Mohon tunggu...
Abdul Basir
Abdul Basir Mohon Tunggu... profesional -

Mantan guru Biologi. Sedang aktif di dunia Startup. Penulis dan pencerita macam-macam.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kenali Akun Hoaks ala Saracen dengan Tips Berikut

31 Agustus 2017   09:09 Diperbarui: 31 Agustus 2017   18:58 3935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: money.cnn.com

Belakangan ini ada beberapa kejadian yang lagi ramai di repoeblik.

Apakah itu soal penipuan puluhan ribu Jemaah umrah oleh first travel, investasi 14 triliun Alibaba pada Tokopedia, terbongkarnya kedok jaringan hatred buzzer bernama Saracen, hingga divestasi saham Freeport menjadi 51% milik Indonesia.

Karena saya tidak memiliki pengalaman menipu puluhan ribu jemaah, belum pernah ditanamkan modal hingga angka triliunan, dan tidak paham bagaimana negosiasi saham di tingkat korporasi dan diplomasi negara, maka di tulisan kali ini saya memilih untuk membahas tentang Saracen saja.

Semoga dapat menjadi manfaat.

Sebagai pembuka tulisan, saya tidak ingin berusaha membuatmu sepaham dengan saya. Namun, saya merasa perlu bilang, bahwa tidak ada ideologi pada bisnis ala Saracen ini.

Sekali lagi.

Tidak ada ideologi pada Saracen.

Walau bertujuan untuk menguntungkan pihak pemesan, yang biasanya memang cenderung ke salah satu kubu yang sedang berpolemik apapun. Bisa jadi mereka tidak ada urusan dengan ideologi atau perjuangan tertentu.

Ideologi mereka adalah ideologi kapital para pemesan jasa. Siapa bayar mereka akan berkoar. Jadi, tidak karena namanya Saracen, maka terasa Islam. Karena bisa jadi di tempat lain akan ada Teutonic Knight, atau malah Templar kali. Mereka ingin merasa apa yang mereka lakukan itu heroik sekali ya?

Saracen dan sejenisnya akan memenuhi jagat maya dengan rakyat republik kepalsuannya yang berjumlah, konon bisa mencapai 800.000. Akun-akun itu disebarkan pada kedua sisi yang berpolemik. Tapi ya tujuannya sih memenangkan salah satu sisi.

Cara kerjanya lebih kurang begini

Untuk memulai, mereka punya agenda atau isu tertentu yang ingin diangkat.

Sekian akun palsu yang dibuat akan mengomentari figur tertentu dalam hal ini adalah berkomentar di kolom komentar dengan nada negatif dan penuh kebencian.

Bisa juga mereka memulainya dengan ramai-ramai menyebarkan blog ala-ala yang memiliki headline "ASTAG....., KETERLALUAN....., BERSIAP MELAWAN", dan sebagainya. Akun palsu lainnya kemudian akan berkomentar dan ikut menyebarkan.

Sekian akun lain, yang jumlahnya lebih sedikit, akan berusaha melakukan serangan balik, seakan-akan membela Sang Junjungan.

Sekian akun, yang jumlahnya teramat sedikit, akan berperan menjadi kelompok netral, berkomentar adem. Seakan-akan pihak yang menginginkan perdamaian.

Setelah bola isu dirasa telah bergulir cukup deras, akun-akun ini akan mundur perlahan dan membiarkan ribuan orang asli, kita, yang sudah kepanasan, kebakaran jenggot, habis sumbunya, bertikai di linimasa.

Sesekali saja akun-akun palsu akan berkomentar untuk menjaga agar interaksi tidak surut. Karena penting untuk mereka agar isu ini bergulir terus hingga Key Performance Index (KPI) yang mungkin diinginkan pemesan terpenuhi.

Apakah hingga menjadi aksi nyata di lapangan? Apakah menurunkan elektabilitas lawan? Apakah ketidakstabilan pemerintahan? Apakah pengalihan suatu isu? Tergantung kebutuhan.

Setelah mengetahui aturan main mereka kemudian kita perlu tahu siapa atau seperti apa mereka ini.

Mengenali akun-akun ini sesungguhnya memang tidak terlalu susah. Kata kuncinya adalah palsu. Segala tentang akun-akun ini adalah kepalsuan.

  • Foto profil palsu
  • Data diri palsu
  • Linimasa palsu
  • Sejarah palsu
  • Pertemanan palsu
  • Interaksi palsu
  • Dan tentu saja, konten -- konten palsu

1. Yang pertama, foto profil palsu, ini langkah awal mengenali mereka.
Sebagian besar entah atas dasar alasan apa, setidaknya ini berdasarkan pengalaman saya memindai ya. Akun-akun ini ingin tampak islami. Foto profil mereka adalah wanita berhijab. Atau kutipan hadis dan quran. Paling sederhana tulisan Allah atau Muhammad.

Jika akunnya berprofil Kristen ya sama. Mereka akan mencari foto gadis, biasanya dari etnis Tionghoa, disertai cover bergambar Rosario atau kutipan Kitab Suci. Bagaimana menemukan gambar-gambar tersebut ?

Untuk foto profil, tinggal mencarinya di Google. Misal dengan query "Hijab Girl" atau lebih spesifik "Malay Hijab Girl" kemudian mengambil gambar pada halaman pencarian yang jauh agar tidak mencurigakan. Atau paling parah diklaim sang pemilik foto. Biasanya sih yang mereka cari adalah yang cantik. Tentu saja.

Kemudian, kita bisa melihat data diri mereka.

Mengelola hingga ribuan akun begitu, tentu mereka kesulitan membuat para akun palsu tampak manusiawi. Begitu pula soal data diri para akun.

Data diri mereka cenderung aneh dan ga nyambung.

Misal. Live in Jakarta, attending University di Manchester, Works at Direktur PT bla bla. Ridho Ilahi, Pelayan Kudus, dan lain-lain. Tidak spesifik begitu. Pokoknya aneh dan ga nyambung deh. Sangat tidak manusia. Kamu pasti paham jika sudah mengunjungi akun-akun model begini.

Kemudian jika kita lihat pertemanan, mungkin kita akan melihat cukup banyak akun asli. Tapi, kalau kita jeli melihat, kita akan mendeteksi bahwa akun-akun palsu akan cenderung memiliki banyak pertemanan dengan akun palsu lainnya.

2. Pengenalan paling awal sekali lagi adalah, lihat foto dan data diri mereka
Lalu lihatlah sejarah mereka. Akun-akun palsu jenis ini paling berusia 2-3 tahun. Saya pribadi belum menemukan akun palsu ala Saracen yang berusia di bawah tahun 2013. Apakah terkait pilpres 2014 ? Saya tidak ingin berspekulasi.

Jika itu semua sudah kita lakukan, memperkuat dugaan kita bahwa suatu akun adalah palsu ala Saracen adalah dengan melihat linimasa mereka yang syukurnya cenderung di-set public. Sehingga kamu bisa melihatnya dengan bebas.

Pasti mengundang rasa curiga bahwa di sebuah akun Facebook yang dibuat manusia, tidak ada kegiatan manusia disitu. Yang ada hanya marah-marah dan benci saja saban hari.

Jadi seandainya kamu punya teman, kerjanya seharian begitu mulu, jangan - jangan dia bagian dari Saracen atau setidaknya terinfeksi.

Akun-akun palsu ini memiliki tujuan spesifik. Mengangkat suatu isu. Menyerang suatu figur. Merusak tatanan kebenaran.

Jadi, yang mereka lakukan pada linimasa pun akan selaras. Mereka akan membagikan konten dari blog ala-ala sejenis.

Mereka akan menyebarkan gambar-gambar menghina. Atau bisa juga untuk memperkuat identitas profil, mereka membagikan gambar-gambar penyemangat. Di sisi lain tentang aksi bela Islam, di sisi lain tentang aksi bela..apa? Ahok? Atau tentang toleransi. Atau tentang SayaPancasila. Ini hanya pengandaian.

Mohon jangan terpancing emosi dulu. Sekali lagi ini adalah tentang bagaimana cara menguak akun-akun palsu. Saya sungguh tidak ada masalah dengan suatu kelompok atau gerakan tertentu.

Tapi, apa yang dilakukan Saracen ini sungguhlah telah merusak tatanan kita saat berteman, berdiskusi, dan yang paling parah, bersopansantun.

Adalah peran serta Saracen dan kawan-kawan lah di masa sekarang jadi begitu maklum kita dengan berbagai komentar di media sosial yang berupa, kaum sumbu pendek, kaum bumi datar, bani taplak, kaum Ahog, Ahoax, Taikers, Otak Selangkangan, Agama Seks, Kaum Ngacengan, Kecebong, Jokodok, dan sebagainya.

Periksalah mereka yang berkomentar dengan sebutan-sebutan tersebut. Sekarang kamu sudah tahu seperti apa mereka. Silahkan bersikap dan mengambil peran.

Apakah cukup layak diri mu menjadi bagian dari permainan kotor mereka?

Seseorang yang begitu penting untuk saya telah menasehati untuk saya tidak lagi menulis hal-hal yang mengundang permusuhan. Dan saya memilih menurutinya.

Sehingga semoga tulisan yang saya haturkan untuk mu ini saya harapkan bisa menjadi manfaat untuk mu dan perbaikan diri untuk saya ya.

(Ditulis juga di blog saya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun