurut saya, keluarga dan sekolah perlu bergerak berdampingan untuk mengoptimalkan pertumbuhan karakter anak. Itulah mengapa jalinan komunikasi yang intens antara orangtua dengan guru terkait perkembangan anak di rumah dan sekolah sangatlah penting.Â
Perilaku solidaritas dan toleransi sejatinya memiliki banyak manfaat untuk kehidupan anak-anak di masa depan yaitu:Â
Mampu menerima perubahanÂ
Mengajarkan anak untuk toleran dan solid di lingkungan seperti mengikuti aturan dalam suatu kelompok sosial membantunya untuk mampu berkompromi. Khususnya saat ia berada dalam lingkungan baru yang tidak dikenali olehnya sama sekali.Â
Mampu beradaptasi pada lingkunganÂ
Di masa-masa perkembangannya anak belajar cara beradaptasi yang sehat di lingkungannya. Ada kalanya sesuatu terjadi tidak sesuai dengan harapannya dan membuatnya frustasi. Pada tahap ini, biarkan anak belajar megelola rasa frustasinya alih-alih memenuhi keinginannya untuk mengakhiri tantrum. Beritahu konsekuensi yang diperoleh apabila ia menolak toleran.Â
Mampu mengembangkan hubungan persahabatan yang sehatÂ
Pertumbuhan anak-anak yang sedang menikmati hubungan main dan seru-seruan  dengan peers menjadi masa yang tepat untuk mengajarkan solidaritas dan toleransi. Mengapa? Karena ini adalah masa mereka mencari teman dan membangun hubungan persahabatan. Terbangunnya perasaan dan pergaulan yang positif akan menumbuhkan sikap solidaritas dan toleransi itu sendiri. Pastikan bapak dan ibu memberikan apresiasi positif apabila menemukan anak-anak menunjukkan sikap solid dan toleran.Â
Mengembangkan jaringan/networking lebih banyakÂ
Anak yang mudah solid dan toleran tentu akan disukai oleh orang-orang di lingkungannya. Entah itu anak seumurannya bahkan tidak jarang orangtua lain memuji anak yang mudah kompromi dan toleran. Dengan sikap toleran dan solid, ia mampu beradaptasi di lingkungan dan mudah diterima oleh lingkungan tersebut.Â
Memeroleh berbagai macam sudut pandang
Poin terakhir ini cukup kompleks untuk diajarkan kepada anak. Menurut saya, menjadi solid dan toleran tidak serta merta mengikuti aturan kelompok sosial tanpa pertimbangan kognitif. Artinya, anak juga memiliki hak untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya atas aturan yang dirasakan tidak adil baginya. Orangtua, guru, dan orang dewasa lain perlu usaha ekstra untuk bernegosiasi dengan ana terkait hal tersebut jika anak sudah mampu diajak bernegosiasi. Pertimbangkan pula pikiran dan perasaan mereka karena masa pertumbuhan mereka berjalan dengan cepat begitu pula memengaruhi cara mereka memandang lingkungannya.Â
Berdasarkan pemaparan diatas, saya yakin kita semua setuju bahwa solidaritas dan toleransi penting ditanamkan sejak dini. Orangtua dan guru pada khususnya berperan krusial dan bertanggungjawab penuh dalam pendidikan karakter anak. Oleh karena itu, perlu mempertimbangan berbagai metode mengajar dan cara tepat untuk menstimulasi anak.Â
Misalnya, projek sosial sekolah seperti mengunjungi panti asuhan, mengunjungi sekolah pendidikan anak berkebutuhan khusus, mendorong anak untuk bergaul dengan tetangga di are komplek rumah, mengikutkan anak dalam komunitas-komunitas seni, dan kegiatan sosial lainnya. Semakin banyak anak dikenalkan dengan lingkungan yang baru dan berbeda dengannya, akan semakin mudah menumbuhkan karakter solidaritas dan toleransi sebagai pilar pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H