Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Setangkup Rindu dari Masa Lalu

11 Juni 2022   21:33 Diperbarui: 18 Juni 2022   06:22 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto mesin jahit kuno di sebuah toko di Jepang|Dokpri

Kemaren malem jalan2 ama temen trus nemu toko ada logo beginian

Jd inget mesin jahit nya Mama

Sebuah pesan WA masuk ke ponselku. Oh dari si bungsu yang sekarang kuliah di negeri sakura. Sebuah foto toko bergambar mesin jahit kuno dan tulisan si bungsu membuatku tersenyum haru.

Owalah, foto mesin jahit kuno itu mengingatkannya pada mesin jahit di rumah. Ya, di rumah kami ada mesin jahit kuno peninggalan almarhum nenekku atau nenek buyut anakku.

Bagi orang lain, foto mesin jahit kuno itu mungkin tak berarti apa-apa, namun tidak bagi si bungsu dan aku. Mesin jahit di foto itu bentuknya mirip sekali dengan mesin jahit yang ada di rumah kami. Dari kecil, aku sudah akrab dengan mesin jahit itu. Lewat mesin jahit sederhana itulah aku belajar menjahit untuk pertama kalinya.

Saat itu aku belajar menjahit menggunakan kertas dan jarum tanpa benang. Usiaku sekitar 10 tahun. Pertama kali belajar menjahit dengan cara menggerakkan bagian kaki yang digerakkan ke depan dan ke belakang, memastikan bahwa jarum jahitnya berjalan maju dan bukannya berjalan mundur.

Saat itu aku menggunakan kertas bergaris, yang aku ambil dari bagian tengah buku tulis. Kertas bergaris berguna untuk belajar supaya aku bisa berlatih menjahit dengan lurus, sesuai garis-garis yang ada. 

Jadi nanti hasilnya kertas akan berlubang-lubang dilewati jarum jahit tanpa benang. Hehehe begitulah perkenalan pertamaku dengan mesin jahit. Perkenalan yang akhirnya membuatku mencintai dunia jahit-menjahit hingga saat ini.

Aku belajar menjahit dengan cara otodidak. Awalnya membuatkan baju untuk boneka-bonekaku dari kain perca. Lalu menjahit baju-baju yang sobek. Lalu mulai menjahit baju-baju dengan pola sederhana. 

Cara membuat polanya adalah dengan cara melepas jahitan pada baju lama yang sudah tak terpakai, ya itu yang kulakukan untuk mendapatkan pola jahitannya. Hehehe begitulah awal mulanya caraku belajar menjahit. Saat itu rasanya senang sekali bisa memakai baju hasil jahitan sendiri, walaupun masih jauh dari sempurna. 

Biasanya bapak mengantar kami -aku dan kakak perempuanku- pergi ke Madiun untuk membeli kain dan peralatan jahit yang kami butuhkan.  

Mungkin sampai sekarang mesin jahit itu satu-satunya peninggalan almarhum nenekku yang masih ada hingga sekarang dan masih berfungsi bagus. Aku ingat mesin jahit itu aku bawa kemana-mana. Saat aku kuliah di Surabaya, mesin jahit itu aku bawa. 

Bagiku menjahit adalah sebuah hobi yang menyenangkan dan menghasilkan. Ya, saat kuliah aku pernah berjualan baju hasil jahitan sendiri. Saat itu aku membeli kain di Pasar Pucang, lalu menjahitnya menjadi beberapa model gamis, lalu aku titipkan di toko yang ada di sebelah masjid kampus. Saat itu baju yang aku titipkan selalu habis. Biasanya aku membuat satu model atau satu paduan warna untuk satu baju, jadi tidak ada yang menyamai. Tapi usaha jahitku berhenti karena kesibukan kuliah. Mungkin kalau diteruskan sekarang aku sudah jadi pengusaha baju yang sukses atau memiliki butik sendiri ... hehehe 

Dan hasil dari hobi menjahit itu adalah kini hampir semua baju yang kukenakan adalah hasil karya sendiri. Kadang aku berpikir seperti perempuan jadul, kayak orang jaman dulu yang menjahit baju-bajunya sendiri, hehehe

Aku jarang membeli baju, bila ke toko baju, paling aku melihat-lihat modelnya untuk aku aplikasikan ke dalam jahitanku. Di bawah ini adalah foto hasil jahitanku, gamis lengkap dengan jilbabnya.

Penulis (kiri) dengan baju dan hijab hasil jahitan sendiri|Dokpri
Penulis (kiri) dengan baju dan hijab hasil jahitan sendiri|Dokpri

Dan yang membuatku bahagia adalah kini aku tinggal di daerah yang dekat dengan dua pasar yang menjual kain-kain bagus dengan harga terjangkau, yaitu Pasar Mayestik dan Pasar Cipadu, jadi lengkaplah hobi menjahitku mendapatkan dukungan dari kedua pasar itu. Hehehe ternyata bahagia itu memang sederhana. Melihat kain-kain bagus saja sudah bisa membuatku bahagia dan senang. Mungkin kata generasi Z, ke toko kain adalah healing bagiku. Tidak mesti selalu beli, kecuali aku benar-benar membutuhkannya. 

Jujur saja, bagiku menjahit adalah me time, salah satu caraku menepi sejenak dari rutinitas harian. 

Sepenuh hati aku akan membuka mesin jahit dan menggenggam semua kenangan di masa kecil, saat aku baru pertama belajar menjahit menggunakan mesin jahit ini.

Semua kenangan itu seakan hadir kembali. Aku bisa merasakan suasana saat aku menginap di rumah nenek saat itu. Sekedar catatan, bagi anak kecil, menginap di rumah nenek adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Nenek akan begitu penuh perhatian dan memanjakan cucu-cucunya. Bermain di kebun atau melakukan aktivitas yang berbeda dengan yang biasa dilakukan di rumah adalah sebuah kegembiraan dunia kecilku.

Itulah mengapa aku sering berpikir beberapa kali untuk mengganti mesin jahit kuno ini dengan mesin jahit yang lebih canggih. 

Kadang aku tergoda untuk membeli mesin jahit yang lebih lengkap fungsinya. Tapi kalau aku beli, bagaimana dengan mesin jahit nenek? Pasti nanti akan jadi besi tua yang lama-lama rusak.

Toh aku tidak menjahit tiap hari, jadi aku merasa belum butuh. Dan bila aku memakai mesin jahit ini, nenekku mendapat aliran pahala jariyah, insyaa Allah.

Oya, ini adalah foto mesin jahit itu. Mesin jahit sederhana seperti yang dipakai abang-abang jahit keliling. Saat awal pandemi kemarin, aku menggunakan mesin jahit itu untuk menjahit masker dan APD buat yang membutuhkan.

Ilustrasi mesin jahit kuno|Dokpri
Ilustrasi mesin jahit kuno|Dokpri

Terima kasih mesin jahit, terima kasih nenekku tersayang, Al Fatihah dan doa terbaik untuk beliau.

Terima kasih juga buat anakku sayang, sudah mengirimkan foto mesin jahit, semoga kamu di sana sehat, bahagia dan baik-baik saja ya, Nak. Semoga lancar kuliahnya dan kita bisa bertemu kembali suatu saat nanti. Aamiin yaa Robbal'alaamiiin

Peluk mama dari jauh dan doa mama dalam setiap helaan nafas untukmu, anakku ...

Jakarta, 11 Juni 2022

Seliara (Artikel ke-145)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun