Mohon tunggu...
Silfi Amelia Putri
Silfi Amelia Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Nama saya Silfi Amelia Putri. Biasanya,semua orang memanggil saya Echy. Saya lahir di Sangiang,10 mei 2006. Saya saat ini berumur 19 tahun. Saya saat ini kuliah di universitas Muhammadiyah Mataram. Sebelum menempuh jenjang perkuliahannya, saya bersekolah di SDN 1 Sangiang, SMPN 3 wera, dan SMAN 3 wera. Sewaktu bersekolah saya sangat menyukai mata pelajaran fisika. Tidak hanya itu saja, saya juga menyukai beberapa mata pelajaran lainnya. Hobi saya sehari-hari adalah membaca buku. Saya juga suka bermain olahraga bola volly dan permainan lainnya di akhir pekan. Saya juga memiliki banyak teman, baik itu teman sekelas sewaktu SD, SMP, SMA, maupun teman perkuliahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Psikososial Erik Erikson

23 Oktober 2024   07:56 Diperbarui: 23 Oktober 2024   08:05 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Psikososial Erik Erikson: Delapan Tahapan Perkembangan Manusia


Erik Erikson lahir pada 15 Juni 1902 di Frankfurt, Jerman. Ia merupakan seorang psikolog dan psikoanalis yang terkenal karena teori perkembangan psikososialnya. Latar belakangnya yang beragam, termasuk pengalaman hidup di Jerman dan kemudian pindah ke Amerika Serikat, mempengaruhi pemikirannya. Erikson dikenal dengan konsep delapan tahap perkembangan yang mencakup tantangan psikologis yang harus dihadapi individu sepanjang hidup mereka. Teorinya menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam membentuk identitas dan perkembangan individu.

A. Pengertian teori psikososial Erik.           Erikson 

Teori psikososial Erik Erikson adalah sebuah teori perkembangan manusia yang menekankan pentingnya interaksi sosial dan pengalaman dalam membentuk identitas seseorang sepanjang hidup. Erikson mengidentifikasi delapan tahap perkembangan, masing-masing dengan krisis psikososial yang harus dihadapi individu. Keberhasilan dalam menyelesaikan setiap tahap akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya dan membentuk karakter serta kemampuan sosial individu. Tahapan tersebut meliputi:

1. Tahap Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)

Pada tahap ini, bayi belajar untuk mempercayai lingkungan mereka. Jika kebutuhan dasar mereka terpenuhi dengan konsisten, mereka akan mengembangkan rasa percaya. Sebaliknya, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ketidakpercayaan akan berkembang.

2. Tahap Otonomi vs. Malu dan Keraguan (1-3 tahun)

Anak-anak mulai mengeksplorasi kemandirian mereka. Jika orang tua mendukung upaya ini, anak akan merasa otonomi. Namun, jika terlalu banyak kritik atau pengawasan, mereka mungkin merasa malu dan ragu pada kemampuan diri.

3. Tahap Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Anak-anak belajar untuk mengambil inisiatif dan mengeksplorasi ide-ide baru. Dukungan dari orang tua akan memperkuat rasa inisiatif, sementara pengawasan yang berlebihan dapat menimbulkan rasa bersalah atas keinginan mereka.

4. Tahap Produktivitas vs. Rasa Rendah Diri (6-12 tahun)

Anak-anak mulai berinteraksi dengan teman sebaya dan belajar keterampilan baru. Kesuksesan dalam aktivitas ini akan mengarah pada rasa produktivitas, sedangkan kegagalan dapat menimbulkan rasa rendah diri.

5. Tahap Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Remaja mencari identitas diri mereka. Mereka bereksperimen dengan berbagai peran dan nilai. Dukungan dari lingkungan sosial dapat membantu membangun identitas yang kuat, sementara ketidakpastian dapat menyebabkan kebingungan.

6. Tahap Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)

Pada tahap ini, individu mencari hubungan intim dan berkomitmen. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sehat dapat mengarah pada intimasi, sedangkan ketidakmampuan untuk melakukannya dapat menyebabkan isolasi.

7. Tahap Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)

Individu berusaha memberikan kontribusi kepada generasi berikutnya, baik melalui pekerjaan, keluarga, atau komunitas. Rasa generativitas muncul dari kemampuan ini, sementara stagnasi dapat muncul jika individu merasa tidak memberikan dampak yang berarti.

8. Tahap Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Di usia tua, individu merefleksikan hidup mereka. Jika mereka merasa puas dengan pencapaian hidupnya, mereka akan merasakan integritas. Sebaliknya, jika mereka merasa penyesalan atau kehilangan, mereka dapat mengalami keputusasaan.

Kesimpulan

Teori Erikson memberikan kerangka kerja untuk memahami perkembangan psikologis manusia dalam konteks sosial. Setiap tahap memunculkan tantangan yang harus dihadapi, dan keberhasilan atau kegagalan dalam mengatasi tantangan ini akan mempengaruhi perkembangan individu selanjutnya. Teori ini masih relevan dalam psikologi modern dan digunakan untuk memahami berbagai aspek kesehatan mental dan perkembangan manusia.

Referensi 


1. Erikson, E. H. (1950). Childhood and Society. New York: W. W. Norton & Company.

2. Erikson, E. H. (1963). Youth: Change and Challenge. New York: Basic Books.

3. Erikson, E. H. (1982). The Life Cycle Completed. New York: W. W. Norton & Company.

4. Papalia, D. E., & Martorell, G. (2013). Experience Human Development. New York: McGraw-Hill.

5. Schwartz, S. J., & Cote, J. E. (2005). "Identity and Agency in Emerging Adulthood: Two Developmental Tasks." Journal of Adult Development, 12(1), 19-25.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun