Tahun 2010 adalah Era kebangkitan bisnis Seluler di Indonesia. Sangat dahsyat!!! betapa tidak dahsyat, ketika Indonesia dibanjiri pemain seluler dengan agresifitas yang luar biasa. Disaat itu ada 10 Provider mobile di Indonesia dan mengalahkan negara-negara lain baik di Amerka, Eropah maupun di China sekalipun. Bsinsi yang sarat dengan kemajuan teknologi ini dikelola dengan pendekatan pelanggan yang kurang tepat dan cenderung perang atribut.
Mungkin Kita masih ingat bagaimana dahsyatnya perang iklan di bisnis seluler saat itu. Setiap Provider adu kuat modal belanja Iklan untuk meyakinkan pelanggan bahwa produk mereka adalah produk yang menjadi pilihan. Meskipun PARA Ahli Marketing sudah mengingatkan bahwa cara-cara tersebut hanya akan menciptakan persaingan kurang sehat dan cenderung saling bunuh. Â Ternyata peringatan ini kurang didengar, akhirnya iklim persaingan menjadi sangat kejam dan secara sadar para pemain membawa produk Mereka ke level komoditas. Agresifitas ini secara kasat mata bisa kita lihat mulai dari hulu sampai hilir dimana aktifitas marketing hanya bertumpu pada satu hal, peningkatan penjualan bukan yang lain.
Dalam melakukan komunikasi pemasaran, Kita melihat perang harga dengan promise yg susah diterima akal (tapi terbukti punya efek terhadap peningkatan sales, meskipun sesaat). Persaingan itu dimulai disaat Provider yang satu menawarkan harga Rp. 1,-. Belum pelanggan memahami apa maksud pesan itu, langsung dihajar provider lainnya dengan Rp. 0,1,-. Lanjut Provider yang satu lagi Rp. 0,01 hingga ada berani menawarkan dengan Rp. 0,0000000000...1 (nolnya sampe ke laut).
Apakah pesannya tertangkap dengan baik oleh pelanggan? (Wuah Saya ga' tahu).
Pesan-pesan iklan tersebut saling tumpang tindih dan bertujuan untuk mengacaukan pikiran pelanggan. Sehingga seberapa dahsyat angka nominal yang ditampilkan, itulah yang menjadi pilihan. Padahal semua orang juga tahu bahwa tawaran ini tidak akan meningkatkan kepuasan pelanggan, apalagi loyalitas pelanggan. Yang ada justru akan menciptakan Addict yang harus dipenuhi oleh para Provider, sehingga bila program itu berhenti, lambat laun pelanggannya juga ikut hengkang .
Cara Povider tersebut mengiklankan produknya dikenal dengan strategi Message Clutter. Aktifitas ini mengacu kepada kerja otak yang menangkap nominal sebagai sebuah pesan. Para provider berusaha untuk saling memotong pesan provder lain dengan pesan yang menawarkan nominal  seolah-olah lebih murah dan lebih layak . Iklan ditampilkan dengan menggunakan angka dan Font yang Eye catching serta dengan frekuensi bertubi-tubi ke benak pelanggan. Padahal bisa jadi cara-cara seperti ini bisa mengganggu kenyamanan dan loyalitas pelanggan yang berorientasi kepada kualitas atau kenyamanan.
Meskipun seolah-olah terlihat kurang etis tetapi dianggap sah-sah saja. Semuanya berpulang kepada pelanggan. Itulah salah satu dinamika dunia Iklan (perception is more important than reality), yang harus mampu memenuhi keinginan para provider  seluler tersebut.  Berhasilkah strategi itu? Untuk jangka panjang sih TIDAK!!! buktinya selain pelanggannya lelah dicekoki terus, para providernyapun bertumbangan satu demi satu. Ada karena alasan teknologi dan tidak sedikit karena kesulitan keuangan.
Bagaimana dengan komunikasi di dunia media sosial saat ini, dimana Perception is a reality. Menurut Saya sih 11-12 alias sama saja. Proses sharing pesan berjalan dengan volume dan frekuensi yang sangat masif. Saling mengacaukan pesan sudah hal biasa, yang penting tujuan tercapai dan terkadang enggak peduli dengan lingkungan, senang OK lanjut, kalau tidak monggo di delete serta tak boleh Baper (wow! Simple bukan?).
Tiba-tiba teman Saya ngechat dengan menumpahkan kekesalannya padaku tentang prilaku anggota WAGnya.
"Bagaimana Kita enggak kesal coba!!! katanya memulai pembicaraan.
"Kita lagi serius membahas masalah member lain yang lagi kena musibah dan sedang berdiskusi Panjang lebar bagaimana menemukan jalan keluarnya"
"Eeeeeh dengan seenaknya tiba-tiba si Dia upload postingan yang ga penting dan bertubi-tubi lagi"
"Kenapa enggak diingetin?" tanyaku.
"Waktu diingetin malah terus ngupload postingan lain yang enggak jauh berbeda dengan sebelumnya"
"Yaaa, kasih tahulah aturan maennya khan bereeees" sahutku.
"Kita sih udah sering banget ngasih tahu aturan main di WAG, bahwa Group Kita ini hanya diskusi tentang khabar teman dan bagaimana Kita bisa saling perhatian dan saling bantu"
"Memang ini yang menarik dan menjadi tantangan dalam dunia digital sekarang ini" kataku sedikit menghibur.
"Iya, tapi khan mbo' yaa bisa sabar dikit napa?. Atau ya lihat-lihat situasi dan kondisi dong!!!" temanku menyela.
"Nah itu Dia. Khan pesan itu prioritas atau tidak yang jadi acuankan si penerima" kataku memancing.
"Lho! Entar dulu. Kalo Kita mau kirim pesan khan harus ditentukan dulu siap target audiencenya!" sahut temanku dengan intonasi tinggi.
"OK! Kamu ada benarnya. Tetapi ini media sosial yang seperti hutan belantara!" jawabku sedikit menegaskan.
"Maksudnya gimana" tanyanya lagi.
"Sosial media itu ibarat hutan belantara luas dan disana terdapat beragam kebebasan berekspresi siapapun bisa jadi pakar, termasuk berkirim-kirim pesan. Bebas!!! Sahutku berusaha membuatnya mengerti.
"Iya sih, tapi khan tetap adalah etika" jawabnya membela diri.
"Betul sekali! Tapi seberapa banyak orang peduli tentang etika?" tanyaku balik.
"Ada siiiiih!"jawabnya dengan pelan.
"Di sosial media selain enggak boleh Baper, justru kecerdasan itu bukan terletak pada sipengirim. Kecerdasan memilah dan memilih pesan itu ada pada si Penerima" aku menjelaskan.
"Emmmmm, Bentoel juga Kamu" katanya sambil menggur-menggut.
Pernah juga dapat curcolan yang mirip dari seorang Sales. Â Mereka itu punya aturan di Group kalau informasi tentang produk atau kegiatan jualan hanya boleh di hari Rabu, selain hari itu hanya digunakan untuk sharing pengalaman dan bertukar peluang kerja.
 "Eeeeh dengan dalih Butuh Uang, stok terbatas, jual cepat. Si Ntong sangat suka mendistrak/mengclutting pesan-pesan yang lagi hot dengan jualan tiap hariiiiii!"
"Sampai pernah di Kick out segala, tapi kasihan juga. Ya udah diinvite lagi dengan harapan berubah, ternyata semakin menjadi-jadi. Seperti makhluk yang lagi butuh perhatian"katanya dengan kesal.
Situasi ini yang membedakan dengan situasi sebelum-sebelumnya. Dulu, kalau sedang face to face prilaku mendistrak atau mengclutting pesan ini bisa distop dengan berkata: "Jangan Suka memotong pembicaraan orang, enggak sopan tauuuu!!!". Mungkin saat ini bisa Kita lakukan dengan sering-sering memposting aturan main di WAG Anda, supaya tidak ada distractor ataupun message clutter yang suka mengacaukan pesan yang sedang disimak. Atau bisa jadi sudah ada aplikasi di group chatting yang berisi anti distraksi atau anti mesaage clutter.
Platform social media punya kaitan dengan karakter dan segmen. Â Informasi melimpah ruah dan apapun informasi yang dibutuhkan selalu tersedia. Media ini paling mudah mendistrak dan mengacaukan konsentrasi. Saatnya memilih dan memilah. Yang penting No BAPER dan ooooops satu lagi fokus pada hal yang diperlukan!!!!
BIAR BERAT BADAN, JANGAN BERAT DOSA
BIAR HITAM MUKA, BUKAN HITAM HATI
BIAR MISKIN HARTA, BUKAN MISKIN BUDI BAHASA.
WFH, 20-11-2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H