Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Masa Kecil Memelihara Ulat Menjadi Kupu-kupu

14 Maret 2021   00:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   00:45 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Desha dari Pixabay

Dear Diary, kisah ini terjadi di tahun 2009, nitip di sini ya!

Sore itu, saat kami sedang berjalan berdua pulang dari tukang cukur rambut, Azzam (10 tahun) berteriak dengan keras, "Mama ... ada ulat!!!"

Aku yang memang parno dengan si ulil imut, kontan langsung meloncat-loncat di tengah jalan sambil mengibas-ibaskan kerudungku, geli dan takut!

"Di sini, Ma ... ulatnya, ini di jalan, bukan di baju Mama ... haha ..." kata si Azzam tertawa sambil mencoba mengambil ulat itu.

"Lho... ulat kok di jalan ya, Mas?' tanyaku heran sekaligus lega.

"Nggak tahu, Ma... kita bawa pulang ya... ini kan ulat jeruk, Papilio demolius atau Common Lime Butterfly" kata si kakak yang sudah hafal dengan bentuk ulat jeruk, maklum kami sudah sering bergaul dengan makhluk hijau imut kesukaan anak-anak  itu.

"Kita bawa pulang ya Ma, taruh di pohon jeruk, tapi taruhnya di daun yang bekas dimakan temannya ya, ntar daun jeruk kita bolong semua deh,"  kata si kakak lagi.

"Boleh, ayo Mas Azzam ambil, berani tidak?" kataku, berharap kakak saja yang ambil.

"Susah, Ma,  dia ngeluarin tanduknya...hihi... " kata si kakak geli, eh geli atau takut ya.

Memang ulat kecil itu kalau disentuh badannya, ia akan mengeluarkan dua tanduk yang terletak di kepala. Tanduk itu berwarna kuning orange, kontras dengan warna badannya yang hijau. 

Konon itu adalah semacam alat perlindungan diri, karena tanduk yang keluar itu akan menyebarkan bau yang tidak disukai musuhnya. Kata Azzam sih baunya seperti mangga busuk. Sebenarnya aku penasaran baunya seperti apa, tapi sampai sekarang belum berani menciumnya.

Azzam berhasil mengambil ulat itu dan membawanya pulang. Akhirnya ulat kecil itu mempunyai area kekuasaan baru, pohon jeruk di pot rumah kami. Di pohon itu sudah ada satu kepompong yang beberapa hari lagi kuperkirakan akan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik.

Keesokan harinya, saat anak-anak hendak berangkat sekolah, seperti biasa kami melihat peliharaan kesayangan di pohon jeruk.

"Ulatnya mana ya, Ma?' tanya si adik.

"Mana ya? kita cari yuk!" jawabku sambil berusaha mencari ulat jeruk itu.

Maklum warna ulat itu hampir mirip dengan warna daun jeruk, hm Masya Allah cara ulat itu berkamuflase untuk melindungi diri dari si pemangsa.

"Hai lihat ini Dik, dia udah jadi kepompong!" kata kakak sambil menunjuk sebuah kepompong yang menggantung di bawah daun.

"Wah  pas banget kemarin kita menemukannya ya, Ma, " kata si kakak sambil memeriksa daun jeruk, ternyata tak ada yang dimakan.

"Baiklah, kita tunggu saja dia berubah menjadi kupu-kupu. Yuk berangkat sekolah dulu ya, Sayang ..."

Mungkin agak unik, mungkin tak biasa, tapi itulah salah satu kesukaan anak-anak, memelihara ulat dan mengamati perubahannya menjadi kepompong dan kupu-kupu. Kegiatan sederhana yang sangat menyenangkan.

Saat melihat ulat makan dengan rakus, dengan gigi-gigi kecil yang tajam dan tak berhenti makan berlembar-lembar daun jeruk. 

Saat ia mulai menggantungkan dirinya di bawah daun, dengan dua utas benang kecil namun kuat, berdiam beberapa hari saat menjadi kepompong. Saat berubah menjadi kupu-kupu dan melepaskannya terbang bebas, ada pendar bahagia yang tercipta saat mengamati semua fase itu.

Anak-anak sangat mencintai binatang dan tumbuhan, menghargai bahwa selembar daun bisa sangat berguna untuk kelangsungan hidup seekor ulat. Bahwa kita berhutang budi pada tumbuhan, karena tumbuhan adalah penghasil oksigen yang kita hirup. 

Bahwa kita memang tak bisa menghasilkan oksigen sendiri, tapi kita bisa menanam tumbuhan. Bahwa tetap ada yang bisa kita lakukan, hal-hal kecil dan sederhana, yang bermanfaat dan berguna, yang pastinya sangat menyenangkan dan membahagiakan saat kita bisa melakukannya dengan tangan kita sendiri!

Bintaro, 2009

Catatan : 

Sekarang si kakak sudah berusia 22 tahun dan si adik 20 tahun

Betapa cepat waktu berlalu, saat kisah di atas aku tulis, si kakak 10 tahun dan si adik 8 tahun

Semoga sehat terus ya Nak, semoga kebaikan dalam kehidupan selalu menyertaimu, semoga Allah selalu melindungimu.

Aamiiin yaa Robbal'alaamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun