[caption caption="Masuk Kompas TV |Dokpri"][/caption] Saat itu aku sedang bermain monopoli bersama adik dan mama di ruang tamu. Tiba-tiba tanteku datang sambil bicara di telepon.
“Oh, mau dijemput? Boleh. Saya tanyakan kepada mamanya dulu, ya. Kenapa enggak sekalian dua-duanya?”
Aku terkesiap. Jangan-jangan… Ah, jangan kegee-eran dulu. Namun sepertinya dugaanku benar. Lalu belum-belum aku sudah menangis kencang. Itu karena aku tidak mau masuk TV. Aneh, kan? Orang-orang malahan pengin masuk TV, dan mereka itu akan melakukan usahanya dengan banyak cara. Itu sih, cerita teman-temanku di sekolah.
Mama berusaha membujuk-bujukku.
“Ini enggak ada hubungannya dengan TV, kan?” tanyaku kepada mama dan tante, untuk memastikan bahwa dugaanku salah.
“Enggak, Selda. Ini cuma iseng-iseng aja, kok. Kompas TV sedang ada acara merayakan Hari Anak Nasional,” jawab mama.
Mau nggak mau, aku akhirnya bersiap-siap dan berangkat. Awalnya, kami mau dijemput oleh Kompas TV , namun karena waktunya mepet dan lokasinya jauh, maka kami naik taksi. Di taksi, aku sangat takut. Gara-garanya, tante meminta pak sopir untuk jalan lebih cepat agar tidak terlambat sampai lokasi. Saat kita melewati tol, aku melihat kecepatannya melebihi 100 km/ jam!
Akhirnya kami sampai di Gedung Orange Kompas TV, Jalan Palmerah Selatan. Meskipun sempat nyasar ke Gedung Kompas yang di Jl. Palmerah Barat, berkat Pak Sopir yang baik hati, kami datang tepat waktu.
Seorang kru TV yang sangat ramah, menerima dan mengarahkan kami ke ruang tamu. Beberapa saat kemudian datang seorang tokoh pemerhati anak, yaitu Kak Seto! Aku kaget sekali. Oh ya, dalam obrolan di ruang tunggu itu, tanteku menunjukkan kepada Kak Seto novel tulisanku dan Sellyn, adikku. Memang kebetulan waktu itu novel pertamaku: “Popular Girls” baru saja diterbitkan oleh Penerbit Grasindo.
[caption caption="Novelku, "]
Yang menarik, Kak Seto sempat bercerita kalau sampai saat ini beliau selalu dipanggil dengan sebutan ‘Kak’. Katanya, hanya satu presiden Indonesia yang tidak memanggilnya dengan sebutan itu --- tetapi aku lupa nama presiden yang dimaksud. Ini karena aku masih deg-degan dan khawatir membayangkan pertanyaan-pertanyaan yang harus kujawab secara live.
Sebentar kemudian, seorang kru TV datang membawa mike kecil yang biasa dijepit di baju. Aku langsung kaget. Sepertinya dugaanku soal masuk TV itu benar. Lalu kru itu menyuruhku untuk memasang mike itu dibajuku. Rasanya aku ingin menangis lagi. Kemudian aku disuruh ikut seorang kru make up. Waduh! Ini benar-benar buruk. Lalu seorang kru TV, namanya Kak Nisa --- rupanya dia yang sebelumnya menelpon tante waktu di rumah, bilang kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk wawancara di TV.
“Ini kan malah seru, Dik,” Kak Nisa tersenyum manis.
Aku baru sadar betul kalau mama dan tante ternyata berbohong. Maka sesuai perjanjian sebelum berangkat, aku menagih Rp 100 ribu dari mama (Parah, ya? Masa anak nagih-nagih uang ke mamanya?). Sebenarnya itu hanya ungkapan kekesalanku saja, soalnya kalau aku nggak mau berangkat, Sellyn ikut-ikutan mogok. Inilah nggak enaknya jadi kakak, adikku suka mengikuti ulahku he he he
Tak lama kemudian, acara Kompasiana dimulai --- itu pukul 8 malam. Kata kak Nisa, aku masuk di segmen ke-4, alias yang terakhir. Fiuuh! Untung saja!
[caption caption="Tampil bareng Kak Seto |Foto: Indria Salim"]
Beberapa saat kemudian aku diantar masuk ke dalam studio. Di dalam studio, suasananya sangaat hening. ‘Duh.bikin takut aja, nih’. Aku pun duduk di kursi bersebelahan dengan Sellyn, yang berdekatan dengan Kak Seto. Kudengar seorang kru mengatakan “Three..two..one, action!”
Lalu mulailah Kak Cindy (pembawa acara) mewawancaraiku dan adikku. Ada beberapa pertanyaan yang aku enggak tau harus jawab apa, tapi ya --- aku senyum-senyum aja. Hehehe.. Dan akhirnya acara itu selesai. Aku sangat lega. Ternyata masuk TV dan diwawancarai itu seru banget. Apa karena kak Cindy yang cantik dan sangat ramah itu, ya.
Ada satu pengakuan kecil, sebenarnya aku sudah memberi tahu teman-temanku lewat BBM tentang wawancaraku di Kompas TV. Tetapi sayangnya pesanku seperti tidak terkirim, dan itu gara-gara di sana enggak dapat sinyal! Menyebalkan! Oups, ini kan salahku sendiri kenapa sebelum berangkat pakai acara nangis dulu.
[caption caption="Sehabis acara Wisuda SD, bersama Ayah, Mama, dan Sellyn. Hari itu juga novelku dan Sellyn dikirim oleh Grasindo Publisher. |Foto: Dokpri"]
Ah, tambahan catatan! Aku mulai punya akun Kompasianer sejak tanggal 10 September 2013. Saat itu aku baru naik ke kelas 5 SD. Wuih, gak nyadar sudah hampir pas dua tahun sampai detik ini. Aku minta dibuatkan akun Kompasiana agar bisa ikut lomba Festival Fiksi Anak (FFA 2013). Aku ikut bersama Sellyn, dan hanya Sellyn yang cerpennya terpilih sebagai salah satu karya yang diterbitkan oleh Penerbit DAR! Mizan. Untungnya sebelum FFA, cerpenku "Bunga Misterius" menjadi salah satu naskah terpilih dalam Lomba Cerpen Fantasi Bentang Belia 2013, diadakan oleh Penerbit Bentang Belia Anak (sepertinya 'sepupu' DAR! Mizan juga, sih he he ).
Di Kompasiana, ada yang selalu menyemangati aku untuk giat menulis. Mereka itu adalah kak Ella (Admin Kompasiana), kak Desi Desol (aku belum pernah bertemu, sih), semua yang di Fiksiana Community (termasuk kak Langit Queen & bun Selsa), banyak lainnya juga tapi kalau kusebutkan satu persatu, aku khawatir serasa jadi orang terkenal he he he. | Selda Penulis Cilik
*) Kuucapkan terima kasih kepada Ayah yang menolongku memposting tulisan ini.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H