Pada awal munculnya virus COVID-19 di Indonesia, terjadi kepanikan maupun ketakutan di seluruh daerah. Ketakutan mengenai penambahan kasus positif baru, terjadinya panic buying secara berlebihan, berita hoax yang menakutkan, ataupun berita kematian setiap harinya, nyatanya menimbulkan keresahan di hati masyarakat.
Saking parahnya penambahan kasus positif ini, pemerintah pun segera mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dengan adanya aturan tersebut, ternyata menimbulkan dampak lain di masyarakat, yaitu terjadinya peningkatan angka kehamilan di Indonesia.Â
Hal ini dibuktikan dari data BKKBN, dimana pada bulan Mei 2020, tercatat ada lebih dari 400.000 kehamilan tak direncanakan (Aditya & Tobing, 2020). Ibu yang mengalami kehamilan di masa pandemi ini pun merasa terancam akan bahayanya virus tersebut. Karena sangat rentan bagi sang ibu untuk memiliki masalah kesehatan fisik maupun gangguan psikologis, yang tentunya akan dapat membahayakan si calon bayi.
 Berikut ini 3 contoh gangguan psikologis yang berdampak negatif pada perkembangan janin selama kehamilan:
1. Depresi
Depresi merupakan suatu gangguan mental yang mengganggu keadaan motivasi, emosi, fungsi, tingkah laku maupun kognitif pada diri seseorang (Lubis, 2016). Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan ibu hamil mengalami depresi.Â
Salah satu faktornya diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan Kusuma (2019), dimana ia mengungkapkan penyebab depresi paling tinggi pada ibu hamil di kecamatan Bangkinang dan Tapung 1 adalah karena faktor usia.Â
Tidak hanya faktor usia, faktor-faktor lain seperti kurangnya dukungan keluarga, jumlah anak yang banyak, pendapatan yang rendah, maupun gangguan kesehatan ibu pun mampu membuat sang ibu mengalami depresi selama kehamilan. Selama ibu hamil mengidap gangguan depresi, dampak negatif pun tidak dipungkiri dapat dirasakan oleh janin yang dikandung.
Ada beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari ibu yang mengalami gangguan depresi. Berikut ini beberapa dampaknya:
1. Menyebabkan penurunan antioksidan di area janin
Dengan terjadinya kondisi ini, ternyata dapat menimbulkan beban oksidatif atau beban keseimbangan antara antioksidan dan oksidan. Hal inilah yang menyebabkan calon bayi mengalami perkembangan otak yang tidak tepat.
2. Â Mengakibatkan sang janin akan memiliki berat badan yang rendah dan terlahir secara prematur
Hal ini pun juga sudah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Dadi dkk. (2019), dimana di dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa jika dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami depresi, seorang ibu yang memiliki gangguan depresi akan berisiko lebih tinggi dalam mempunyai bayi dengan berat badan yang rendah dan juga cenderung akan melahirkan bayi dengan kelahiran prematur.
2. Stres
Stres diartikan sebagai suatu perasaan tidak nyaman yang timbul karena sesuatu yang diluar kendali ataupun reaksi jiwa kita terhadap suatu perubahan. Menurut Lazarus, stres ini dibagi menjadi distress yang berarti stres yang sifatnya negatif karena mengganggu seseorang dan eustress yang berarti stres yang sifatnya positif karena memberikan semangat pada seseorang.
 Stres ini pun juga terbagi atas 3 tingkatan, yaitu stres tingkat rendah, tingkat sedang, maupun tingkat tinggi. Pada tingkatan stres, setiap tingkatan ini nyatanya berbeda dalam mempengaruhi perkembangan janin.
 Dan stres tingkat tinggi merupakan stres yang memberikan dampak negatif paling besar bagi perkembangan janin. Begitupun sebaliknya, stres tingkat rendah memberikan dampak negatif lebih sedikit bagi perkembangan janin.
Ada beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari ibu yang mengalami gangguan stres. Berikut ini beberapa dampaknya:
1. Terganggunya perkembangan neurobehavioral
Perlu diketahui, neurobehavioral itu adalah suatu hubungan antara fungsi otak manusia dengan perilaku dan juga proses berpikir. Jadi dampaknya akan dirasakan calon bayi, saat ia berada dalam fase anak-anak. Dimana sang calon bayi akan berisiko mengalami berbagai masalah seperti masalah emosional, perilaku, temperamen ataupun kognitif di kemudian hari. Misalnya seperti mengalami gangguan depresi, kecemasan, Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), ataupun gangguan perilaku.
2. Mengakibatkan sang janin akan memiliki berat badan yang rendah dan terlahir secara prematur
Sama dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh ibu yang mengalami gangguan depresi, ibu yang mengalami gangguan stres juga dapat mengakibatkan janin akan memiliki berat badan yang rendah dan dapat terlahir secara prematur.
3. Dapat mengakibatkan gangguan Autism pada anak
Stres yang dialami sang ibu saat kehamilan antara minggu ke-24 sampai 28 masa kehamilan, telah mengaplikasikan gangguan autism dengan perubahan bentuk dalam perkembangan otak.
3. Meningkatnya risiko gangguan tidur sewaktu bayi
Dampak negatif yang satu ini diduga terjadi karena adanya pengaruh hormon stres kortisol yang memproduksi hormon secara berlebihan. Hormon ini diproduksi secara berlebihan diduga karena saat itu sang ibu dalam keadaan penuh tekanan ataupun stres.Â
Sehingga semakin tinggi tingkat stres seseorang, maka semakin tinggi pula proses produksi hormon. Dan tentu saja hormon ini nantinya akan bisa masuk ke dalam plasenta. Ketika masuk ke dalam plasenta, hormon ini nanti dapat mempengaruhi bagian otak yang punya kendali dalam mengatur siklus tidur sampai siklus bangun seorang anak.
3. Kecemasan
Kecemasan diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang menganggap sesuatu itu sebagai ancaman yang nyata ataupun hanya sebuah khayalan. Kecemasan ini dirasakan karena orang tersebut khawatir mengenai ketidakpastian suatu hal di masa yang akan datang.Â
Ketika seseorang berada dalam fase kecemasan, biasanya akan memunculkan reaksi fisik seperti jantung berdebar – debar lebih kencang, tubuh terasa gemetar hebat, ketika tidur mengalami kegelisahan atau susah tidur, produksi keringat yang terlalu banyak, maupun terjadinya ketegangan saraf.
Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, ternyata terdapat penambahan gejala kecemasan sebanyak 57% orang, yang dilaporkan seseorang melalui laporan klinis. Menurut Arisanti (2021), kecemasan yang terjadi pada ibu hamil di masa COVID-19 ini diakibatkan karena kurangnya pengetahuan mengenai COVID-19 dan kurangnya pemahaman mengenai bagaimana cara mengelola gangguan kecemasan dengan baik.Â
Lalu Hakiki dan Widyastuti (2021), menyebutkan bahwa sebenarnya penyebab sang ibu mengalami kecemasan selama kehamilan yaitu kehamilannya sendiri yang membuat dirinya mengalami stres.Â
Di satu sisi sang ibu bahagia karena akan melihat sesosok manusia dalam versi kecilnya, tetapi disisi lain ia merasa cemas mengenai bagaimana proses persalinannya, bagaimana perubahan tubuhnya, bagaimana dia bisa merawat anaknya dengan baik, dan sebagainya. Sehingga ketika gangguan kecemasan belum bisa teratasi, maka dampak negatif pun tidak bisa dihindari.
Ada beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari ibu yang mengalami gangguan kecemasan. Berikut ini beberapa dampaknya:
1. Janin akan mengalami penurunan volume hipokampus selama akhir trimester kedua dan trimester ketiga kehamilan
Penurunan volume hipokampus ini lebih rentan dialami pada bagian otak sebelah kiri. Ketika terjadi penurunan volume pada hipokampus, maka akan menyebabkan sang calon bayi memiliki pertumbuhan hipokampus yang lebih lambat jika dibandingkan dengan bayi lain yang memiliki ibu dengan kondisi psikis yang normal.Â
Dari penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa depresi pada seorang ibu bisa dikaitkan dengan terjadinya penurunan kadar kolin dan kreatin di otak si calon bayi.
2. Â Dapat mendorong terjadinya rangsangan kontraksi pada rahim yang tentunya akan berbahaya bagi perkembangan janin
Dari situasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah, sehingga hal ini dapat menimbulkan terjadinya kelahiran bayi dengan berat lahir yang rendah. Dan yang lebih berbahayanya lagi, dapat menimbulkan preeklamsi atau keguguran.
3. Dapat mempengaruhi parental attatchement
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Baro’ah dkk. ibu yang memiliki gangguan kecemasan berlebihan ternyata dapat mempengaruhi kondisi kognitif dan perilaku calon bayi kedepannya. Tidak hanya itu, gangguan kecemasan juga mempengaruhi interaksi antara ibu terhadap janinnya atau yang dikenal dengan sebutan prenatal attachment.Â
Akibat adanya prenatal attachment, apabila sang ibu mengalami gangguan kecemasan terlalu berlebihan saat memikirkan sesuatu, seperti berpikir keras mengenai proses persalinan, maka interaksi yang terjalin antara ibu dengan janin tidak akan terjalin secara maksimal. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan hasil skor prenatal attachment diantara keduanya menjadi semakin rendah. Sehingga apabila semakin rendah skornya, maka akan berdampak negatif pula bagi perkembangan janin.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa sangat penting bagi seorang ibu yang sedang dalam keadaan hamil, untuk selalu menjaga kesehatan fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini, saya menyarankan agar ibu hamil menjauhi hal-hal yang membuat seorang ibu mengalami salah satu dari gangguan psikologis yang sudah dijabarkan diatas.Â
Hal ini dilakukan sebagai upaya agar menghindari hal-hal yang akan membahayakan janin. Seperti yang sudah dijabarkan tadi, bahwasannya depresi, stres, dan kecemasan yang berlebihan ini nyatanya memiliki dampak negatif pada perkembangan janin.Â
Namun, apabila seorang ibu hamil sudah terdeteksi mengalami salah satu gangguan psikologis, ada baiknya ibu tersebut pergi berkonsultasi dengan seorang psikolog ataupun dengan orang yang lebih ahlinya. Hal ini dilakukan agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan bagi ibu maupun calon bayi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H