Indonesia adalah negara yang dengan banyaknya keragaman budaya dan adat istiadat, mulai Sabang sampai Merauke. Masyarakat Indonesia memiliki multikultural dengan perbedaan etnis, agama, ras, dan kelompok yang meningkatkan keragaman nasional. Setiap daerah memiliki keunikan budayanya masing-masing yang lain saling melengkapi dan dapat menjaga eksistensi budaya tersebut. Hal ini membuktikan bahwa segala bentuk Masyarakat yang dapat dikategorikan secara sederhana, terdapat banyak sistem nilai budaya (cultural value) yang sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat.
Indonesia yang kaya budaya terdiri dari sejumlah besar orang, budaya dan peradaban (Mulder, 2001:47). Kebudayaan sebagai sarana pemersatu, terkadang sebagai sarana pengatur, membuka kemungkinan kemerosotan di berbagai bidang kehidupan seperti moral dan etika, dan kebudayaan menjadi kontrol perilaku sosial. Keragaman budaya Indonesia yang berbeda suku, dan adat istiadat merupakan kekayaan budaya yang perlu dikelola dengan baik. Bukan hanya budaya ini yang kendalikan, tetapi yang lebih penting harus dipertahankan dan dikembangkan lebih lanjut agar menjadi positif dalam perkembangannya. Di Indonesia, masih banyak budaya yang belum dilestarikan dan dikembangkan, karena beberapa di antaranya sudah mulai merosot dari identitas budaya aslinya.
Setiap daerah mempunyai kebudayaan yang tersebut berbeda-beda dimana kebudayaan telah menjadi ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya, dan merupakan warisan dari nenek moyang mereka secara turun temurun. Kebudayaan daerah Indonesia yang beraneka ragam menjadi kebanggaan sekaligus tantangan untuk mepertahankan serta mewariskan kepada generasi selanjutnya. Kebudayaan yang merupakan hasil dari warisan oleh para luhur berabad-abad yang lalu merupakan unsur penting yang harus di resapi, di hayati dan di lestarikan sebagai pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara bagi masyarakat Indonesia. Manggarai adalah salah satu daerah di Indonesia Timur yang memiliki budaya tersendiri. Salah satu budaya atau tradisi Manggarai yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat hingga saat ini adalah kumpul kope. Tradisi atau kebudayaan yang lazim di lakukan oleh masyarakat di Kabupaten Manggarai, salah satunya yaitu tradisi kumpul kope dalam mepersiapkan perkawinan anak laki-laki.
Tradisi Kumpul Kope yang diadakan sebagai bentuk solidaritas sosial pada Masyarakat. Faktor yang mempengaruhi Kumpul Kope adalah tingginya harga belis (uang panai) dalam perkawinan, dan keinginan untuk mempererat tali persaudaraan antar anggota. Sehingga masyarakat di tempat tersebut sangat menjunjung tinggi tradisi Kumpul Kope.
Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai anggota kelas yang sama. Atau bisa di artikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang di bentuk oleh kepentingan bersama. Solidaritas memiliki arti integrasi, tingkat dan jenis integrasi, ditunjukan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetanga mereka. Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat, hubungan sosial bahwa orang-oarang mengikat satu sama lain. Rasa Solidaritas akan muncul dengan sendirinya ketika manusia yang satu dengan yang lainya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Misalnya salah satunya di Manggarai namanya Paca atau Beli Dalam Mas perkawinan Adat Sistem Masyarakat Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur. Maka dari itu, rasa solidaritas sangat penting untuk di bangun oleh individu dengan individu yang lainnya atau kelompok tertentu dengan kelompok yang lainnya. Karena dengan adanya solidaritas, kita dapat bersatu dalam hal mewujudkan sesuatu secara bersama-sama melalui organisasi sosial Kabupaten Manggarai adalah salah satu bagian dari wilayah Nusa Tenggara Timur yang berada di Pulau Flores. Masyarakat Manggarai mempunyai adat dan budaya yang beraneka ragam serta kehidupan sosial masih di utamakan dalam menjalankan kehidupan dan merupakan pandangan hidup masyarakat etnis manggarai. Yang Kehidupan masih tergantung yang satu dengan individu yang lainnya. Dalam kaitan ini di daerah Manggarai, Flores, NTT dikenal adanya suatu budaya Paca atau Belis adalah Mas kawin yang di mana orang tua mempelai wanita menganggap bahwa mereka sudah melahirkan dan membiayai hidup anaknya sampai tamat sekolah atau perguruan tinggi, maka dari itu sebagai balas jasa atau imbalannya si laki-laki atau atarona wajib membayar Paca atau Belis kepada pihak keluarga perempuan. Dengan adanya Budaya Paca atau belis maka, bentuklah sebuah Perkumpulan Kumpul Kope kelurga laki-laki sebuah bentuk solidaritas sosial yang di lakukan oleh masyarakat Manggarai untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bersama melalui cara bergotong royong mengumpulkan dana persiapan perkawinan anak laki-laki. atau dengan istilah Manggarai (tae laki) ini masih pada tingkat persiapan awal/upaya-upaya awal kelurga pihak laki-laki yang hendak kawin (kudut kaeng kilo) Penginisiatif musyawarah tersebut adalah keluarga/ orang tua kandung kelurga calon mempelai laki-laki bersama anggota kelurga kerabat patrilinealnya (wa'u/asekae). Selanjutnya mereka mendekati kelurga kerabat tetangga (pa'ang ngaung), dan anggota hubungan kekerabatan karena kenalan dekat (Hae reba) pokok pembicaraan pada saat perkumpulan bantang kope yaitu bermusyawarah bersama menyangkut berapa besar dana yang akan disiapkan, baik secara kolektif maupun secara individu. Kemudian di tentukan juga kapan hari pelaksaan kumpul kope tersebut. Solidaritas dalam sebuah organisasi sangat di butuhkan, karena agar bisa menjalin kerja sama yang baik untuk bisa mempertahankan suatu organisasi tersebut. Karena dalam suatu organisasi kalau satu anggota ataupun kelompok tidak solid maka tidak akan bisa mempertahankan suatu komunitasnya ataupun organisasi tersebut.
Dalam hal ini manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain yang merupakan kerjasama dengan manusia lain yang tergabung dalam suatu kehidupan masyarakat sedangkan manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain, oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisai. Bersosialisasi disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya dengan maksud manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Potensi dalam diri manusia hanya dapat berkembang bila ia hidup dan belajar bersama manusia lainnya (Fian Assan, 2019).
Tradisi berasal dari bahasa Latin yaitu "Traditio" yang artinya diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah diteruskan adanya informasi yang dari generasi generasi berikutnya, baik lisan ke maupun tulisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisda pat punah. (Agustina, 2013: 8). Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yamg berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum di hancurkan, di rusak, di buang atau di lupakan. Dalam hal ini tradisi berarti suatu warisan, apa yang benar benar tersisa dari masa lalu. (Ridwan Sigit, 2017:113). Secara sederhana, nilai sosial dapat diartikan sebagai sesuatu yang baik, diinginkan, diharapkan, dan diangap penting oleh masyarakat. Hal-hal tersebut menjadi acuan warga masyarakat dalam bertindak. Pengertian nilai sosial menurut beberapa parah ahli sosiologi adalah sebagai berikut: Koentjaraningrat, mengartikan nilai sosial sebagai konsepsi konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal- hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup. Sedangkan menurut Horton dan Hunt, menyatakan bahwa nilai adalah gagasan gagasan yang menjelaskan mengenai apakah suatu tindakan dapat dikatakan penting atau tidak penting. (Elly M. Setiadi dkk, 2015: 123). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Nilai sosial adalah asumsi yang abstrak mengenai sesuatu yang baik, Benar, dan dianggap penting bagi kalangan masyarakat, serta gambaran tentang apa yang diinginkan, apa yang pantas, yang bisa mempengaruhi tingkah laku orang yang memiliki nilai tersebut.
Secara etimologi kumpul kope berasal dari dua kata bahasa Manggara yaitu kumpul, artinya kumpul, berkumpul, menghimpun dan kope, artinya Parang secara harfiah kumpul kope ialah mengumpulkan parang-parang, namun arti sebenarnya lebih dari yang harfiah yaitu pengumpulan dana untuk persiapan pernikahan dan membayar belis dalam nuansa persaudaraan dan penuh cinta. Penekanan utama kumpul kop e terdapat pada kata kope (parang). Kope yang berati parang ialah kiasan jenis kelamin laki laki/pria, atau pengumpulan dana. Kumpul kope adalah persatuan laki-laki untuk mengumpulkan dana dalam rangka persiapan perkawinan anak laki-laki (tae laki) (Nggoro, 2006: 86). Kumpul Kope mempunyai makna cukup luas dan dalam bagi kalangan laki-laki, yakni dalam rangka mempersiapkan diri secara matang dan bijaksana. Kumpul kope bermakna persiapan diri baik-baik, secara matang, dan pengumpulan dana yang cukup guna terlaksananya acara peminangan terhadap si gadis. Dalam menghadapi persiapan peminangan perempuan (ngo rei wina/ngo rei ine wai) pasti butuh persiapan yang meliputi: persiapan mental laki-laki yang mau melamar, persiapan dana yang cukup, persiapan waktu, tenaga dan lain-lain.
Kumpul Kope adalah berkumpulnya para pemuda yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan untuk mendukung saudara, sehabat mereka yang ingin menikah. Jadi kumpul kope merupakan pengumpulan dana atas dasar persatuan, kekeluargaan. Kumpul kope ini melibatkan keluarga kandung, (hae weki) para tetangga, (pa,ang olo ngaung musi) teman, sehabat, dan kenalan (hae reba). Dalam acara kumpul kope ini yang terlibat hanyalah laki-laki saja.
Perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status dari oleh orang lain. Perkawinan erupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Sebagaimana di kemuakakan oleh Horton dan Hunt, perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara, dimana dua orang atau lebih membentuk keluarga (Elly M. Setiadi, dkk, 2015: 304). Menurut pasal (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan. perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Trusto Subekti, 2010: 333) Perkawinan dalam tradisi kehidupan sosial orang Nusa Tenggara Timur umumnya menganut sistem genealogis patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah) dan disempurnakan oleh ritual berupa belis (material) yang wajib dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki berdasarkan kesepakatan kedua keluarga mempelai. Bagi masyarakat Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur khususnya masyarakat Mangarai, perkawinan menjadi hal yang sangat penting dalam praktek kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan masyarakat Manggarai upacara perkawinan menjadi suatu hal yang wajib guna untuk mendapatkan restu bagi orang yang ingin hidup berkeluarga. Tradisi, istilah, makna, serta tujuan dari prkawinan pada umumnya sama dalam kehidupan masyarakat di dunia ini, tapi yang berbeda terdapat dalam proses ritual yang ada dalam perkawinan tersebut. Pada masyarakat Manggarai upacara perkawinan tersebut terdapat berbagai upacara di dalamnya seperti tukar kila (cincin). pentang pitak, paca, dan lain-lain. Paca atau sering disebut belis dalam kebudayaan Manggarai merupakan sesuatu hal yang wajib dalam upacara perkawinan, dan merupakan tradisi yang turun temurun yang di lakukan masyarakat Manggarai ketika melakukan perkawinan. Dalam upacara paca ini di tandai dengan penyerahan mas kawin berupa binatang dan uang oleh keluarga anak wina (keluarga laki laki) kepada keluaraga anak rona (keluarga perempuan). Jumlah nilai paca atau belis ini di tentukan oleh keluarga anak rona (keluarga perempuan). Dalam paca ini terdapat adanya penukaran antara perempuan.
Perubahan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Semua manusia akan mengalami perubahan baik yang bersifat lambat maupun cepat. Sudah menjadi takdir bahwa setiap masyarakat manusia yang hidup di dunia ini pasti memiliki dinamika perubahan-perubahan tertentu pada dirinya yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Selanjutnya, "perubahan sosial budaya lazimnya dimulai dari infrastruktur material seperti ekonomi, teknologi, budaya" (Sanderson, 2000:65). contohnya dalam Masyarakat Manggarai yang di mana dahulunya Paca atau Belis tidak menjadi suatu patokan yang harus di bayar dengan maskawin yang lebih mahal. Namun dengan perkembangan zaman modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan seseorang menyebabkan terjadinya perubahan pada Belis atau Paca. Sehingga dengan demikian keluarga si laki-laki yang ada di Manggarai untuk memenuhi semua tuntutan Belis atau Paca pada si wanita tidak bisa terlepas dari kehidupan Solidaritas atau bergotong royong antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Disini mereka membentuk suatu Bentuk Perkumpulan Kumpul Kope.
Perkumpulan Kumpul Kope terbentuk pasti memiliki berbagai latar belakang terjadinya perkumpulan tersebut, sehingga dalam hal ini orang Manggarai membentuk sebuah perkumpulan Kumpul Kope yang beranggotakan Keluarga Patrilineal untuk memenuhi sebuah tuntutan budaya paca atau belis dalam masyarakat Manggarai. Perkumpulan Kumpul Kope berdiri pada tahun 2004. Asal mula terbentuknya Kumpul Kope berawal dari keinginan beberapa orang tua yang ada di Manggarai. Di mana mereka berpikir dengan adanya budaya Paca atau Belis biaya Mas kawinnya sangat besar, sehingga para orang tua mulai membentuk suatu Perkumpulan kecil yang beranggotakan keluarga patrilineal agar segala sesuatu berjalan dengan lancar dalam Perkawinan anak laki-laki mereka. Para inisiator berpikir dengan perkembangan zaman dan perkembangan pendidikan dari seorang anak perempuan maka Belis atau Paca lebih tinggi.
Oleh karena itu, mereka berinisiatif untuk membentuk sebuah wadah untuk berkumpul bersama agar yang berkaitan dengan budaya paca atau belis bisa terealisasi. Selanjutnya mereka mendekati keluarga kerabat ngaung), dan tetangga anggota (pa'ang hubungan kekerabatan karena kenalan dekat (Hae reba). Setelah semua keluarga beserta kerabat berkumpul lalu dilakukan pembicaraan bersama. Pokok pembicaraan pada saat perkumpulan tersebut adalah mengenai bantang kope bermusyawarah bersama menyangkut berapa besar dana yang akan disiapkan, baik secara kolektif maupun secara individu. Kemudian di tentukan juga kapan hari pelaksanaan Kumpul Kope tersebut. Munculnya adat perkawinan di Manggarai tidak diketahui secara pasti, tetapi sudah lama ada. Berdasarkan sejarah bahwa budaya belis dalam upacara pernikahan masyarakat Manggarai, awalnya istilah belis (paca), hanya untuk kalangan orang kaya atau orang berpengaruh. Misalnya kaum keturuna Raja atau orang yang mempunyai status sosial yang tinggi di masyarakat. Karena istilah belis (paca) hanya diterapkan apabila dari pihak woe (keluarga laki-laki) sanggup memenuhi segalah permintaan dari ineame (keluarga perempuan) dalam pelaksanaan perkawinan adat. Dan hal ini sangat dipengaruhi pada pelaksanaan perkawinan adat yang lain yang berstatus sosialnya rendah atau bukan keturunan raja. Secara umum terdapat tiga sistem dalam adat perkawinan dalam adat dan budaya Manggarai. Ketiga sistem perkawinan ini sudah ada sejak nenek moyang dulu. Tiga sistem perkawinan itu meliputi sistem perkawinan Tungku sistem perkawinan Cako dan sistem perkawinan Cangkang.
Ada beberapa proses yang harus dilakukan dalam perkawinan di Manggarai, meliputi: tuke mbaru (melamar), kawing (pernikahan), wagal (pengukuhan). Tradisi Kumpul Kope merupakan suatu budaya masyarakat Manggarai yang dilakukan keluarga mempelai laki-laki (tae laki) kepada keluarga kerabat patrilineal (ase kae/wau), keluarga kerabat tetangga (pa'ang ngaung), keluarga kerabat kenalan dekat (hae reba) pada saat anak laki-laki hendak menikah. Tradisi Kumpul Kope diadakan karena Tradisi Kumpul Kope sebagai ikatan hubungan dan persatuan antara keluarga patrilinealnya (ase kae/ wa'u) keluarga kerabat tetangga (pa;ang ngaung). Keluarga kerabat kenalan dekat (hae reba) dan Tradisi Kumpul Kope sudah menjadi tradisi yang melekat dalam kehidupan masyarakat Manggarai Jadi Tradisi Kumpul Kope ini adalah persiapan pernikahan, dukungan yang tanpa mengharapkan imbalan tanpa mengejar popularitas dan tanpa keistimewahaan. Jadi dalam Tradisi Kumpul Kope nilai-persaudaraan dan Persatuan bukan karena pertama-tama karena kita satu keturunan, satu suku, atau karena dipuaskan oleh yang lain melainkan karena cinta dan merasa bahwa kita semua adalah sama yaitu manusia yang membutukan kehadiran orang lain dalam hidup.
Berdasarkan sejarah bahwa budaya belis dalam upacara pernikahan masyarakat Manggarai, awalnya istilah belis (paca), hanya untuk kalangan orang kaya atau orang berpengaruh (Lon, 2016). Misalnya kaum keturunan Raja atau orang yang mempunyai status sosial yang tinggi di masyarakat. Karena istilah belis (paca) hanya diterapkan apa bila dari pihak woe (keluarga laki- laki) sanggup memenuhi segalah permintaan dari ineame (keluarga perempuan) dalam pelaksanaan perkawinan adat. Pelaksanaan perkawinan merupakan rangkaian yang panjang. Pelaksanaan perkawinan diawali terlebih dahulu dengan melakukan beberapa tahap/proses. Pihak mempelai laki-laki dan keluarganya harus terlebih dahulu mengunjungi keluarga perempuan untuk terlebih dahulu melakukan perkenalan, kalau kedua belah piahk laki-laki dan perempuan (suka sama suka) maka akan melaukan penukaran cincin sebagai tanda telah dilamar dan menyerahkan uang secara simbolis, Pihak keluarga laki-laki dan perempuan kembali bertemu untuk segerah membicarkan kapan dilangsungkan perkawinan dan menanyakan kepada keluarga perempuan apa yang harus di persiapkan oleh pihak laki-laki dalam melakukan acara perkawinan, Menentukan besarnya suatu yang di persiapkan biasanya sangat di pengarui oleh status sosial pihak keluarga laki-laki. Setelah permintaan dari pihak perempuan disepakati oleh pihak keluarga laki-laki maka pihak laki-laki akan menentukan tanggal dilangsungkan perkawinan disesuaikan waktu dari pihak perempuan.
Struktur organisasi perkumpulan kumpul kope diantaranya, Ketua Gendang: Sebagai perangkat upacara Adat, yang mengepalai rumah Adat dan berhak atas gong dan gendang adalah tua gendang. Apabila ada urusan musyawarah, maka musyawarah senantiasa dilaksanakan di rumah adat (mbaru gendang) dan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan. Ketua Kilo: Tua kilo (tua= Ketua, Kepala: kilo=keluarga, pasangan dalam satu turunan Patrilineal yang menjabat sebagai kepala keluarga (ayah/suami) yang mengayomi semua kelurga untuk hidup bergotong royong mebiayai perkawinan dari anak laki-laki. Sekretaris: Ditugaskan untuk menuliskan anggotanya serta mencatat jumlah uang yang di kumpulkan pada saat perkumpulan kumpul kope. Bendahara: Ditugaskan untuk menyimpan uang khas anggota keluarga patrilineal di Manggarai.
Hubungan antar sesama anggota perkumpulan Kumpul Kope dibangun berdasarkan kekeluargaan, di mana interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain saling membutuhkan. Seperti yang diungkapkan oleh Gerungan yaitu "individu yang satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastik kepada individu yang lain, dimana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain" (Gerungan, 2000:57). "Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok" (Rahman D, dkk, 2000:21). "Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan saling timbal balik" (Waligito, 2003:57). Dari pandangan diatas diungkapkan bahwa, hubungan antar anggota perkumpulan Kumpul Kope di Manggarai sangat solid dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Hubungan antar sesama anggota perkumpulan kumpul kope di Manggarai sangat harmonis dan interaksi antar sesama anggota terjalin sangat positif dan baik. Mereka saling membutuhkan satu sama lain ini terbukti dari kekompakan mereka untuk hadir dan memberikan bantuan dalam bentuk dana, pikiran, waktu dan tenaga pada saat salah satu anggotanya mengalami kesulitan dalam pembayaran Mas kawin dari anak laki-laki mereka yang hendak menikah, setiap persoalan ataupun kesulitan yang dihadapi oleh anggotanya merupakan persoalan bersama sehingga setiap anggota secara ikhlas membantu meringankan proses bebannya. Peminangan pada keluarga perempuan berjalan dengan baik dan lancar. Dengan adanya hubungan yang baik dan terjadinya interakasi sosial antara sesama anggota Kumpul Kope di Manggarai sehingga terjalinnya proses peminangan awal pada pihak keluarga perempuan. Kumpul Kope dikatakan sebagai sebuah bentuk solidaritas sosial karena di dalam perkumpulan Kumpul Kope semua beranggotakan berdasarkan darah dalam satu garis hubungan keturunan. Sehingga jarang terjadi suatu permasalahan/ konflik di dalam menjalankan suatu program perkumpulan Kumpul Kope. Meskipun ada sedikit permasalah diantaranya jika keterlambatan dalam pembayaran uang arisan perkumpulan perkawinan dari anak laki-laki, tetapi itu tidak sampai ada konflik secara fisik, hanya berupa teguran dari Ketua Kilo agar segera melunasi kewajiban sesuai dengan kesepakatan awal dibentuknya sebuah perkumpulan.
Kumpul kope merupakan kebiasaan sebagian besar masyarakat Manggarai, sebagaimana yang telah dilakukan di Manggarai. Secara umum, kumpul kope bertujuan untuk mengumpulkan uang dalam rangka membantu calon mempelai laki-laki dalam membiayai proses perkawinannya. Lebih dari itu, kebiasaan tersebut sesungguhnya mengedepankan penerapan nilai kebersaman, ekonomis, solidaritas dan sosial bagi masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa acara kumpul kope yang dijalankan oleh masyarakat Manggarai bukan sekadar kegiatan mengumpulkan uang tetapi sebagai bukti bahwa sebagian besar masyarakat peduli, solider, dalam kehidupan sebagai suatu kelompok atau komunitas. Proses pelaksanaan tradisi kumpul kope terdiri dari tiga tahap yaitu, dali dia-dia kope, bantang kope, dan kumpul kope. Pertama, adanya persiapan lahir batin dari calon mempelai laki- laki (tae laki) untuk menikah dan membentuk keluarga baru (dali dia kope). Kedua persiapan awal/upaya-upaya awal perlaksanaan tradisi kumpul kope dari keluarga/pihak laki-laki yang hendak kawin melalui musyawarah bersama (bantang kope). Ketiga tradisi kumpul kope dilaksanakan di mana keluarga yang datang hanya memberikan uang, makan bersama dan menyampaikan dari keluarga calon mempelai laki-laki mengenai pelaksanaan perkawinan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Kumpul Kope: (1) Nilai Solidaritas diartikan perasan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang membentuk oleh kepentingan bersama. Tradisi kumpul kope dapat terlaksana melalui kerja sama masyarakat sehingga akan menikat rasa solidaritas mereka, bahkan karena mereka merasa dari leluhur yang sama, implikasi rasa solidaritas akan semakin tumbuh. Nilai solidaritas disini mengandung pengertian bahwa dalam pelaksanaan Tradisi Kumpul Kope banyak pihak terlibat, bukan hanya keluarga dekat tetapi masyarakat juga terlibat didalamnya; (2) Nilai Kekeluargaan yaitu Tradisi Kumpul Kope menunjukkan bahwa tidak satupun kegiatan yang lepas dari keterlibatan keluarga. Kenyatan ini menunjukan tingginya nilai kekeluargaan yang masih kental dan telah mengakar kuat dalam setiap aktivitas upacara tradisional. Proses pelaksanaan perkawinan di Manggarai ada tiga tahap: (1) Pihak mempelai laki- laki dan keluarganya harus terlebih dahulu mengunjungi keluarga perempuan terlebih dahulu melakukan perkenalan, kalau kedua belah pihak laki-laki dan perempuan (suka sama suka) maka akan melakukan penukaran cincin sebagai tanda telah dilamar dan menyerahkan uang secara simbolis; (2) Pihak keluarga laki-laki dan perempuan kembali bertemu untuk segerah membicarakan kapan dilangsungkan perkawinan dan menanyakan kepada keluarga perempuan apa yang harus di persiapkan oleh pihak laki-laki dalam acara perkawinan; (3) Menentukan besarnya suatu yang di persiapkan biasanya sangat dipengaruhi oleh status sosial pihak keluarga laki-laki. Setelah permintaan dari pihak perempuan disepakati oleh pihak keluarga laki-laki maka akan menentukan tanggal dilangsungkan perkawinan disesuaikan waktu dari pihak perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H