Genting nadi berdenyut menunggu hari itu tiba, terasa terhibur jiwaku kelam memandangi awan nan biru. Mataku berbinar terang mengagumi betapa mempesonanya dedaunan hijau ditemani syahdunya angin. Kali ini, insanku melekat pada kamera coklat abu yang kubawa.
Penantian beberapa minggu akhirnya terbalaskan, surat pemberitahuan keberangkatan ke kota yang disebut kota olahraga dan kota (Atlas) dan motto Aman, Tertib, Lancar, Asri, dan Sehat telah terhampir dan siap untuk di laporkan ke orang tua kami.
tak salah sangka, dalam perjalanan pertama kali ini terasa telah terangkai semua bentuk matahari nan indah di pagi hari yang membuat pikiranku lepas melayang.
Tiba pukul 7 malam, kami bergegas untuk berkumpul di kampus, menunggu keberangkatan yang kami nanti, sambil mendata beberapa mahasiswa agar tidak ada yang tertinggal, tak terasa mobil telah menelusuri abu nan panjang, selingnya perjalanan sambil melihat bintang yang memukau perjalanan ini, teringat konsep indah untuk beberapa jepretan di kameraku nantinya.
Perjalanan tak terasa, berapa lamanya telah berakhir di lokasi pertama yang kami kunjungi 'Eling Bening', sungguh menawan kapal yang berbentuk kepala naga putih yang berdiri tegak memalingkan pikiranku untuk memotret indahnya ditemani latar belakang pegunungan nan hijau, pemukiman nan asri, sejarah yang dimiliki kapal itu merupakan gambaran lesung dari nenek yang menolong Baru Klinting, dan kepala berbentuk naga adalah gambaran Baru Klinting yang saat itu masih berbentuk naga. Seiring dengan kegiatan yang berlangsung, sambil menunggu kehadiran sang matahari yang telah keluar dari lelap tidurnya.
Kegiatan di eling bening berlangsung lancar, kesana kemari mengelilingi bangku dan bangunan putih yang diisi beberapa kolam ditawari dengan indahnya air biru yang menyejukkan pikiran untuk tak ingin beranjak dari eling bening, banyak beberapa konsep nyata terbesit di benakku, mulai dari konsep arsitektur yang indah beberapa bangunan putih mengalir imajinasi untuk memotretnya.
Telah berlanjut dari eling bening, kami tidak langsung ke penginapan, kami melanjutkan perjalanan ke museum kereta ambarawa, tak sabar raga ini menginjak tempat bersejarah yang pastinya berjejer beberapa bangunan tua yang dilapisi sejarah kelam yang membentuk tempat tersebut, banyak mengexplore demi mendapatkan kepuasaan untuk mendapatkan nilai yang memuaskan. Tak hanya itu, banyak beberapa lukisan yang tersangkut dengan beberapa gambar tersirat perjuangan para penjajah.
Kegiatan berlangsung hingga siang dan diakhiri dengan makan siang bersama, setelah mengisi kekosongan perut, kami bergegas ke penginapan untuk merehatkan jiwa raga yang telah lelah untuk berpikir imajinasi diluar nalar.
Tak berhenti disitu, kami harus siap-siap untuk bergegas kembali ke rawa pening, banyak nelayan menata jaring untuk mencari sesuap nasi, tersenyum lebar mengartikan 'apa itu arti dari bersyukur' sambil melakukan kegiatan. Aku dan kerabatku berkeliling untuk mencari hal yang menarik diluar batas imajinasiku, indahnya terik yang terbenam nampak di depan mata, oren sayu yang menghiasi mataku merasa jiwaku terayu akan indahnya ciptaan tuhan kali ini.
Siang tak terasa sudah terganti malam, banyak kejadian tak terduga ketika di rawa pening, lalu kami melanjutkan ke penginapan dan di dalam kamar kami saling bertukar cerita, mendapatkan cerita dan pengalaman baru yang membuka pikiranku bahwa mengenal orang baru dan bercerita tidaklah seburuk itu. setelahnya kami tertidur dan berusaha mengumpulkan energi kami untuk melanjutkan kegiatan di esok hari.
Keesokan harinya, kami langsung melanjutkan perjalanan kami ke semarang, perjalanan yang begitu panjang tak kunjung cepat datang, alunan musik dan suara berdendang di dalam mobil melantun mengiringi perjalanan ini, sampai di restoran yang tampak indah desainnya menjadwalkan kami untuk melakukan tugas kembali, sambil berfoto mencoba mengeluarkan insipirasi agar tertata keindahan luar biasa dalam seni memotret.
Merangkai satu persatu makanan agar terlihat mengesankan sangatlah menarik perhatian dan butuh jiwa kesabaran yang luas. Tak lama dari situ, kami melanjutkan menelusuri gereja blendug, putih terpampang menata kokohnya bangunan, nampaknya arsitektur di dalamnya dilapisi kayu coklat nan kilau, tertulis beberapa pendiri dengan tulisan yang terukir di dinding berlapis kaca, dihiasi lampu nan suci melingkupi gereja itu, tangga coklat dipinggir mengintai jiwa untuk menggerakkan imajinasiku bergerak.
Tak lama dari gereja, kami melanjutkan berjalan menyusuri papasan indah bangunan-bangunan yang menakjubkan melalui indahnya kota semarang, angin segar selalu memalingkan pikiranku untuk selalu menata konsep dengan sebegitu indahnya, rasanya ingin berbagi cerita ini ke orang banyak.
Asrinya semarang membuatku takkan lupa, hangatnya warga sekitar senyuman yang manis yang terbersit di pikiranku, binar sunyi mataku terlelap saat melihat keramaian di kota lama yang mengagumkan, lalu kami harus bergegas ke tempat berlapis batu bata merah, selama perjalanan kami mencoba mengenali sisi kemanusiaan untuk layak dijadikan sebuah seni, pada kesempatan itu benakku tertuju pada ibu-ibu dengan senyum indah yang mengarah kepadaku, dirinya terasa senang dan dihargai ketika ingin di potret dia sempat berkata “daritadi aku diminta foto, tapi kamu lucu mau foto sambil beli es aku ih neng ayu” ujarnya.
Terasa dipuji jiwaku melantun, rasanya aku sedang berbincang dengan nenekku, rindu pun terasa ketika pikiranku melampaui batas, lalu kami mengambil beberapa potret kebersamaan bersama dosen untuk dijadikan lembar hitam putih yang akan selalu teringat nantinya, kenangan bukan hanya sebuah cerita yang dikarang ,kenangan juga bisa berakhir menjadi abu jika tak dijaga baik-baik.
Tatkala dengan indahnya semarang, kami mengakhiri kegiatan di masjid agung yang tampak indah dan dihampiri hembusan angin sore kala itu, megah terhampar di temani beberapa warga yang ingin melakukan ibadah, menunggu indahnya sang fajar yang akan menghiasi cantiknya bangunan putih nan kokoh itu, tak terasa hari selalu berganti kami memotret indahnya sore hari bersama lantunan indahnya adzan.
Setelahnya, kami lanjutkan ke penginapan, tapi tak habis sampai disitu karna kami harus melangkah untuk mengambil indahnya malam di semarang kala itu, aku bergegas dengan kamera abu ku untuk memotret indahnya mobil yang liar, tapi disayangkannya aku tak dapat memotret dengan indah karna hal yang sedikit ceroboh, sambil menyusuri indahnya lampu malam dan dengungan suara angin, waktu itu aku dan kerabatku mencari makan untuk sambil menghabiskan beberapa jam terakhir di semarang.
Terbayar rasanya jika sudah berkumpul bersama kerabat, lelah tak terhitung melepas tawa yang begitu keras hingga lupa perjuangan kita untuk menyusun tugas fotografi dan harus membutuhkan imajinasi untuk menyeimbangkan lelah yang telah kita dapat, waktu tak pernah berhenti cerita demi cerita tertulis, keluh kesahnya beradu dengan lelahnya kegiatan yang telah dilakukan selama 3 hari itu. Saling mengenal dan saling memahami karakter satu sama lain, kenangan bukan untuk dihapus selagi masih bisa diabadikan menjadi lembar kertas, lelah yang terbayarkan harus membuat kita meninggalkan indahnya semarang.
Semoga kita masih bisa berjumpa dilain hari ya, Semarang. Terima kasih telah menghiasi beberapa hariku kali ini.
Artikel ini dipersembahkan untuk tugas Creative Writing
Nama : Sela Lestari
NIM : 22401009
Kelas : D-3
Dosen : SISCA T. GURNING, S.Sos.,M.I.Kom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H