Mohon tunggu...
Sela TajmilShabrina
Sela TajmilShabrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang memiliki hobi di bidang seni tarik suara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berkarya Tanpa Batas: Ananda Sukarlan Ciptakan Rapsodia Nusantara No.39 untuk Disabilitas dengan Memanfaatkan TransAcoustic Piano

2 Januari 2024   23:37 Diperbarui: 2 Januari 2024   23:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seni adalah bentuk ungkapan manusia yang tak terbatas oleh batas-batas fisik atau mental. Musik, sebagai bentuk seni universal, memiliki kekuatan untuk menyentuh jiwa dan menyatukan berbagai kalangan masyarakat. 

Namun, di tengah harmoni musik, seringkali terdapat tembok tak terlihat yang memisahkan mereka yang hidup dengan disabilitas dari pengalaman musik yang utuh. Dalam upaya menembus batas ini dan membuka pintu keindahan musik bagi semua, seniman kreatif seperti Ananda Sukarlan memainkan peran kunci.  

Dalam dunia seni, batas-batas seringkali dihadapi oleh kreativitas, tetapi ada kalanya ketidakberdayaan fisik atau mental dapat menjadi penghalang bagi seseorang untuk mengekspresikan diri melalui karya-karya musik.

Namun, Ananda Sukarlan, seorang komponis yang karyanya merentang di antara harmoni-harmoni budaya Indonesia, telah memecahkan paradigma tersebut dengan menciptakan Rapsodia Nusantara No.39. Karya ini tidak hanya memperkaya khazanah musik Indonesia, tetapi juga merangkul kelompok disabilitas dengan menghadirkan elemen inklusivitas yang luar biasa. 

Pencapaiannya dalam menciptakan karya ini menjadi semakin mengesankan dengan pilihan alat musiknya yang inovatif, TransAcoustic Piano. Dengan melihat lebih dekat pada perpaduan magis antara musik, inklusivitas, dan teknologi ini, kita dapat memahami betapa pentingnya "Berkarya Tanpa Batas" dalam mewujudkan keindahan musik yang dapat dinikmati oleh semua lapisan Masyarakat.

Tidak lama yang lalu, pianis Ananda Sukarlan memainkan Rapsodia Nusantara No.39. Lagu ini menggabungkan nuansa Spanyol dengan gaya musik Indonesia yang unik. Menariknya lagi, Ananda Sukarlan hanya memainkan tuts piano dengan tangan kiri. Ternyata, tindakannya memiliki alasan.

Sejak awal kariernya, Ananda Sukarlan telah menunjukkan kecenderungannya untuk menciptakan karya-karya yang tidak hanya membangkitkan emosi, tetapi juga menghadirkan inklusivitas dalam dunia musik.

Kebetulan, saya sering main piano sendiri karena ada piano di rumah. Saya adalah kebalikannya dari anak-anak yang sekarang sangat populer saat mengajar piano. Ananda menjelaskan bahwa orang tuanya selalu bertanya, "Hari ini udah main piano belum?" jika dia menjawab, "Hari ini udah bikin PR belum?" atau "Kamu udah mandi belum?" karena fokus saya hanya pada memainkan piano.

Namun, siapa sangka dia bisa mengatasi gangguannya dengan ketekunannya bermain piano. Ia belajar lebih banyak tentang emosinya melalui menulis musik, karena dia kadang-kadang mengatakan bahwa dia tidak tahu tentang mereka.

"Jadi waktu saya membuat musik dan mendengarkannya, saya benar-benar merasakan perasaan ini lagi" Ananda Sukarlan mengatakan bahwa kesedihan mungkin hanya terdiri dari satu kata, tetapi kesedihannya bisa seperti musik karena spektrumnya yang luas dan ia dapat mengungkapkannya dengan cara yang berbeda.

Musik membantunya mengungkapkan dan menyatakan apa yang tidak bisa ia katakan dengan kata-kata. Menurutnya, musik lebih spesifik daripada kata-kata. Dan akhirnya Ananda Sukarlan menjadi terkenal sebagai pianis dan komposer di Indonesia dan di luar negeri, terutama di Eropa. Ia bahkan menjadi pianis pertama yang bermain di atas kapal Greenpeace baru-baru ini. Rapsodia Nusantara No.39 adalah contoh nyata dari bagaimana seni dapat menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang hidup dengan disabilitas.

Lagu ini diciptakan untuk anak-anak yang memiliki disabilitas. "Jadi hanya pakai tangan kiri saja dimainkannya," kata Ananda Sukarlan saat ditemui di SCBD, Jakarta Selatan pada Jumat (15/12/2023).

Dalam Rapsodia Nusantara No.39, Ananda Sukarlan tidak hanya merangkai melodi-melodi indah yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga menyematkan unsur-unsur yang dapat diakses dan dinikmati oleh individu dengan berbagai tantangan fisik. Komposisi ini menjadi sebuah simfoni inklusif yang membuka pintu bagi semua orang untuk merasakan keindahan musik tanpa dibatasi oleh keterbatasan fisik.

Nanda Sukarlan percaya bahwa memiliki kekurangan tidak membuat mereka berhenti berkarya. Nanda Sukarlan kemudian muncul dengan gagasan bahwa penyandang disabilitas yang hanya memiliki satu tangan, misalnya, juga dapat menghasilkan karya musik.

Salah satu elemen kunci dalam penciptaan karya ini adalah penggunaan TransAcoustic Piano. Piano ini tidak hanya menghasilkan suara yang kaya dan mendalam, tetapi juga dilengkapi dengan teknologi inovatif yang memungkinkan pemainnya untuk menyesuaikan karakteristik suara piano sesuai keinginan. Bagi mereka yang mungkin memiliki keterbatasan fisik dalam memainkan piano konvensional, TransAcoustic Piano membuka peluang baru. Ananda Sukarlan memilih untuk menggunakan piano TransAcoustic TC3 Yamaha sebagai alat musik karena dentingan klasik dari tutsnya membuat lagu terasa lembut dan merdu.

Ananda Sukarlan tidak hanya memanfaatkan teknologi piano ini untuk menciptakan suara yang memikat, tetapi juga untuk menciptakan pengalaman musik yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dengan kemampuan piano untuk mengubah getaran suara menjadi getaran fisik, individu dengan disabilitas dapat merasakan dan memahami musik dengan cara yang unik.

Ananda menyatakan, "Ini bukan hanya piano biasa, tapi alat musik yang membawa nuansa baru dalam bermusik."

Selain Ananda Sukarlan, Firda Salim juga sempat mencoba piano. Suara dan fitur alat musik tersebut membuatnya terpukau.

Pentingnya inklusivitas dalam seni tidak hanya terbatas pada karya-karya tersebut, tetapi juga pada proses penciptaannya. Ananda Sukarlan menggandeng berbagai kalangan, termasuk musisi dan seniman disabilitas, dalam perjalanan penciptaan Rapsodia Nusantara No.39. Ini bukan hanya menjadi karya tunggal sang komponis, tetapi juga sebuah kolaborasi yang menghormati keberagaman dan memupuk keberanian untuk bersama-sama berkarya.

Karya Ananda Sukarlan ini bukan hanya sebuah simfoni musik, tetapi juga sebuah narasi inklusif yang mengajak kita untuk melihat melampaui batas-batas yang mungkin membatasi apresiasi seni. Rapsodia Nusantara No.39 dan penggunaan TransAcoustic Piano menjadi lambang semangat berkarya tanpa batas, menginspirasi kita semua untuk mengangkat nilai inklusivitas dalam seni dan hidup sehari-hari. 

Dalam perjalanan melalui eksplorasi "Berkarya Tanpa Batas" Ananda Sukarlan dalam mewujudkan keindahan musik untuk disabilitas, kita menyaksikan bukan hanya penciptaan sebuah karya seni yang luar biasa, tetapi juga sebuah manifestasi inklusivitas yang menggetarkan hati. Rapsodia Nusantara No.39 menjadi simbol kemampuan musik untuk mengatasi segala batasan, memungkinkan setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau keterbatasan fisik, untuk merasakan keajaiban melodi dan harmoni. Inovasi penggunaan TransAcoustic Piano oleh Ananda Sukarlan menjadikan alat musik bukan hanya sebagai medium ekspresi artistik, tetapi juga sebagai sarana menyampaikan pesan inklusivitas kepada seluruh dunia.

Peran "Berkarya Tanpa Batas" dalam konteks ini menjadi panggilan kepada seniman dan masyarakat untuk melihat melampaui hambatan yang mungkin menghalangi akses terhadap keindahan musik. Dalam mewujudkan inklusivitas, kita bukan hanya menciptakan harmoni musik, tetapi juga melibatkan semua individu dalam sebuah orkestrasi kehidupan yang serasi dan beragam.

Dengan demikian, karya Ananda Sukarlan menjadi bukti nyata bahwa ketika seni dan inklusivitas bersatu, kita mampu menciptakan dunia yang lebih indah, membangun jembatan melalui not-not musik yang merentang dari hati ke hati. Sebagai masyarakat, kita diingatkan untuk terus mendukung dan mendorong penciptaan karya seni yang inklusif, agar keindahan musik dapat dirasakan oleh setiap telinga yang bersedia mendengar, tanpa terkecuali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun