Mohon tunggu...
Selfanny Meilania
Selfanny Meilania Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar - Siswi SMA Plus Ar-Rahmat

Saya merupakan siswi SMA Plus Ar-Rahmat Cileunyi yang juga merupakan seorang digital painter. Karya-karya gambaran saya dapat anda lihat di ig:Syapii_ping

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'memaknainya 04'

25 Agustus 2024   21:53 Diperbarui: 25 Agustus 2024   21:55 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi tahun-tahun kenakalannya berhasil ditangani. Satu yang tidak bisa, anak lelaki ini ternyata tumbuh dengan membawa perasaan pada teman perempuannya. Apa mau dikata, perasaan ini memang mengalir begitu saja. Seperti air yang berjatuhan di setiap daun yang miring.

"Mima, kenapa harus pulang? Aku belum melamar perempuan itu. Aku ingin Mima hadir di hari pernikahanku."

Itu keluhannya 9 tahun lalu, tangisan pertamanya setelah pulang dari asrama. Di stasiun malam itu.. di tengah bisingnya orang-orang, tangannya memegang tangan keriputku. Dia terlihat mengusap gusar wajahnya berkali-kali, memijat batang atas hidungnya sampai memerah, membenarkan kemejanya dengan gerakan kaku.

"Mbok doakan semoga pernikahanmu lancar. Jadi suami yang baik, sabar, sayang sama keluarga. Uang tabungannya harus semakin diisi, biar nanti ga repot kalau ada anak. Mbok minta maaf kalau Mbok bikin salah, baik-baik ya di sini. Jaga Papa, jangan sampai sakit."

Salam terakhir itu berakhir dingin, angin kencang tetap meringkusku untuk pulang, seerat apa pun dahan menahannya. 9 tahun lalu terasa hanya satu menit, momen-momen saat pemuda itu dalam asuhanku sedikit demi sedikit mulai pudar.

Tapi pagi ini rasanya ada secangkir teh hangat yang membawa kembali tetesan-tetesan kenangan itu. Tehnya pahit, kabar ini seburuk-buruknya kabar bagiku. Wartawan duda ini terlalu tajam, tulisannya terlalu berapi-api dengan asap yang menghitam. Tapi yang kali ini tulisannya terlalu penuh makian. Menjadikannya sebagai sasaran amarah bagi siapa yang ditodongnya. Potret wajah lebamnya karena dipukuli oknum tercetak di ratusan lembaran koran, memicu banyak polemik panas yang belum ditemukan pemadamnya.

Putraku... Dia butuh perlindungan... Dia perlu sebuah penawar... 

Putraku... Tangannya hanya tangan kecil yang bermain dengan pensil... 

Putraku... Ya ampun... Bagiku bahkan dia hanya anak sembilan tahun yang penuh tanya...

"Mima... Ini Bara..."

Perawakan jangkungnya terdiam di tengah pintu, wajah lebamnya masih terlihat membiru dengan darah kering. Jalannya tak lagi seimbang, mungkin karena diinjak-injak oleh oknum. Badannya sedikit bungkuk, mungkin karena dipukuli oleh oknum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun