Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebutuhan Disabilitas, Lebih Memahami Setelah Mengalami

9 Desember 2021   15:16 Diperbarui: 12 Desember 2021   09:37 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saat anak bungsu saya harus menggunakan kursi roda ke sekolah | Dokumentasi pribadi

Hari Disabilitas Internasional pertama kali diperingati pada 3 Desember 1992. Penetapan ini berawal dari The United Nations Decade of Disabled Persons yang diadakan 1983-1992 guna membahas kesejahteraan para penyandang disabilitas di dunia.

Pada 18 Desember 2007, Majelis Umum PBB mengubah nama “International Day of Disabled Persons” menjadi “International Day of Persons with Disabilities”. Nama tersebut mulai digunakan secara resmi pada tahun 2008 hingga sekarang. 

Peringatan Hari Disabilitas Internasional bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan hak dan kesejahteraan yang dimiliki oleh setiap penyandang disabilitas.

Apa itu penyandang disabilitas? 

Menurut UU No. 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 

Penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan, tidak boleh mendapat diskriminasi dan lain-lain.

Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. 

Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas.

Konsep tentang disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang, merupakan hasil dari interaksi antara orang-orang dengan keterbatasan kemampuan dan sikap, serta lingkungan yang menghambat partisipasi penuh dan efektif mereka di dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

Pelaksanaan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas menurut UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas memiliki asas:

  1. Penghormatan terhadap martabat
  2. Otonomi individu
  3. Tanpa diskriminasi
  4. Partisipasi penuh
  5. Keragaman manusia dan kemanusiaan
  6. Kesamaan kesempatan
  7. Kesetaraan
  8. Aksesibilitas
  9. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak
  10. Inklusif
  11. Perlakuan khusus dan perlindungan lebih

Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2016 tercantum aturan yang harus dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk kesetaraan hak dan kewajiban para penyandang disabilitas. 

Sekilas saya baca UU No. 8 Tahun 2016 sudah lengkap dan bagus. Mungkin pelaksanaannya yang masih perlu dievaluasi dan ditingkatkan. 

Ilustrasi hari disabilitas nasional | Foto Canva
Ilustrasi hari disabilitas nasional | Foto Canva

Seperti tulisan Kompasianer Ibu Sri Rohmatiah, tentang pengalaman beliau saat mampir di sebuah rest area untuk melaksanakan sholat Jumat. 

Ternyata di rest area tersebut tidak tersedia toilet untuk penyandang disabilitas. Dengan sopan Bu Sri meminta izin menggunakan toilet wanita, karena kondisinya juga sedang sepi. Namun Bu Sri mendapat tanggapan yang kurang menyenangkan dari satpam yang ada di sana. 

Saat akan pulang Bu Sri menyempatkan bertemu dengan penanggung jawab rest area tersebut untuk menyampaikan keluhan, saran dan masukan. 

Akhirnya penanggung jawab rest area dan satpam pun meminta maaf. Semoga ada tindak lanjut untuk menyediakan toilet yang ramah bagi penyandang disabilitas ke depannya.

Sebenarnya penyediaan fasilitas toilet untuk penyandang disabilitas sudah tercantum dalam UU No. 8 Tahun 2016, pasal 99 berisi tentang kewajiban menyediakan fasilitas untuk para penyandang disabilitas. Bahkan izin pembangunan gedung harus menyertakan syarat ini untuk mendapatkan ijin pendirin sebuah bangunan/gedung.

Demikian juga tentang fasilitas pejalan kaki yang ramah bagi penyandang disabilitas, juga sudah tercantum pada pasal 101 yang berbunyi pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas. 

Saya melihat di beberapa lokasi, termasuk di jalan raya dekat rumah saya, beberapa tahun yang lalu dibangun trotoar dengan penanda jalan khusus yang bisa dikenali oleh disabilitas tunanetra. 

Tapi untuk disabilitas yang harus menggunakan kursi roda, pembuatan trotoar itu kurang ramah karena pada bagian ujungnya bukan melandai tapi patah, sehingga agak susah bagi yang menggunakan kursi roda. 

Ah mungkinkah dibuat tidak melandai supaya para pemotor tidak naik ke trotoar? Ah kalau masalah ini, saya kurang paham tapi memang dulu ada beberapa pengendara motor yang naik melewati trotoar yang diperuntukkan khusus pejalan kaki. 

Di sisi lain, tulisan Ibu Sri Rohmatiah juga mengingatkan saya tentang pengalaman mendampingi anak bungsu saya yang mengalami patah tulang pada bagian paha dan harus menggunakan kursi roda untuk mendukung aktivitasnya sehari-hari. 

Sekitar sebulan setelah operasi, anak saya akhirnya diperbolehkan masuk sekolah, tentu dengan sederet pesan dari sang dokter bedah tulang, mengingat tulangnya masih belum nyambung dan baru saja dipasang pen. Saat itu kelasnya berada di lantai 3, dan hanya tersedia fasilitas tangga.

Menyadari kondisi anak saya, guru menyarankan anak saya untuk belajar di lantai 1 saja, di perpustakaan, nanti guru yang akan datang dan anak saya tak perlu masuk ke kelasnya di lantai 3. Tapi anak saya tidak mau, dia tetap ingin belajar bersama teman-temannya. 

Akhirnya anak saya naik ke lantai 3 sambil ngesot dengan cara bertumpu pada tangannya untuk bisa mengangkat badannya, lalu menyeret kaki yang patah. 

Dua tiga anak tangga dia akan berhenti sebentar, lalu ngesot lagi sampai akhirnya bisa mencapai lantai 3. Semangatnya untuk sembuh, mandiri dan berkumpul dengan teman-temannya sangat tinggi.

Dengan kondisi tulang yang masih patah, si bungsu sekolah dengan ditunggu oleh asisten rumah tangga kami bergantian dengan saya. 

Kami menunggu di sekolah untuk membantu si bungsu saat perlu ke kamar kecil. Saat itu saya menyiapkan dua kursi roda, satu kursi roda lengkap dengan meja untuk ditaruh di kelas, dan satu di mobil untuk aktivitas si bungsu, saat turun dari mobil menuju tangga sekolah. 

Oya, namanya anak kecil, kadang ada rasa bosan bila hanya di rumah saja. Suatu saat dia minta ke toko buku yang ada di mall dekat rumah. 

Saat mau berangkat, saya sempat kebingungan bagaimana cara membawa kursi roda sampai ke lantai 3 tempat toko buku itu berada, mengingat di mall tersebut tidak tersedia lift, hanya ada eskalator. 

Saya bilang ke anak saya, bagaimana naik eskalatornya? Si bungsu bilang bahwa dia bisa meloncat berdiri di eskalator, lalu saya membawa kursi roda dalam kondisi terlipat supaya lebih mudah. Akhirnya kami bertiga; saya dan dua anak saya memutuskan berangkat ke toko buku. 

Si kakak memegangi adiknya, saya membawa kursi roda menaiki eskalator. Sampai di toko buku, kakak beradik tampak asyik membaca buku sebelum akhirnya membawa pulang beberapa buku untuk dibaca di rumah.

Anak-anak senang ke toko buku itu, karena di sana ada beberapa buku edisi terbaru yang sengaja dibuka untuk dibaca-baca di tempat.

Oya, untuk masalah toilet, saat itu di mall tersebut tidak ada toilet khusus untuk penyandang disabilitas. Karena anak saya masih kecil, saya ijin ke penjaga toilet untuk menggunakan toilet wanita.

Pengalaman mendampingi si bungsu dalam masa pemulihan, saat harus memakai kursi roda untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari membuat saya makin bisa memahami kebutuhan para penyandang disabilitas yang seumur hidupnya harus memakai alat bantu atau perlu dukungan orang lain dalam melakukan aktivitas tertentu. 

Meskipun mereka ingin mandiri dan tak ingin merepotkan orang lain, namun ada kalanya berbagai keterbatasan itu membuat mereka tetap memerlukan orang lain. Akan lebih baik bila tersedia fasilitas yang memudahkan aktivitas mereka, semoga ke depan semakin banyak dibangun sarana dan prasarana yang ramah bagi kaum disabilitas.

Oya satu lagi yang tak kalah penting, perlakukan penyandang disabilitas dengan baik, seperti kita pun ingin diperlakukan. 

Tak ada seorang pun yang mau mengalami hal demikian, tapi bukankah setiap manusia mempunyai kelebihan dan juga kekurangan? 

Kita juga pasti punya kekurangan dan kelebihan. Jadi mari kita saling menghormati dan menghargai.

Selamat Hari Disabilitas 2021!

 Jakarta, 9 Desember 2021

Seliara (Artikel ke-141)

Referensi 1,2,34

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun