Malam hari raya menjelang lebaran, menjadi malam bagi -- bagi hadiah. Ya, berbagi hadiah opor dan ketupatnya masih jadi primadona pada musim menjelang lebaran. Sekilas hal yang biasa, tapi kegiatan ini rutin berlangsung hampir di beberapa daerah.Â
Kegiatan berbagi makanan khas lebaran dari satu tetangga ke tetangga lainnya. Mungkin sudah menjadi tradisi, dan membagi masakan merupakan hal yang biasa. Tapi saya menilainya sebagai bentuk hadiah, harmonisasi kehidupan bertetangga.
Bagaimana sebenarnya asal mula ketupat menjadi makanan yang selalu ada saat moment Ramadhan?
Sunan Kalijaga yang pertama kali memakai tradisi ketupat (kupat) sebagai media penyebaran islam. Berdasarkan kisah, ketupat merupakan ungkapan bahasa Jawa yang berasal dari kata "ku = ngaku" (mengakui) dan "pat = lepat" (kesalahan).Â
Pada waktu itu banyak masyarakat masih meyakini ke sakralan ketupat. Kesakralan ketupat dinilai dari beberapa wilayah yang hanya menyajikan panganan itu pada musim tertentu, bahkan masyarakat Bali menjadikannya sebagai sesajen. Seiring berjalannya waktu, dan terjadi perpaduan antara budaya dan keyakinan, akhirnya membuat makna "Sakral ketupat" bergeser menjadi tradisi islami. Dan makanan primadona umat islam saat momen lebaran.
Setiap rumah, bermotif yang sama untuk ikut membagikan masakan. Tidak terkecuali yang diantar masakan, juga sudah menyiapkan masakannya yang ingin diantar juga ke tetangga. Alhasil. Terbentuklah tradisi saling tukar isi mangkuk masakan. :')
Alhamdulillah, SOP masakan malam takbiran tiap rumah ter-standar nasional. Yaa. ketupat, rendang, sayur kerecek, dan opor. Sehingga hal ini mempermudah proses pengawetan makanan, kalau -- kalau makanan tersebut tidak habis dalam sehari. Biasanya ibu suka mencampur bersama masakan tetangga - tetangga yang sejenis dalam satu panci untuk diangetin supaya awet. :))
Dan.. berbagi makanan ini sudah menjadi tradisi yang dapat mempererat tali silaturahmi sesama umat bertetangga. Saya menilainya sebagai hadiah "handmade" para ibu -- ibu untuk keluarga dan tetangga sekitarnya. Terima kasih para ibu -- ibu yang kreatif dan inisiatif. Jangan hilang ya budaya ini selama masih dilimpahkan rezeki dan nikmat sehat.
Dan buat anak -- anak serta ayah, jangan coba -- coba hari terakhir makan di luar (masih ada bukber di luar), kalau gak pengen liat kaum ibu -- ibu jadi ngambek bete dan gak mau masakin lagi buat makan bersama. Haha serem lah kalau perempuan udah bertanduk. :))
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H