KAMIS, 22 AGUSTUS 2024
Sesuatu itu dilakukan, sedikit meledak dan menyambar tanganku. Binatang-binatang itu bilang lukaku hanya luka kecil, tapi aku tetap meringis dengan beberapa air tertahan di sudut mata. Sekali lagi, sesuatu itu dilakukan. Kali ini, perutku terasa akan mengeluarkan ususku yang sedang sibuk mengolah nasi basi. Binatang-binatang itu tak bersuara, mereka menyeringai. Sekali lagi, mereka melakukan sesuatu itu. Aku tahu, jika aku tetap diberi hidup maka akan kujalani dengan kebencian terhadap petasan. Petasan sialan! Binatang-binatang ini tidak tahu cara memainkan petasan yang benar!
Ruangan ini juga menyebalkan. Gelapnya membuat aku tak bisa melihat jelas wajah bedebah binatang-binatang itu. Sunyinya menenggelamkan teriakanku. Tapi bau lembapnya sedikit membatu hidungku yang pusing mencium parfum-parfum mahal binatang-binatang itu.
Hmm... Hmm... Hmm...
"Jusuf! Berisik!" Alia kembali menyumbangkan suaranya untuk berteriak. Aku hanya tersenyum, lalu kembali bergumam menyanyikan lagu kesukaan Alia. Mungkin memang sudah muak, aku mendengar suara panci terbanting dari rumah sebelah itu.
"Nanti ada jurnalis yang akan datang ya? Jangan lupa ceritanya lebih di dramatiskan lagi. Biar makin berapi-api!" Voice note dari Abi kuabaikan, aku punya jurnalis pilihan untuk menceritakan petasan sialan itu. Yang satu ini... Aku hanya ingin melihat wajahnya tanpa harus bercerocos.
Menjelang matahari bersinggasana, jurnalis ter borgol itu menepati janjinya. Tidak kusediakan kudapan apa pun, aku yakin makanan di rumahnya yang memiliki puluhan pelayan sudah cukup untuk membuatnya kenyang.
Oh sayang.. kami berhadapan dengan keadaan yang hampir mirip. Babak belur. Wajah cantik jurnalis ter borgol itu terlihat membiru dengan sedikit benjolan di kening kanannya. Matanya kembali mengeluarkan air mata seperti malam itu, penuh kebingungan, ke muakkan, kemurkaan.. entahlah semua keburukan seolah berseluncur bebas di atas pipinya.
"Aku kehabisan peluang, mungkin sekarang aku yang akan dibinasakan."
Inikah nasib wanita si jurnalis ter borgol di depanku? Wanita yang menolong seorang lelaki yang hampir dibakar hidup-hidup karena mencoret-coret foto si 'raja gorong-gorong'. Wanita yang menangis saat mengobati luka bakar diperutku sambil terus berkata "jangan maafkan papaku, aku janji aku akan mencoret wajahnya dengan pisau malam ini." Dia juga wanita yang kulihat berada di antara binatang-binatang buas. Terlihat seperti seekor kucing di balik puluhan serigala.
Anak ini, memang pembangkang yang hebat. Indung bapaknya lebih suka membungkam, tapi anaknya lebih suka membuka mulut selebar-lebarnya. Indung bapaknya lebih suka tangan-tangan kecil ini terikat, tapi anaknya lebih suka tangan-tangan kecil ini terangkat hingga langit ke tujuh.
Pilihan itu akhirnya muncul juga di otak kami, mengupas seluruh kulit-kulit yang terlihat suci itu untuk kemudian menampilkan kulit-kulit yang amat busuk, bau, kotor dan penuh kerakusan. Kelak jika itu terjadi, semua pasang mata kuyakini akan mengeluarkan darah-darah kemurkaan. Kelak jika itu terjadi, wanita ini-Rita, dia mungkin akan ikut mati karena akan terjadi pemberontakan hebat di rumahnya. Tapi kuyakini dia tidak akan ketakutan, dia senang... Tangannya akhirnya terlepas dari borgol setan, dia bebas dari segala kemunafikan keluarga binatangnya.
Tertikamlah... Terjatuhlah... Terkuburlah... Wahai binatang-binatang....
Catatan Penulis
Memaknai 03 adalah cerita memaknai ketiga yang penulis tulis dibuku hariannya. Memaknai 01 & Memaknai 02 akan diunggah menyusul di lain hari. Akan ada juga cerita-cerita 'Memaknai' lainnya yang akan diunggah. Nantikan cerita-cerita absurd-nya hanya di akun ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI