Mohon tunggu...
selamat martua
selamat martua Mohon Tunggu... Penulis - Marketer dan Penulis

Hobby: Menulis, membaca dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayahku Idola Kami

15 November 2020   07:06 Diperbarui: 15 November 2020   07:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu Aku bersiap-siap sarapan, setelah berolah raga kecil dan mandi. Suasana hati sedang Bahagia karena rehat kali ini bisa sarapan bareng dengan Keluarga.

"Kalau pengen seperti itu sebaiknya ngomong ke Ayah!" kata istriku ke Putriku.

"Wuah kalo ngomong ke Ayah bisa panjang ceritanya" jawab Putriku

"Gimana sih! belon dicoba udah pake praduga macem-macem" lanjut Istriku.

"Biasanya kan gitu, Ayah banyak tanya ini itu!" sahut Putriku

"Coba dulu! Ngomongnya baek-baek" saran Istriku.

"Udah deh, enggak jadi aja" Putriku menutup obrolan sambil kembali ke kamarnya.

Awalnya kondisi seperti itu sangat aku sukai. Seolah-olah ada wibawa pada diriku sebagai Kepala keluarga, dimana tidak setiap cerita harus Aku urusi. Sebagai ayah Aku hanya perlu tahu urusan yang penting dan strategis, sedangkan urusan PR, kebutuhan sehari-hari menjadi urusan Istriku. Aku sangat bangga bila istriku mengingatkan anak-anaku untuk tidak mengganggu diriku, karena baru pulang dan masih capek.

Pernah satu kejadian, saat itu Aku hanya berdua Bersama si sulung di rumah dan seperti biasa Kami asyik dengan kesibukan masing-masing. Tidak lama kemudian si Sulung menginginkan sesuatu dan Ia segera menelepon Ibunya berkali-kali sembari bolak-balik keluar masuk kamar. Aku penasaran dan menanyakan apa yang bisa Ayah bantu. 

Ternyata Ia enggan menyampaikannya kepadaku dan lebih memilih menunggu Ibunya pulang saja. "Ya sudah, kalau gitu tunggu Bunda saja" kataku sambil melanjutkan pekerjaan.

Waktu terus berlalu, Saatnya Aku mutasi ke luar Kota. Aku menawarkan Anak-anak dan Istri untuk pindah atau Aku saja yang akan Kos di lokasi baru tersebut. Dari hasil urung rembuk diputuskan Istri dan Anak-anak tetap di rumah dan Aku Kos di lokasi baru. 

Menurutku keputusan itu sangat tepat, karena meskipun Aku pindah lokasi kerja tetapi pekerjaanku yang mobile menuntut diriku untuk lebih banyak di luar Kotadan kos-kosankupun lebih banyak kosong dari pada kutempati.

Bagaimana komunikasi dengan Keluarga?. Perlahan tapi pasti, Aku mulai mendapatkan keluhan dari istriku tentang perilaku Puri-putriku. Volume dan frekuensi keluhan semakin meningkat, hingga terkadang membuatku ikutan stress dan terpengaruh untuk ikutan senewen juga. Situasi akan berbeda di saat akhir Pekan, dimana saat-saat berkumpul Kami lebih banyak ngobrol dan seolah-olah permasalahan kemarin tidak pernah ada.

Suatu ketika, Aku mendapat tugas mengisi satu workshop di Kuta Bali. Seperti biasa, Aku menceritakan rencana kegiatanku itu ke Istri dan Anak-anakku agar mereka mengetahu keberadaanku selama di luar Kota. 

Saat Aku mendiskusikan mulai persiapan hingga kembali ke rumah, Aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari Putri sulungku. Sepertinya ada yang ingin Ia katakan, namun ragu untuk memulai. Ya sudah nanti saja kalau ada waktu luang Aku akan khususkan ngobrol one on one dengannya.

"Ayah minggu depan mau ngisi workshop di Kuta Bali. Ayo Siapa yang mau ikut?" Aku menawarkan.

"Udah, Bunda ikut Ayah sana!" jawab si Sulung cepat.

"Apa yang laen enggak pengen. Ke Bali lhoooo!" kataku memancing.

"Iya, Bunda sekali-sekali berduaan sama Ayah. Jangan di rumah aja!" jawab si Bungsu mengagetkanku.

"Kok Kalian enggak ikut?" Aku tanyakan lagi.

"Kan Sekolah!" sahut si sulung.

"Atau Kalian bertiga susul Ayah deh, biar Kita week end di Bali" kataku memberi saran.

"Enggak apa-apa Ayah. Biar Bunda aja yang nemanin Ayah di Bali" jawab si Bungsu.

Awalnya Aku tidak begitu sependapat dengan keputusan Anak-anakku bila hanya Kami berdua yang berakhir pekan di Bali. Aku ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk menikmati liburan bersama sekalian membangun komunikasi yang lebih baik dengan keluargaku. 

Tetapi karena Aku lihat Anak-anakkupun tidak begitu antusias dan Mereka justru ngotot agar Bundanya yang mendampingiku, ya sudah Aku harus menghargai keputusan itu.

Ternyata keputusan Anak-anakku tepat sekali. Selama berduaan di Bali, Kami mencoba melihat kehidupan rumah tangga dari kejauhan. Kami Bersama-sama mencoba membayangkan pertumbuhan usia dan prilaku Anak-anak. Atas kesepakatan bersama, aku mencoba untuk berani mengungkapkan harapan-harapanku terhadap istri dan Anak-anaku. 

Di saat yang sama Aku juga mendengarkan harapan-harapan Istriku terhadap diriku dan keluarga. Dari diskusi sepanjang malam itu, kami komit untuk bersama-sama menjadi orang tua terbaik bagi anak-anak Kami.

Jumt sebagai sesi dari Workshop dan kegiatannya adalah memformulasikan strategi yang harus dikembangkan oleh peserta dalam rangka memenangkan persaing di pasar. 

Sesuai dengan Agenda Kami masing-masing, Istriku sudah dijemput oleh teman kuliahnya yang menetap di Bali dan Mereka punya agenda untuk jalan-jalan seharian.

Acara penutupan seminar selesai dan berakhir dengan foto-foto, selepasitu Aku bergegas menuju kamar untuk melepas penat karena aktifitas di hari terkahir sungguh melelahkan. 

Sesampainya di kamar aku hempaskan tubuhku ke ranjang nan empuk dengan maksud sekedar rebah dan rehat. Ternyata Aku tertidur selama 1,5 jam dan saat terbangun hari mulai gelap.

Selesai bersih-bersih, sambil menunggu kedatangan istri dari jalan-jalan Aku coba untuk menghubungi Anak-anakku untuk sekedar mengetahui kondisi di rumah dan kegiatan mereka dihari itu. 

Berkali-kali kuhubungi, tidak satupun yang menjawab dan telepon rumahpun tidak diangkat. Aku hubungi Istriku untuk menanyakan posisi ada dimana dan sekalian menanyakan khabar anak-anak. Ternyata HPnya juga mati, mungkin habis batere kali.

Setelah lama menunggu, kira-kira jam 08.00 malam istriku datang dengan tergesa-gesa dan menyatakan bahwa Mereka keasyikan jalan-jalan hingga terlambat untuk pulang. 

Ya sudah, setelah Ia bebersih kemudian Kami menuju restoran untuk makan malam. Karena sudah agak malam, maka acara kami hanya makan malam dan kemudian Kami kembali ke kamar untuk istirahat.

Ketika masuk kamar, Aku dikejutkan dengan sebuah kado cantik yang diletakkan di atas meja yang dikelilingi oleh warna-warni lampu.

"Wuah ada surprise apa nih, Siapa yang ulang tahun?" tanyaku dalam hati.

"Bun, ada kado tuh!" seraya memanggil istriku.

"Hmmm, ucapan terima kasih dari peserta seminar kali!" jawab istriku dengan santai.

"Husss! enggak boleh, gratifikasi tuh!"jawabku.

"Udah deh, Ayah bersih-bersih dulu. Nanti Bunda temanin buka kadonya" saran istriku.

Baru kali ini ku tidak sabar ingin segera unboxing kado tersebut. Jantungku berdetak cepat dan perasaanku ikut enggak karuan. Aku tidak berpikir kado tersebut dari peserta seminar, karena hal itu melanggar kode etik yang diberlakukan Perusahaanku. Tetapi ada rasa penasaran Siapa yang mengirim dan kapan kamar ini ditata sedemikian apiknya.

"OK! Kita unboxing sekarang" kataku sambil menyambar kado tersebut.

"Wuaduh, Ayah jagi enggak sabar begitu" ledek istriku.

"Enggak tahu, kenapa jadi grogi begini!" jawabku sambil melepas isolasi kado satu persatu.

"Dari Kami Putri tercinta" itu tulisan yang Aku baca saat unboxing selesai.

Aku mendapat kejutan yang paling berharga dari Putri. Mereka mengirimkanku satu surat yang berisi harapan-harapan Mereka terhadap Kami berdua. 

Dalam suratnya mereka mengungkapkan rasa optimis bahwa Kami berdua memiliki keinginan menjadi Ayah-Bunda yang terbaik bagi Mereka. Untuk itu diawali dengan permohonan maaf, Mereka minta izin memberi masukan yang bisa jadi pertimbangan Kami kelak.

Banyak saran yang Mereka berikan terutama kepadaku yang secara fisik sering berjauhan. Ada kekhawatiran Mereka terhadap diriku, disaat Aku jauh dan harus melakukan semua kegiatan sendirian. 

Mereka juga merasa rindu dan ingin disentuh disaat-saat kami berkumpul. Mereka ingin didengar dan ditanya sesering mungkin, seperti komunikasi Ayah dan Bunda. 

Tidak terasa untuk pertama sekali aku meneteskan airmata bahagia atas keterbukaan Anak-anakku itu. Malam itu kami lanjutkan dengan diskusi berdua tentang apa yang harus kami lakukan kelak setiba di rumah.

Selesai diskusi istriku pamit tidur duluan dan kesempatan itu kugunakan untuk menghubungi Putriku sekedar ingin mengucapkan terimakasih. Tetapi lagi-lagi HPnya dimatikan dan telepon rumah juga tidak berjawab. Aku mengkhawatirkan keadaan anak-anakku dan kucoba menghubungi Adik Ipar, tetapi HPnya juga mati.

Aku meletakkan HPku di meja dan pandanganku kembali tertuju pada kado itu. Siapa yang mengirimkan ke kamar? dan kapan kado itu dikirimkan? Jangan-jangan istriku terlibat konspirasi dengan Karyawan hotel?. 

Kenapa disaat Anak-anakku menyarankan agar Istriku yang mendampingi, tidak ada komentar sedikitpun dari istriku? Kenapa hari ini jalan-jalannya kelamaan? Aku merebahkan diri sambil mencari jawaban itu semua, hingga akhirnya tertidur pulas.

"Ayah bangun! Sebentar lagi sholat subuh" Istriku membangunkanku

"Alhamdulillaaah, perasaan baru tidur sebentar" jawabku sambil bangkit menuju kamar mandi.

"Bun! coba telepon Anak-anak. Dari kemarin ditelepon enggak ada yang jawab!" pintaku sambil berlalu.

"OK, siaaaap!!!" balsa istriku.

Pagi ini kami akan liburan menggunakan paket tour yang disarankan oleh temanku. Seperti biasa sebelum jemputan datang, kami manfaatkan waktu yang tersedia untuk sarapan. Kami berjalan menuju Lorong yang diterangi lampu warna-warni dan berbelok ke kanan sesuai arah panah ke Restoran. 

Saat tiba di Restoran kami telah disambut Pramusaji dan tanpa bertanya langsung diarahkan ke meja yang seolah-olah sudah Kami pesan sebelumnya.

"Kami perlu meja untuk berdua dan diluar saja" sapaku ke Pramusaji

"Udaaaah, enggak apa-apa di sini aja!" potong istriku.

"Khan kegedean dan bisa dimanfaatkan oleh tamu yang berempat" kataku beralasan.

"Sudah kami ditinggal aja ya Mba'" kata istriku cepat.

"Ya sudah"kataku mengalah (mau liburan kok ngajak ribut).

Kamipun menikmati sarapan sambil melihat-lihat interior restoran yang sangat apik. Restoran menghadap pantai yang bersih dan laut yang biru. Cuaca pagi ini sangat cerah dan pantai terlihat mulai diramaikan oleh wisatawan yang akan berselancar. 

Sebenarnya Aku lebih menikmati sarapan di sisi luar restoran, karena bisa melihat-lihat suasana alam yang lebih terbuka. Namun karena meja yang Kami tempati di bagian dalam restoran, Aku jadi sungkan untuk menolak.

Sarapanku pagi ini hanya omlet dan sepiring buah. Aku memang tidak terbiasa sarapan pagi makan yang berat-berat. Selain menjaga kondisi, aku ingin menikmati beragam buah yang tersaji di restoran ini. Yang tidak boleh lupa adalah menikmati Kopi Bali yang punya cita rasa luar biasa. Selagi asyik menyeruput kopi Aku mendengar sapaan dari suara yang sangat Aku kenal.

"Assalamulaikuuum!!" tiba-tiba suara yang sangat kukenal terdengar dari belakangku.

"Walaikumsalam. Lho koq?" tanyaku seraya tidak percaya.

"The next Supriiiiiiiiiiiiiiise!!! Sahut Mereka setengah berteriak.

@t Home, 15-11-2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun