Kekerasan seksual adalah tindakan yang melibatkan penggunaan kekuatan fisik maupun tekanan emosional untuk merampas hak seseorang atas tubuhnya tanpa adanya persetujuan.Â
Dalam hal ini kekerasan seksual tidak hanya merujuk pada tindakan fisik, melainkan mencakup ancaman, pelecehan secara verbal, dan eksploitasi keadaan demi keuntungan sensual.Â
Kekerasan seksual tidak hanya terjadi dalam ruang lingkup masyarakat saja, tetapi juga dalam dunia pendidikan dimana ini bisa terjadi di berbagai tingkatan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.Â
Adanya kekerasan seksual melibatkan berbagai bentuk agresi seperti pelecehan seksual oleh rekan sebaya, pelecehan seksual oleh guru atau staf, pelecehan seksual secara online, eksploitasi seksual, pemaksaan seksual, dan perundungan seksual.Â
Dari tindakan-tindakan tersebut secara langsung dapat menimbulkan trauma psikologis, isolasi sosial, rasa bersalah dan ketakutan serta krisis identitas kepada korban.
Kekerasan seksual dalam dunia pendidikan terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah:
- Adanya stigmatisasi. Para korban yang mengalami kekerasan seksual seringkali mendapatkan stigma sosial sehingga ini bisa menimbulkan perasaan takut untuk bersuara.
- Kurangnya pengawasan dari lembaga pendidikan. Dalam beberapa kasus, lembaga pendidikan dianggap gagal dalam mengawasi sekaligus menangani adanya pelanggaran seksual. Akibatnya, terciptalah lingkungan bebas dimana pelaku dapat lolos tanpa konsekuensi.
- Minimnya tingkat kepedulian terhadap dampak dari kekerasan seksual di dunia pendidikan. Sikap acuh tak acuh terhadap pelanggaran seksual dapat memungkinkan permasalahan ini terus berlanjut tanpa adanya kesadaran dari masing-masing pihak.
- Penyalahgunaan kekuasaan dan kendali. Guru, staf, dan siswa yang memiliki kekuasaan atas orang lain dapat menyalahgunakan hal tersebut untuk keuntungan seksual.
Dalam menyikapi permasalahan ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan dimana kekerasan seksual di dunia pendidikan merupakan masalah serius dan harus mendapatkan tindakan yang tegas. Kekerasan seksual tidak lagi menjadi permasalahan biasa dikarenakan hal ini sudah merujuk pada pelanggaran hak asasi manusia yang dapat merusak kesejahteraan fisik, emosional, dan psikologis.Â
Penting bagi lembaga pendidikan untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam mencegah dan mengatasi adanya kekerasan seksual termasuk dengan menerapkan kebijakan yang ketat, memberikan pendidikan tentang hak-hak dan perlindungan kepada siswa sekaligus staf, serta memberikan dukungan kepada korban. Semua anggota masyarakat pendidikan, termasuk guru, siswa, staf administrasi, dan orang tua, harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Pelibatan tingkat kesadaran tentang masalah ini, pemahaman mengenai tanda-tanda kekerasan seksual, dan kebebasan korban untuk bersuara juga perlu dicermati agar kasus pelanggaran seksual tidak terus berlanjut. Selain itu, hukum dan peraturan yang ketat harus diterapkan untuk menghukum pelaku kekerasan seksual di dunia pendidikan.Â
Hal ini tentu saja perlu diimplementasikan dengan baik agar korban mendapatkan hak yang seharusnya. Jika ditinjau dari beberapa kasus, seringkali pihak lembaga pendidikan tidak memprioritaskan kenyamanan korban dan memilih untuk menutup kasus pelanggaran seksual dengan memihak pada pelaku. Maka dari itu, perlu adanya edukasi mengenai ketegasan hukum kekerasan seksual dalam ruang lingkup pendidikan.
Adapun beberapa solusi yang dapat diambil untuk mencegah kekerasan seksual di dunia pendidikan yaitu melalui penerapan P2A (Pengawasan, Pelatihan, dan Advokasi)
- Pengawasan: Lembaga pendidikan harus memiliki sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah kekerasan seksual yang mencakup pemantauan staf, lingkungan fisik, dan aktivitas di dalam lembaga.
- Pelatihan: Semua masyarakat di lembaga pendidikan harus menerima pelatihan tentang bagaimana mengidentifikasi dan menangani kekerasan seksual serta sosialisasi mengenai pentingnya kesadaran untuk peduli dampak fisik dan psikologis dari kekerasan seksual.
- Advokasi: Dalam hal ini, lembaga pendidikan dapat mengadvokasi atas nama korban, membantu korban dalam menghadapi sistem hukum jika diperlukan, dan memastikan hak-hak korban dihormati.
Dengan adanya implementasi dari P2A (Pengawasan, Pelatihan, dan Advokasi) diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan kekerasan seksual dalam ruang lingkup pendidikan serta menciptakan lingkungan yang inklusif bagi lembaga pendidikan.Â
Hal tersebut penting untuk dilaksanakan agar tidak ada lagi korban dan pelecehan berkelanjutan dikarenakan fungsi utama dari pendidikan adalah tempat dimana setiap individu berhak mendapatkan ilmu pengetahuan, ruang untuk mengembangkan potensi, dan pembentukan individu yang berkarakter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H