"Herannya lagi niiiih, Kita diaaaaaammmm aja. Seolah cara-cara seperti itu udah benar!!! Kata Beliau sambil keluar ruangan sebagai tanda protes.
"Kamu bisa jadi benar Kawan" Kataku dalam hati sambil membetulkan tempat duduk dan meneruskan menyimak event tersebut.
Yaa di Era digital sekarang ini Voting menjadi tools pengambilan keputusan yang dianggap paling jitu. Yang lebih parah lagi pengambilan keputusan diambil mengikuti mekanisme pasar. Bayangkan! Satu Fenomena serius dan menyangkut hajat hidup orang banyak diputuskan lewat polling SMS, WA atau apalah, mengerikan bukan.
Sepintas tidak ada yang unik dari proses tersebut. Namun bila Kita telusuri maknanya lebih dalam, terdapat kekeliruan yang sangat prinsip dalam proses pengelolaan kreatifitas. Kreatifitas tidak selalu identik dengan kompetisi. Memang Kita akui ada banyak alasan untuk menjadikan Voting sebagai pilihan terakhir. Tetapi Voting bukanlah pilihan yang bisa dilakukan untuk setiap pengambilan keputuasan.
Aku pernah mengikuti sebuah tentang Strategi Mengambil Keputusan dari satu institusi training yang terkenal. Sebenarnya secara konsep Aku sih sudah tahu banyak cara memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan yang efektif. Tetapi Aku butuh banyak pengalaman baik dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Ya sudah , ada kesempatan langsung bungkus!!!!!
Aku terbiasa kalo ikut training duduk paling depan agar infromasi yang Aku dapatkan maksimal dan bisa bertanya lebih leluasa. Seperti Biasa setelah melalui sesi konsep dan diskusi kecil, Fasilitator memulai bercerita dengan judul "Voting buah yang Indah tetapi Pahit".
Alkisah Beberapa tahun lalu, di sebuah perusahaan sedang melakukan recruitment untuk satu posisi jabatan. Setelah melalui beberapa tahapan, tibalah saatnya tahap akhir yaitu sesi interview dan telah didapatkan dua kandidat yang potensial.
Kandidat pertama bernama Mark. Ia sangat trampil menggunakan aplikasi IT. Ia mahir mendemonstrasikan tools IT dan memiliki pengalaman dalam berbagai aplikasi. Mark Berasal dari Kota besar dan perguruan tinggi bergengsi. Dari Profil Media Sosialnya Ia aktif memposting cerita, memberi komentar baik itu kritikan dan pernyataan-pernyataan tajam.Â
Portfolio yang dikirimkan terlihat bahwa Ia ingin menjadi Pengusaha sukses dan kalaupun bekerja, targetnya adalah bergaji tinggi sebagai modal untuk berbisnis dikemudian hari. Kemudian Interviewer memberinya kasus untuk diselesaikan dan sebagai tambahan Mark didampingi oleh beberapa volunter sebagai partner diskusi. Mark terlihat sangat dominan, trampil, punya pendapat sendiri dan mampu memutuskan sendiri, meskipun banyak anggota kurang setuju.
Kandidat kedua bernama Bill. Ia terlihat kurang terampil menggunakan aplikasi IT. Ketika ditanya tentang tools IT, Ia menjawab dengan terbata-bata. Berasal dari Perguruan tinggi yang kurang terkenal. Profil media sosial belum begitu aktif dan sesekali berkomentar yang cenderung datar meskipun positif. Portfolio yang Kami terima berisi prinsip hidup yang berintegritas dan sederhana. Memiliki pembawaan lebih tenang dan cenderung menunggu.
Saat diskusi kasus, Bill punya inisiatif memimpin dan antusias untuk mendengarkan. Meskipun hasil keputusan yang diambil belum tajam, tetapi Bill mendapat dukungan penuh dari seluruh anggota tim.