Mohon tunggu...
selestin nisfu
selestin nisfu Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Epidemiologi Kesehatan

on learning process. love every little things to write in.

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

From Anak Rantau's Ramadan Memories With Love

23 Mei 2018   21:48 Diperbarui: 23 Mei 2018   22:23 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Home isn't a place, its a feeling"

Cecelia Ahern

Begitu katanya, quotes favoritku.

Singkatnya rumah bukanlah suatu tempat, melaikan sebuah rasa

Dimanapun kamu berpijak, ketika kenyamanan yang kamu dapati mungkin tempat itu adalah rumahmu

Semacam kura-kura, pergi kemanapun membawa rumahnya, yaa, dan aku membawanya dalam bentuk rasa

Keluarga adalah sekumpulan orang, yang terikat rasa nyaman di dalamnya

Sekumpulan orang yang terikat secara garis keturunan ataupun garis takdir pertemuan tanpa ikatan darah

Tapi mereka berkumpul dan memberi kenyamanan satu sama lain

Aku, si perantau

Yang nampaknya selalu pergi dan selalu menemukan rumah di setiap perjalananku

Selalu pergi, membawa kehangatan rumah yang kutinggali untuk mencari dan menemukan rumah lain di takdir hidup perantauanku

Ramadhan adalah bagian terpenting bagiku untuk menyadari

Bahwa benar keluarga selalu bisa didapatkan dimana saja

Dan setidaknya dunia masih mampu bertahan lebih lama lagi, selama masih banyak kita menemukan orang baik dan mereka belum punah dari muka bumi

Aku dan Semarang, romantis puasa di kota seribu pintu

Kota perantauan, dimana orang -- orang bernasib sama saling menemukan

Berkumpul membangun kehangatan sahur bersama

Ada 14 pintu disana, di tempat aku menemukan kenyamanan dan menyebutnya keluarga

Suara langkah kaki turun naik tangga menuju dapur, menyapa "Sahur pake apa mbak?", "tok...tok..udah bangun belum? Sahur yuk"

Berkumpul di salah satu kamar, sambil nonton serial TV Ramadhan tentang sahur

Sampai adzan berkumandang dari mushola yang menempel tepat di sebelah rumah kami bersama

Rukun, keluargaku di Graha Cantik

Tidak selesai disana, sepanjang puasa di pagi, siang, dan sore

Kutemukan sekumpulan orang lainnya dengan takdir yang sama

Takdir kami untuk belajar di kampus ungu

Keluarga di kelas, mengikuti perkuliahan hingga menjadikan kelas bioskop dadakan saat tidak ada dosen yang masuk

Hingga merancang agenda berbuka puasa bersama

Membuat kenangan yang ketika kenangan itu dirindukan, hanya foto dan rasa yang bisa menjadi obatnya

Romantisme lain kudapati, saat  berpuasa

Aktivitas bersama keluarga biru, keluargaku yang lain juga terus dilaksanakan

Sesekali berbuka bersama mereka, sekaligus moment perpisahan untuk kenangan berorganisasi selama setahun

Romantis bagiku seperti mengenang kembali hal -- hal sederhana di masa lalu, dan hanya tulisan yang bisa menjadi obat, karena mengulang kembali kenangan tentu tidak mungkin, sesederhana apapun itu

Berburu makanan untuk berbuka puasa, tarawih bersama di mushola yang super express, begadang bersama membuat tugas di bulan Ramadhan.

Aku rindu. Dan merasa beruntung menjadi anak rantau.

Hingga di ujung hari, suara telfon berdering, ada lelaki dengan suara hangat di ujung telfon, "Assalamualaikum Nduk, sehat? Puasanya lancar? Bapak, masak sayur asem nih sama teri dan sambel. Enak deh, kasian deh kamu, pasti sahur besok masak mie instan?", ledek suara ayahku di ujung sana. Aku tahu dia pasti sedang rindu -- rindu nya, masakannya aku makan. Sampai -- sampai laporan ia punya menu apa untuk sahur besok.

"Pak, aku sehat. Nanti aku pulang masak yang banyak yaaa. Tahu kan disini aku kekurangan gizi. Heheee. Tapi aku sehat dan banyak teman -- teman disini. Besok telfon ya bangunin aku sahur", jawabku untuknya

Begitulah keromatisan, ayah dan anak dalam long distance relationship di bulan Ramadhan. Kerinduan yang bisa disampaikan lewat telfon. Dan ia rumah utama, sebanyak -- banyaknya aku memiliki keluarga di rantau. Bapak adalah prioritas keluargaku, yang pintunya senantiasa terbuka menyambutku pulang kapan saja. Dan karena doanya, aku jadi bisa menemukan orang -- orang baik di rantau. Kebaikannya berbuah manis mengalir untuk anak -- anaknya.

Dan sekarang, saat masa perantauanku selesai. Berpuasa didekatnya, selalu jadi hal berharga. Sahur bersama,  Semoga kita selalu bersama dan berjumpa dengan Ramadhan tahun -- tahun selanjutnya.  Juga salam rinduku untuk keluargaku di Semarang.

Salam Hangat,

Aku. si Ex Perantauan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun