2. Panik (Panic).Â
Ketika seseorang akan tenggelam di lautan bebas, maka dia akan berpegang kepada segala sesuatu berupa benda-benda yang terapung di sekelilingnya, hal ini karena secara psikologis-humanistik, manusia mempunyai sifat bawaan yaitu rasa panik ketika dilerhadapkan pada sebuah situasi yang mencekam. Maka seperti orang yang akan tenggelam tadi, dia kemudian mencari apapun yang ada di dekatnya sebagai upaya untuk setidaknya mengapung untuk menarik nafas dan memberikan harapan hidup kepadanya.Â
3. Harap (Hope)
Harapan merupakan bagian dari hudup manusia yang dapat memberikan ketegaran dan keberanian tersendiri kepada seseorang dalam menjalankan setiap keinginannya. Seseorang yang ingin betlayar dengan menggunakan sebuah kapal di atas samudera yang luas dan membiru, ditambah lagi dengan deras dan besarnya ukuran gelombang disertai cuaca yang tidak bersahabat.
Atau seirang pilot yang akan mengendarai sebuah pesawat terbang yang memuat barang dan jasa ke suatu tempat dalam situasi cuaca yang buruk. Disaat-saat seperti itu, secara psikologis-humanustik, manusia kemudian menyandarkan harapannya kepada sesuatu yang berada di luar dimensi dirinya untuk senantiasa bertindak sebagai penjaga yang kemudian dapat menjamin keselamatannya.Â
4. Kekaguman (Admiring)
Salah  satu faktor yang mendorong seorang manusia untuk masuk ke dalam suatu institusi atau sistem keagamaan dari dimensi psikologis-humanistik adalah adanya rasa kekaguman terhadap sesuatu yang menarik atau nemiliki nilai eksotis. Misalnya disaat terjadi hujan lebat yang kemudian mereda, di sela-sela hentapan embun dan langit yang berawan muncul sekelompok warna yang indah mengiasi sudut langit (pelangi).Â
Manusia ketika melihat hal tersebut, maka secara spontanitas kemudian mempunyai semacam 'insting' untuk memuji benda atau warna yang muncul itu. Karena kekaguman tersebut, sehingga seseorang mulai dengan tingkat dan kapasitas intelektualnya kemudian mencaritahu tentang pelangi tersebut bagaimana hal itu bisa terjadi dan dari mana hal itu berasal.Â
5. Perasaan Cinta
Motif lain yang mendorong seseorang untuk beragama ditinjau dari segi psikologis-humanistik adalah rasa cinta. Cinta merupakan sebuah kata yang tidak memiliki suatu defenisi yang permanen bagi semua orang karena berasal dari hati dan pengalaman yang berbeda. Seseorang yang mencintai sesuatu objek tertentu, maka secara naluriah dia akan melakukan segala sesuatu demi kecintaannya itu, sikap rela-berkorban demi mempertahankan apa yang dicintai membuat dia terkurung dalam suatu ruang gerak yang terbatas ketika apa yang dicintainya itu bersifat membelenggu. Karena rasa kecintaan manusia kepada suatu objek ini pula, maka kemudian muncul rasa kagum dan pada akhirnya akan bermuara kepada suatu bentuk puji-pujian.Â
Perasaan-perasaan pada dimensi psikologis-humanistik seperti yang kita sebutkan diatas itu, memiliki andil yang sangat besar, atau secara rasional mampu meyakinkan seseorang untuk melibatkan dirinya berkerumun, terjun serta mengabdikan dan menggantungkan hidupnya kepada suatu sistem kepercayaan (agama). Terlepas dari apapun sistem kepercayaan atau agamanya, pada intinya adalah semua manusia memiliki naluri untuk beragama.