Semenjak diperkenalkannya mesin cetak di Eropa pada per-tengahan abad ke-15, teknologi komunikasi yang menggunakan mesin telah memengaruhi pembentukan identitas politik . Perkembangan teknologi komunikasi yang kemudian diikuti dengan kemajuan dalam teknologi informasi memberikan warna baru.Â
Menurut Leggewie dan Bieber, kebebasan memperoleh atau memberikan informasi secara efektif lebih penting daripada potensi mendapatkan akses dalam proses politik digital. Keberadaan media dan teknologi dinilai sebagai pembaharuan atas "demokrasi langsung ala Athena."Â
Demokrasi Athena memerlukan suatu komitmen umum terhadap prinsip kebijakan kewarganegaraan: pengabdian kepada negara kota republik dan ketundukan kehidupan pribadi terhadap masalah-masalah publik dan kebaikan bersama. Ranah publik dan privat terjalin berkelindan. Rakyat (demos) terlibat dalam fungsi-fungsi legislatif dan pengadilan, sebab konsep kewarganegaraan Athena menuntut keikutsertaan mereka dalam fungsi-fungsi ini, dengan berpartisipasi langsung dalam masalah - masalah negara.
Bagi kehidupan politik di berbagai negara. Teknologi informasi dan komunikasi menyediakan akses lebih luas terhadap informasi dan kemampuan warga negara dalam merefleksikan aspirasinya di luar lingkup individu.Â
Masyarakat informasi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi mulai bergerak membentuk ruangruang publik virtual sebagai sarana merepresentasikan kehendak dan menyatakan eksistensi mereka. Keberadaan teknologi-teknologi baru tersebut mengundang kita berpikir ulang mengenai demokrasi di era digital, yang akan dibahas dalam paparan berikuT. kehidupan demokrasi telah termediasi sedemikian rupa.Â
Tidak lagi hanya termediasi oleh media massa konvensional, seperti media massa cetak dan elektronik, namun demokrasi telah termediasi oleh new media, Internet. Misalnya even 101 Pilkada Serentak 2017.Â
Kehadiran media baru (new media) telah mengubah moda berbagai aspek kehidupan manusia secara cukup signifikan, mulai dari aktivitas politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.Â
Dalam kehidupan politik misalnya, kehadiran media baru telah menyodorkan fenomena baru, yaitu apa yang dikenal sebagai demokrasi digital. Bahkan dalam banyak kasus diakui bahwa kehadiran internet misalnya, telah menjadi salah satu faktor diterminan terhadap proses demokratisasi politik.
 Fenomena politik di kawasan Timur Tengah misalnya, terjadi hembusan demokratisasi yang dikenal dengan istilah "Musim Semi" demokrasi, yang ditandai tumbangnya rezim otoriter mulai dari Muammar Khadafi di Libia, Husni Mubarak di Mesir, dan Sadam Husein di Irak serta beberapa negara lain seperti Tunesia, Aljazair, dan Syria yang masih terus bergolak. Kehadiran internet terbukti memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap runtuhnya rezim otoriter dan sekaligus menghembuskan harapan baru percepatan demokratisasi.
Di Indonesia internet juga cukup berperan dalam mengakhiri pemerintahan otoritarian era Orde Baru, yang kemudian menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran negara yang mengalmi transisi demokrasi. Berkat internet pula yang kemudian memberikan sumbangan terhadap upaya-upaya penerapan good gacernance, atau tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan paritisipatif.Â
Dalam perkembangan lebih lanjut, internet pula yang kemudian mendorong kelas menengah tampil sebagai lokomotif demokrasi dengan tampil sebagai netizen yang mengawal demokrasi. APJII (2016) mencatat adanya kenaikan masif pengguna internet sebesar 88,01 juta jiwa dari sekitar 250 juta jiwa penduduk In donesia. Mayoritas internet diakses melalui perangkat bergerak, seperti telepon pintar sebesar 85 persen berbanding 13 persen dengan laptop/komputer.