Keberhasilan dari proses konseling ditentukan dari keefektifan komunikasi antara konselor dan juga konseli. Konselor sudah seyogyanya memiliki keterampilan komunikasi yang baik, proses konseling tidak mungkin dapat berjalan ataupun terjadi tanpa adanya komunikasi karena komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya suatu konseling. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan atau hasrat kepada orang lain, yang mana orang lain juga memahami apa yang dimaksud  dari pesan yang disampaikan. Di dalam komunikasi tentunya terdapat beberapa kompenen yang mendukung terjadinya sebuah komunikasi diantaranya; 1. Ada yang menyampaikan pesan disebut dengan komunikator; 2. Ada penerima pesan yang disebut dengan komunikan; 3. Dan ada pesan yang di sampaikan. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sesuai yang dimaksudkan oleh pengirim. Kenyataannya, seringkali orang gagal berkomunikasi karena kurang saling memahami di antara keduanya. Sumber utama kesalahpahaman dalam komunikasi adalah cara penerimaan dalam menangkap makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksud oleh pengirim, karena pengirim gagal mengomunikasikan maksudnya dengan tepat.
Komunikasi Efektif dalam Konseling
Komunikasi yang efektif ialah komunikasi yang tidak menimbulkan adanya kesalahpahaman atau salah persepsi dalam menangkap makna atau pesan yang di sampaikan oleh komunikan. Dalam konseling komunikasi yang dilakukan  oleh konselor sudah seharusnya efektif dan tidak menimbulkan miskomunikasi, dapat dilakukan dengan:
A.Konselor Mendengar dan Klien Berbicara Mengungkap Dirinya
Agar klien berbicara dan terus menyampaikan keluh kesahnya, konselor melakukan beberapa hal berikut :
(1)konselor melakukan ajakan terbuka pada klien untuk berbicara, yakni mengajak
klien untuk memulai bicara dan konselor menunjukan sikap yang tepat, cara duduk yang baik, isyarat, dan kata-kata yang harmonis termasuk intonasi suara.
(2)konselor memberikan  pertanyaan terbuka, pertanyaan terbuka ini bertujuan supaya
klien lebih banyak berbicara lagi.
(3)konselor mengikuti dengan baik pokok pembicaraan, yakni memusatkan perhatian
pada apa yang dikatakan oleh klien, menjaga kontak mata dan tidak mengalihkan atau menyimpangkan pembicaraan
(4)konselor memberikan dorongan minimal. Dorongan minimal ini dimaksudkan untuk mendorong konseli agar berbicara lebih banyak lagi. Untuk menimbulkan dorongan ini, konselor dapat melakukan isyarat, sepatah kata, atau suara tertentu, gerakan anggota badan, atau pengulangan kata-kata kunci yang menunjukan bahwa konselor mempunyai perhatian dan ikut serta dalam pembicaraan.
(5)konselor mendengarkan secara tepat dan aktif. Mendengarkan merupakan dasar dari semua wawancara. Kegiatan ini menghendaki agar konselor lebih banyak diam dan menggunakan semua indranya untuk menanggapi semua pesan.
Komunikasi yang efektif itu dua arah. Bukan hanya konselor yang berbicara, tetapi juga klien yang didorong untuk berpartisipasi aktif dalam percakapan.
B.Konselor Menyimak Konseli
Mendengar sambil memahami diperlukan agar komunikasi dalam proses konseling kita lebih intim dan personal, kita perlu mengomunikasikan kepada lawan bicara kita bahwa kita mendengarkan dan memahaminya. Komunikasi disebut impersonal (tidak komunikatif) apabila penerima mengomunikasikan kepada pengirim bahwa ia tidak mendengarkan dan tidak memahaminya. Konselor menyimak konseli dengan aktif dapat dilakukan dengan:
(1)Fokus Penuh: Menghindari gangguan dan memberikan perhatian sepenuhnya pada klien.
(2)Empati: Mencoba memahami perasaan dan perspektif klien.
(3)Tidak Menilai: Menerima klien apa adanya tanpa menghakimi pernyataannya
(4)Klarifikasi: Memastikan pemahaman yang sama dengan mengajukan pertanyaan atau merangkum apa yang telah dikatakan klien.
(5)Refleksi: Mengulang kembali perasaan atau pikiran klien untuk memastikan pemahaman yang akurat.
Hindari Komunikasi yang Kurang Efektif dalam Konseling
Dalam proses konseling, hindari hal hal yang mengurangi keefektifan komunikasi dalam konseling, diantaranya:
(1)Pertanyaan yang ambigu: Pertanyaan yang terlalu umum atau tidak spesifik sehingga klien kesulitan memberikan jawaban yang relevan.
(2)Bahasa yang terlalu teknis: Penggunaan istilah-istilah psikologis yang terlalu rumit tanpa penjelasan yang cukup.
(3)Struktur kalimat yang membingungkan: Kalimat yang panjang dan berbelit-belit membuat klien kesulitan memahami maksud konselor.
(4)Menghakimi dan menilai pernyataan konseli
(5)Tidak memperhatikan bahasa tubuh klien: Konselor mengabaikan isyarat non-verbal yang mungkin menunjukkan perasaan yang berbeda dari apa yang diucapkan klien.
(6)Lingkungan yang tidak nyaman: Ruangan terlalu panas, terlalu dingin, atau bising.
(7)Terlalu cepat memberikan nasihat atau masukan kepada konseli
(8)Terlalu mendominasi pembicaraan
(9)Terus-menerus menggali dan bertanya terutama bertanya dengan kata "Mengapa?"
(10)Tidak menjaga kontak mata dengan konseli, konselor menghindari kontak mata dan tidak memusatkan perhatian kepada konseli
Dengan menciptakan komunikasi yang efektif akan mendorong proses konseling yang baik. Keberhasilan dari proses konseling ditentukan dari kualitas komunikasi yang diciptakan oleh konselor dan konseli. Penting bagi seorang calon konselor untkuntuk mempelajari keterampilan komunikasi ini untuk menunjang kompetensinya kelak.
Referensi:
Sarnoto, A. Z. (2014). Peran Komunikasi Dalam Proses Bimbingan Dan Konseling. Profesi: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Keguruan, 3(2), 54-62.Halawa, N., & Lase, F. (2024). Seni Mendengar Konselor dalam Komunikasi Konseling. Journal on Education, 6(3), 17978-17992.
Harapan, Edi. 2016. Komunikasi Antarpribadi: Perilaku Insani Dalam Organisasi Pendidikan. Rajagrafindo Persada: Depok
Sela Anatasia & Septia, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling UNJA
Dosen Pengampu: Zubaidah, M. Pd., Kons
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H