Sayangilah apa yang ada di sisimu
karena kau tak pernah tahu kapan, entah kau atau dia
akan pergi untuk perjalanan abadi
Peluklah dan katakan sayang, selagi masih ada waktu
Hari ini, 8 April, di Jepang diperingati sebagai Hari Hachiko. Hachiko adalah nama seekor anjing jenis Akita inu yang setiap hari selalu datang ke Stasiun Shibuya. Dia datang untuk menjemput tuannya yang pulang dari mengajar.
Melihat sang tuan keluar dari pintu stasiun adalah hal yang menyenangkan bagi Hachiko, dia akan menciumi tuannya dan mereka akan pulang bersama. Tapi hari itu Hachiko tidak bertemu dengan tuan yang disayanginya.
Besoknya dia datang lagi. Dia tetap tidak bertemu dengan wajah dan sosok yang dicarinya. Hachiko tidak menyerah. Dia tetap melakukan hal yang sama setiap harinya, datang ke Stasiun Shibuya, menunggu sang tuan datang dan berharap bisa pulang bersama. Tapi harapan Hachiko tak pernah menjadi kenyataan, hingga maut menjemputnya.
Kesetiaan Hachiko ini menjadi kisah yang terkenal di Jepang. Menurut sejarah, kisah Hachiko dimulai saat dia diadopsi oleh Profesor Ueno, seorang ilmuwan pertanian yang mengajar di Universitas Tokyo. Profesor Ueno sangat menyayangi Hachiko kecil. Mereka sering bermain dan menghabiskan waktu bersama. Saat beranjak dewasa, Hachiko sering mengantar Profesor Ueno berangkat mengajar. Hachiko mengantar sampai ke Stasiun Shibuya, dan akan menjemputnya pada sore hari, ketika sang profesor pulang.
Pada 21 Mei 1925, Hachiko tidak melihat Profesor Ueno di Stasiun Shibuya, saat kereta tiba sore itu. Ternyata saat berada di kampus, Profesor Ueno mengalami stroke dan meninggal dunia. Hachiko menunggu hingga keesokan harinya. Saat berada di rumah duka tidak ada cara untuk memberi tahu anjing malang itu apa yang terjadi dengan tuannya. Profesor itu meninggal karena stroke dan tidak akan pernah turun dari kereta.
Keesokan harinya, Hachiko tetap pergi ke Stasiun Shibuya dan menunggu Profesor Ueno keluar dari stasiun. Tapi sejak hari itu, Profesor Ueno tak pernah ditemuinya. Hachiko pulang dan datang lagi keesokan harinya, tapi sang profesor tetap tak pernah turun dari kereta. Tahun pertama adalah tahun yang berat bagi Hachiko. Dia dianggap anjing liar dan sering diusir dari stasiun.
Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu Profesor Ueno di stasiun mengundang perhatian Hirokichi Saitō dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang. Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saitō menulis kisah sedih tentang Hachi.
Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya rōken monogatari (Kisah Anjing Tua yang Tercinta). Publik Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan tuannya.
Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula, akhiran kō (sayang) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang memanggilnya Hachikō.
Untuk mengenang kesetiaan Hachiko, akhirnya di Stasiun Shibuya dibuat patung Hachiko. Saat peresmian patung itu, Hachiko ikut hadir menyaksikannya.
Kisah Hachiko kemudian diangkat dalam film Hachiko Monogatari. Terinspirasi dari kisah nyata itu, Hollywood juga membuat film serupa yang berjudul Hachi: A Dog's Tale.
Meski diceritakan dengan kisah dan latar belakang berbeda, kedua film itu mengandung satu kesamaan, yaitu hubungan yang erat antara Hachi dan pemiliknya serta kesetiaan Hachi menunggu tuannya pulang. Meski sang tuan tak pernah pulang karena meninggal akibat serangan jantung saat mengajar.
Beberapa waktu yang lalu, saat berkunjung ke Jepang, secara tak sengaja saya bertemu dengan patung Hachiko! Benar-benar surprise! Saya tak menyangka akan bertemu dengan Hachiko, eh patung Hachiko di sana. Tentu saya senang sekali, sekaligus sedih!
Sedih karena mengenang kisah Hachiko yang sampai akhir hayatnya setia menunggu kepulangan Profesor Ueno.
Ternyata patung Hachiko sekarang menjadi salah satu ikon di Stasiun Shibuya.
Ini adalah foto Stasiun Shibuya, tempat Profesor Ueno berangkat dan pulang mengajar di Universitas Tokyo.
Ah ... kehilangan sosok yang disayangi memang menyedihkan! Pasti akan ada rasa kehilangan. Melihat patung Hachiko, tiba-tiba saya teringat pada si Hitam, kucing kesayangan yang sudah almarhum.
Kucing itu ditemukan di jalan saat anak-anak pulang dari masjid. Dia berada di tengah jalan bersama saudaranya, si Putih, hampir tertabrak motor. Akhirnya diambil dan dibawa pulang. Kucing itu kami rawat, tumbuh bersama anak-anak.
Bahkan saat menjemput anak-anak pulang dari les, saya sering mengajak kucing itu, menemani di mobil. Dia akan berdiri di jendela samping sebelah kanan saya. Kaki depannya diletakkan di jendela, dan matanya akan berbinar melihat cahaya di jalanan.
Kadang dia duduk di pangkuan saya atau duduk di kursi depan sebelah kiri. Dan anak-anak akan surprise melihat si Hitam, kucing kesayangan ikut menjemput mereka. Maka sepanjang jalan pulang, mereka akan bermain-main dengan si Hitam di dalam mobil.
Suatu saat si Hitam jatuh sakit. Kami sudah membawanya ke dokter. Kata dokter si Hitam kena virus. Akhirnya setelah beberapa hari dirawat, si Hitam kondisinya makin memburuk hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Kami semua menangis mengantar kepergiannya. Si Hitam dimakamkan di bawah pohon palem di depan rumah kami.
Ini adalah foto si Hitam dan si Putih saat menemani si bungsu belajar, saat masih SD, sekarang ia sudah kuliah di Jepang (begitu cepat waktu berlalu!).
Mungkin bagi sebagian orang, binatang peliharaan tak begitu punya arti. Tapi bagi yang pernah mempunyai hewan peliharaan kesayangan, pasti bisa merasakan kesedihan mendalam akibat kematiannya. Benar-benar membuat hati sedih.
Nah, pada saat mengantri itu secara tak sadar saya sedih hingga mengeluarkan air mata. Teman-teman langsung menanyakan mengapa saya menangis. Sambil tertawa malu saya bilang saya teringat kucing saya yang sudah mati dan merasa sedih dengan kisah Hachiko. Ternyata ada beberaoa teman yang belum mengetahui kisah Hachiko.
Akhirnya untuk menghibur saya, teman-teman memberi saya privilege foto sendirian dengan patung Hachiko setelah kami foto bareng, sementara antrian masih mengular.
Terima kasih teman-teman tersayang! Hehehe dan ini adalah foto saya bersama patung Hachiko.
Bila kita menyayangi dan mencintai dengan tulus, cinta dan ketulusan itu akan kembali kepada kita. Tak peduli apakah kita mencintai manusia, binatang atau tumbuhan, semua memiliki energi yang sama untuk membalas cinta kita.
Mari tak henti menebar cinta dan sayang pada semesta!
Salam santun, tetap sehat untuk semua teman-teman pembaca tercinta! Terima kasih!
Seliara
Sumber:
wikipwdia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H