Bumi adalah wadah, tempat penghidupan makhluk hidup dan benda mati yang diciptakan oleh Allah swt. Penghuninya banyak sekali beragam jenis bentuk dan tingkatan serta kekuatan. Salah satunya adalah manusia yang memiliki pikiran dan hati.
Bila kita membahas semuanya satu persatu. Tentu tidak akan habis-habisnya. Lebih-lebih dalam tulisan dan pikiran yang terbatas ini. Namun setidaknya, kita akan lebih fokus mengungkapkan mistri bumi dan penghuninya.
Sebagai wadah, bumi memang tak akan mengerti segala apa yang dilakukan oleh penghuninya. Diekspoloitasi juga akan bersikap diam. Dirunyahkan sebagian sendi-sendinya dengan berbagai senjata peperangan yang canggih, tak akan berkata apa. Tapi setidaknya kita harus yakin bahwa kelak dia akan menjadi saksi atas segala tindak tanduk (pergaulannya) dengan penghuninya. Bahkan, bisa langsung merespon gejala-gejala yang dilakukan oleh manusia terutama yang melakukan hukum klausal di dalamnya secara berlebihan. Kendati bumi tidak hidup makan minum seperti manusia, dia dapat menghukum dan sesekali memberi prestasi gemilang kepada para penghuninya yang ngerti dan mau menelitinya.
Bagaimana banyak masyarakat di bumi persada ini tak meraih apa yang dicita-citakannya. Kawasan negara Arab, dari semenjak dia lahir sampai sekarang tak pernah lepas dari kekerasan, peperangan sehingga rakyatnya pada ketakutan. Padahal, situasi perdamaian sangat mereka dambakan. Namun apa yang terjadi? Nyawa bergelimpangan, darah bercucuran, anak-anak yang tak berdosa menjadi korban keserakahan. Belum lagi berbagai infrastur dan kebudayaan runyam tak terelakan. Bumi dan penghuninya tidak ngerti.
Di Indonesia, bangsa yang sudah 70 tahun memproklamirkan kemerdekaannya. Sampai sekarang perjalanannya terseok-seok. Kemiskinan semakin meningkat, lapangan pekerjaan susah, katidakadilan dalam berbagai bidang, korupsi menjadi-jadi, krisis ekonomi, nilai rupiah anjlok, ekspor menurun, banjir bandang setiap musim hujan, kebakaran hutan jutaan hectare setiap setiap musim kemarau, kejahatan, kekerasan dan segala bentuk permasalahan lainnya. Padahal masyarakatnya, sangat menginginkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana bunyi pembukaan UUD 1945. Bumi dan penghuninya tidak mengerti.
Secara garis besar. Lingkup dunia. Seluruh masyarakatnya sangat mendambakan segala sesuatu, tak terkecuali perdamaian dan kemakmuran. Tapi mengapa dalam pasar dunia persaingan-persaingan kotor dilegalkan. Sekali lagi, bumi dan para penghuninya tidak mengerti.
Apalagi kita berbicara yang lebih khusus lagi, mengenai cinta yang mengendap di dalam hati. Banyak sekali umat manusia ini tersakiti gak ada yang peduli. Cinta dibalas benci, kebaikan di balas kejahatan. Tidak sehatnya kesempatan peluang antara yang kaya dan miskin dalam berbagai hal. Padahal, cinta itu tulus dan satu-satunya, niat baik itu utuh dan seikhlasnya. Dan si miskin itu manusia, bukan orang utan. Bumi dan penghuninya tidak ada yang ngerti.
Menggugat diri
Ketika bumi dan para penghuninya tidak ada yang mengerti. Apakah kita akan mati? Tidak kawan-kawan. Kita harus menggugat diri, lari sekencang-kencangnya mengisi kemerdekaan yang sudah dianugerahkan. Kekuatan dan kemampuan kita ada pada diri kita sendiri. Tak usah bergantung pada orang lain, namun harus bergotong-royong. Ketika bumi tidak mengerti maksud dan tujuan kita? Jawabannya “usaha dan tunaikan!” Jangan hiraukan perkataan orang. Kita berhak bebas menentukan pilihan. Sepere aude!
Semangat bertualang harus dikerahkan sehabis-habisnya. Kita harus berani mengatakan dengan tegas. Ini dadaku mana dadamu!
Kemerdekaan diri adalah mutlak harus ada. Bangsa kita sudah lama dirasuki dengan mental kuli dan babu. Sehingga ketakutan untuk berbuat apa yang diinginkannya, lebih-lebih merdekakan diri sendiri dan bangsanya masih berkelabung.
Para the founding fathers tidak memilih perlawanan melalui kekerasan dengan mangadu tentara RI dan Belanda. Namun dengan intlegensia yang merdeka dan membebaskan dari berbagai belenggu; kemiskinan, kebodohan, kelesuan, dan ketidak adilan.
Rupanya, dialog almarhum Romo Mangun dengan pemikiran Sideney Hook yang dianggapnya sebagi Sokratesnya Amerika Serikat patut kita pahami, hayati, dan terutama amalkan. Secara tegas beliau bilang bahwa, “Manusia unggul selalu liberal dan sangat suka pada demokrasi liberal, pada kebebasan dan sebagainya. Sebab, ia punya kemampuan dan modal untuk bertarung dalam medan pergulatan dan kompetisi politik, ekonomi, dan cultural.”
Bila Sokrates dan filosof-filosof sebagai pendekar kebebasan. Kita harus ikut serta menjadi pendekar kebebasan dan humanis secular.
Liberalism dan dunia free enterprise mengandung banyak hal yang bagus, yang memupuk daya kreativitas dan daya kritis yang sangat diperlukan demi perkembangan manusia selaku pribadi dan masyarakat. Kemerdekaan manusia pribadi sangat sentral dalam pemikiran Hook dan seumumnya dalam alam liberalism. Demikian keyakinan Romo Mangun dalam buku Kata-kata terakhir Romo Mangun (Th. Bambang Murtianto editor, Buku Kompas, 2014).
Sang Romo melanjutkan, liberalism sebetulnya adalah sikap dasar manusia-manusia yang memang dari “sono”-nya sudah pandai, kuat, merdeka, berani berpetualang, agresif. Pokoknya manusia unggul. Bangsa Amerika dari awal-mula terdiri dari emigrant yang justru memilih menjadi emigrant karena dasar wataknya memang sudah pemberani, tidak mau mengalah kepada nasib, manusia pencinta kebebasan, banyak akal, manusia eksplorator, kuat bertahan dalam kesulitan, tidak gentar bertualang.
Ketika kita sama-sama merasakan bahwa bumi dan penghuninya tidak mengerti dengan melihat peristiwa-peristiwa di atas. Maka kita harus sepakat memerdekakan diri sendiri, masyarakata miskin tertindas dan negara bangsa ini, melalui apa yang telah diajarkan oleh Soekarno-Hatta cs, pemikir-pemikir tokoh lainnya. Tak terkecuali pada pemikiran bernas Romo Mangun untuk sama-sama memberikan pengertian kepada bumi dan penghuninya yang tidak mengerti tentang agan dan kondisi kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI