Selamat hari guru nasional, ucap belasan siswa MTs PAKIS kampung Pesawahan Desa Gununglurah Kecamatan Cilongok Banyumas, ini cara kami mengapresiasi peringatan hari guru nasional, menjadi pembeda bagi mereka karena siswa-siswi harus turun gunung mencari sumber belajar (guru) untuk teman belajar hari itu (Jum’at, 25 November 2016).
“Guru dan Tenaga Kependidikan Mulya karena Karya” menjadi tema HGN tahun ini, dan kali ini guru kami keluarga besar Bank Indonesia kantor cabang Purwokerto dan Eks Wartawan Kompas (jurnalis) serta penulis novel “geger wong ndekep macan”.
Belajar mengenal lebih dekat apa itu Bank Indonesia? nampak berbeda belajar kali ini, dengan ruang ber-ac, kursi empuk, tepat diruang rapat kantor Bank Indonesia yang membawahi wilayah eks karsidenan Banyumas.
Belajar sejarah dari kaisar Hirohito dari Jepang, ketika setelah terjadi perang dunia ke-2, sang kaisar pun memerintahkan kepada panglimanya untuk berkeliling negara Jepang dan berucap saya ngga ada urusan yang hancur dan berapa yang mati, tapi hitunglah berapa guru yang masih hidup, artinya jelas bahwa guru menjadi prioritas ketika negara yang sudah kalah karena dibombardir oleh sekutu kala itu tidak kemudian terpuruk melainkan memiliki semangat juang yang tinggi dengan diawali membangun negara dari mempersiapkan generasinya dengan menjadikan guru sebagai pondasi dasar membangun negara.
Guruku Bank Indonesia, nampak antusias ketika pak Djoko Juniwarto menjelaskan awal mula kenapa ada Bank Indonesia, diawali adanya Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1946 yang kemudian dilebur menjadi BNI tapi BNI tidak bisa menjalankan tugas sebagai bank sirkulasi, dan akhirnya pada konfrensi meja bundar, BNI ditetapkan menjadi Bank Pembangunan Indonesia.
Tahun 1951, kemudian terjadi nasionalisasi de javasche menjadi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia, dengan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari laju inflasi dan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terang pak Djoko dalam memberikan penjelasan pada anak-anak.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Mengatur dan menjaga sistem pembayaran, Mengatur dan mengawasi bank, ketiga hal itulah kemudian menjadi tugas pokok Bank Indonesia.
Belajar seperti di ruang paripurna itu, kemudian menjadi hiburan tersendiri disaat pegawai yang lain mempresentasikan mata uang kita (rupiah) dengan video kartun, harapannya anak-anak lebih mudah menyerap pesan pengetahuan dari tontonan itu, ucap mba Unoun Saraswati dan mas Irfan.
Keberanian siswa pun diuji, untuk belajar selanjutnya siswa satu persatu diberi kesempatan untuk belajar presentasi atas tontonan video yang bercerita tentang rupiah dikandung maksud mampu memahami CIKUR “ciri-ciri keaslian uang rupiah”.
Trisno, siswa kelas IX (sembilan) pun memulai belajar berani presentasi, untuk mengetahui uang yang kita miliki asli atau palsu kita harus memahami teknik 3 D. Pertama, dilihat nampak jelas dan terang warnanya,lihat juga optically variable ink (OVI) dipojok bagian bawah terdapat logo BI yang dicetak dengan tinta khusus dan apabila digerak-gerakkan dan dilihat dari berbagai sudut akan berubah warna, kemudian lihat juga di tengah uang rupiah terdapat benang pengaman yang timbul karena disulam, lihat juga rainbow printing(cetak pelangi) kalau dilihat dari berbagai sudut persis seperti warna pelangi yang terakhir lihatlah gambar tersembunyi latent image nampak terlihat berupa tulisan atau logo Bank Indonesia.
Kedua,diraba keaslian uang rupiah kita karena rupiah dicetak denganteknik cetak khusus (intaglio) merupakan cetakan yang apabila kita raba terasa kasar, cetakan ini bisa diraba pada angka nominal,gambar utama,lambang burung garuda dan huruf terbilang. Uang rupiah juga dicetak khusus untuk bisa digunakan bagi tuna netra, karena terdapat kode tuna netra (blind code).
Ketiga,diterawang ada tanda air-nya (watermark) tidak? umumnya tanda air bisa diterawang kearah cahaya dan akan terlihat jelas umumnya berupa gambar pahlawan. Cara menerawang juga bisa dilakukan pada uang rupiah kertas berupa gambar yang saling meng-isi satu sama lain (rectoverso) contohnya pada rupiah kertas pecahan seratus ribu terdapat logo BI seperti gambar Palu Arit yang sempat ramai dihebohkan masyarakat, tapi usai tahu dan caranya ternyata itu gambar utuh logo Bank Indonesia.
Dikemanakan ULE dan UTLE, kalau uang layak edar merupakan proses sirkulasi dimana Bank Indonesia tidak menerima tabungan dari masyarakat tapi hanya dari Bank-Bank umum yang diawasinya, kalau untuk uang logam biasanya perputarannya tersebar untuk pengelola-pengelola jalan tol. Mesin penghancur kemudian menjadi sasaran kunjungan anak-anak dan ternyata dari kertas kembali ke kertas uang tidak layak edar karena rusak, lusuh sebelum diolah memakai mesin dulunya dibakar, tapi kalau sekarang dimusnahkan dengan cara digiling memakai mesin dan keluar berupa cetakan padat seperti kaleng kemudian umumnya masuk ke TPA.
Nampak raut muka yang gembira dan bahagia terpancar dari belasan anak-anak pinggir hutan itu ketika setengah hari menjajagi kantor Bank Indonesia, sempat kutanya bagaimana perasaan mereka, jawab lugu mistam dan kawan-kawan, senang dan asyik belajar di Bank Indonesia kang, katanya. Jelas saja senang karena belajar dengan orang-orang BI begitu ramah, apalagi menu sajian yang mereka hidangkan, hem...menjadi aneh itu makanan dan sncak, karena itu kali pertama mereka melihat jenis menu makan yang berbeda dari biasanya dan pasti akan menjadi pengalaman dan guru baru yang akan terus dijadikan sebagai media pembelajaran hidupnya.
Belajar selanjutnya kita berburu guru dengan basis pencari dan pembuat warta (wartawan/jurnalis) dan juga penulis.
Belajar bersama jurnalis kompas pak Hindrayun dan kang Hari W penulis novel geger wong ndekep macan, 10 tahun-an usai beliau pensiun, tinggal di rumah kayu dengan desain yang minimalis itu, hem...menjadi cocok untuk belajar menjadi seorang penulis, terangnya menulis atau menjadi jurnalis itu tidak akan pernah berhenti karena sudah menjadi profesi, pesan yang bisa diambil dari ular-ular atau dopokan (diskusi) yang kita jadikan wejangan 2 jam lebih dekat bersama beliau.
Nampak menjadi lebih hangat, ketika diluaran sana nampak guyuran hujan pun terus membasahi rumah kayu itu, dan semoga dengan motivasi belajar dari seorang guru jurnalis dan penulis itu, anak-anak PAKIS akan terus dan terus belajar sampai kapanpun dan dengan siapapun.
Terimakasih, salam pembelajar dan selamat Hari Guru Nasional semoga guru-guru kita benar-benar menjadi mulya karena mampu ber-karya, dan kita akan terus belajar dan berkarya sebagai bentuk dedikasi untuk negeri yang kita cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H