Mohon tunggu...
Abdul Basir
Abdul Basir Mohon Tunggu... profesional -

Mantan guru Biologi. Sedang aktif di dunia Startup. Penulis dan pencerita macam-macam.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Rekayasa Gojek. Bagian 2 [UPDATED]

2 Juli 2015   05:09 Diperbarui: 8 Juli 2015   06:32 3226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini adalah kelanjutan dari artikel sebelum nya dimana saya berbicara tentang kesuksesan rekayasa sosial yang dilakukan Gojek. Gojek tidak hanya membentuk perilaku dan tatacara baru kepada para driver nya, namun juga menumbuhkan gaya hidup baru tentang cara masyarakat bertransportasi, khususnya ojek. Klik disini untuk melihat tulisan sebelumnya.

Dan di artikel ini, kita berbicara tentang Gojek dengan lebih personal. Mulai dari gesekan sosial yang mulai terjadi, juga tentang figur dibalik kesuksesan Gojek, Nadiem Makarim.

Dan, siapa sangka, bahwa ada begitu banyak driver Gojek yang ternyata adalah wanita-wanita tangguh ?

Mari kita mulai bercerita...

... ... ...

Fakta 8. Terjadi gesekan sosial antara gojek dengan ojek pangkalan

Tentu saja kemudahan yang ditawarkan Gojek membuat cepat atau lambat akan lebih banyak masyarakat lagi yang memanfaatkannya. Secara langsung ini juga berakibat berkurangnya pelanggan ojek di pangkalan. Alih-alih berjalan ke depan gang untuk mencari ojek, sekarang masyarakat tinggal mengklik aplikasi Gojek, dan minta dijemput-antar ke tempat tujuan.

Beberapa kali gesekan pun terjadi antara kedua pihak ini. Kuningan City, Kalibata City, Stasiun Tebet, Manggarai, hingga kampus Depok UI menjadi tempat perseteruan nya. Hasil pengamatan saya, pernah dalam suatu kali para driver Gojek dari berbagai wilayah datang beramai-ramai konvoi ke kampus Depok UI. Tujuan mereka adalah mencari pelaku tukang ojek yang memukuli rekan Gojek mereka.

Alhamdulillah, bentrokan dapat dihindarkan. Kedua pihak pun sepakat berdamai dan menyusun perjanjian. Di tempat-tempat yang disepakati, Gojek dihimbau tidak mengambil penumpang dan hanya boleh mengantar agar tidak mengambil rezeki ojek pangkalan.

Manajemen Gojek pun membantu para driver nya dengan menetapkan zona-zona "merah". Para driver diminta untuk lebih bijaksana dan berhati-hati untuk mengambil penumpang di daerah-daerah tersebut. Para penumpang pun tampaknya bijak untuk menyusun perjanjian dengan driver Gojek-nya agar bertemu di tempat yang disepakati agar "menghindari" ojek pangkalan.

( Update : Gojek sudah menyediakan asuransi untuk para driver dan pengguna jasanya, namun belum ada pengumuman secara resmi )

Kenapa para penggiat ojek pangkalan ini tidak berminat bergabung dengan Gojek

Hasil diskusi saya dengan para driver Gojek berhujung pada 4 kesimpulan sebagai berikut

  • Anggapan bahwa pendapatannya dibayar per bulan
  • Kemalasan menggunakan teknologi (smartphone dan aplikasi)
  • Pembagian keuntungan 80-20 yang dirasa mengecilkan pendapatan harian
  • Ketiadaan administrasi identitas diri  untuk pendaftaran
  • Usia yang sudah terlalu tua

Untuk bagian pendapatan, seharusnya sudah bisa dijelaskan lewat tulisan saya ini. Untuk administrasi dan identitas diri, saya tidak bisa banyak berkomentar. Sedangkan untuk faktor kemalasan.... saya malas berkomentar.

Untuk faktor usia ? idealnya dengan ikut Gojek, para senior citizen ini justru bisa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah alih-alih di pangkalan ojek, merokok dan bergosip.

Fakta 9. Tidak semua driver Gojek adalah pria

Berdasarkan obrolan saya dengan para driver Gojek, menariknya, profesi ini tidak didominasi kaum pria saja. Sudah banyak wanita yang beralih menjadi driver Gojek.

Konon, sudah lebih dari 50 driver Gojek adalah wanita. Salah satunya adalah Hasanah, 28 tahun, wanita berhijab yang sebelumnya adalah kasir minimarket. Sekarang, berkat Gojek, Hasanah setidaknya bisa mengantongi hingga 6 juta rupiah per bulan. Padahal sebelumnya gaji tetapnya adalah 2,5 juta rupiah per bulan.

Soal suka-duka, menurutnya sebagai driver perempuan tak menemui banyak duka. Niat mencari nafkah untuk dua buah hatinya mengalahkan segalanya.

"Yah, kalau duka sih jalanin aja. Paling jauh bisa nganter penumpang sampai Bekasi, kadang juga kerja sampai tengah malam. Oiya, kadang dukanya juga kalau bawa penumpang-penumpang yang gemuk," celetuknya sambil terkekeh.

( sumber : Hasanah driver Gojek wanita , Metro Tv News)

Fakta 10: Awalnya dikira milik asing, kenyataannya karya anak bangsa yang membanggakan

Entah karena kita yang memang terbiasa rendah diri sebagai bangsa atau apa. Namun, segala kecanggihan Gojek sempat memunculkan banyak anggapan bahwa Gojek "bukan Indonesia". Faktanya adalah, CEO Gojek, Nadiem Makarim adalah orang Indonesia. Gojek didirikan oleh  3 orang anak Indonesia : Nadiem Makarim, Brian Cu and Michaelangelo Moran.

Brian Cu berperan sebagai Direktur Teknologi dan Keuangan, sedangkan Michaelangelo Moran adalah Direktur Pengembangan Merek. Sekedar info, Michaelangelo Moran juga adalah Co Founder dari Semua Propreties Bali dan Arc Medispa. Brian Cu meninggalkan Gojek pada bulan Desember tahun 2012 dan sekarang adalah Managing Director dari GrabTaxy, perusahaan induk dari.... GrabBike! Menarik bukan?

Diawal, jumlah gojek driver adalah 200 anggota dengan sekitar 60 pesanan perhari, sekarang? Wuih, pasti ribuan.

Meningkatkan pendapatan para tukang ojek di Jakarta adalah mimpi Nadiem.

Jangan-jangan kita ini salah kaprah karena melihat bahwa, Grab Bike, kompetitor Gojek berasal dari Malaysia. Sehingga mengira bahwa Gojek pun bukan milik orang Indonesia. Mas Nadiem malah pernah berkata bahwa GrabBike hanya bisa meniru layanannya yang telah ia sediakan sejak 2011 di Jakarta.

"Layanan yang dari Malaysia itu, GrabBike, hanya bisa meniru. Bahkan warna helm dan jaketnya sama seperti kita,"

Memang, Nadiem bukan lah lulusan kampus di Indonesia. Beliau adalah lulusan Master of Business Administration dari Harvard University. Iya, Harvard yang itu. Sebelumnya beliau berkuliah di Brown University, juga di Amerika dan lulus SMA di Singapura. Nadiem Makarim kemudian pernah bekerja menjadi Co-founder dan Managing Editor Zalora Indonesia dan Chief Innovation Officer Kartuku, sebelum akhirnya menginisiasi lahirnya Go-Jek di tahun 2011.

(UPDATE : Nadiem Makarim sudah berkomentar di artikel ini, walaupun ragu juga sih itu benar beliau atau bukan, hehe)

Walaupun lulusan sekolah luar negeri, mimpi Nadiem untuk membantu bangsanya dapat kita teladani.

Mau tahu fakta yang lebih mengagetkan lagi ? Nadiem Makarim bisa dibilang berasal dari Pekalongan, kota kelahiran bapak nya yang berprofesi sebagai pengusaha, sama seperti saya, yang juga dari Pekalongan. Bapak saya pun pengusaha. Hehehe.

CEO Gojek

Semoga saya bisa mengikuti jejak mas Nadiem. Aamiin.

Oh iya, saya ingin menambahkan, jadi siapa saja orang di tim inti Gojek saat ini ? Semoga bermanfaat

Setelah ini seperti apa, Gojek ?

Dengan membludaknya permintaan untuk mendaftar Gojek, ada kekhawatiran bahwa kedepannya pendapatan driver akan turun karena tingginya kompetisi. Walaupun, berdasarkan hasil diskusi saya, dengan 10.000 driver pun, hanya 70% pelanggan Gojek yang mampu dilayani.

(Update : Gojek sudah ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali dan jumlah driver sudah mencapai 20.000)

Gojek memang tidak hanya menyediakan jasa transportasi manusia, namun juga pengiriman paket, dan pemesanan makanan, sehingga para driver bisa tersebar melayani hal-hal tersebut.

Gubernur DKI Jakarta juga menginisiasi integrasi Gojek sebagai feeder dengan layan an Transjakarta dan MRT sehingga ke depannya, para driver Gojek dapat memiliki potensi penghasilan yang rutin. Selain itu, gagasan serupa juga muncul dari pemda-pemda daerah lain. Malah ada usulan agar Gojek juga segera merambah layanan transportasi roda empat.

Ada kekhawatiran lain memang, misalnya dari sisi sosial. Kemungkinan gesekan yang lebih besar dengan ojek pangkalan akan terjadi. Karena sudah tabiat masyarakat akan cenderung memilih hal yang lebih baik dan memudahkan mereka.

Dari informasi driver Gojek yang saya ajak diskusi, momen mudik hari raya Idul Fitri, juga bisa dimanfaatkan. Dengan membawa helm, jaket, dan smartphone nya, para driver tetap bisa mencari uang selama di kampung halaman.

Dari sisi pendidikan, saya yang seorang guru memiliki gagasan, agar alih-alih diantar-jemput ke sekolah dengan mobil-mobil-besar-berpenumpang hanya-dua-dan-menyebabkan-kemacetan , bagaimana kalau para orangtua yang rumah nya tidak terlalu jauh dari sekolah anaknya, memanfaatkan layanan Gojek ? Mungkin Gojek justru harus menjemput bola.

GoJek saya perkirakan juga tidak hanya akan bersinggungan dengan ojek pangkalan, namun juga dengan moda transportasi lain, semisal taksi, bus kota dan angkot. Saya mengamati cukup banyak karyawan, mahasiswa, maupun pelajar yang di peak-hour menggunakan layanan GoJek. Padahal bisa jadi menggunakan GoJek malah membuat seseorang mengeluarkan biaya yang lebih besar

Di saat-saat tersebut, memang currency nya tidak lagi uang, namun waktu kita yang berharga.

Saya termasuk orang yang pro dan optimis terhadap keberadaan Gojek. Saya berdoa semoga mas Nadiem dan manajemen Gojek senantiasa diberikan kemampuan, kesehatan, dan kesejahteraan untuk terus memberi manfaat lewat Gojek.

Semoga muncul Nadiem-Nadiem lainnya. Apalagi orang Pekalongan. Hehe.

Follow twitter saya di @selepasngajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun