"Mereka adalah perwakilan dari setiap daerah, dengan 70 ribu lebih desa yang ada di Indonesia, saya berharap lulusan Sekolah Cendekia BAZNAS dapat mewarnai dengan rona kesejahteraan ditempat mereka masing-masing"
Ibnu Hardiana, Sebagaimana mahasiswa freshgraduate dari jurusan peternakan lainnya, tak pernah hadir dalam benaknya untuk terjun ke dalam dunia pendidikan. Mimpinya bekerja dikorporasi peternakan namun takdir berkata ia bekerja diedukasi keumatan.Â
Pemangku agroedu sekolah Cendekia BAZNAS tersebut mengawali karir pengabdiannya di tahun 2017. bukan sebagai guru, namun sebagai tenaga administrasi. Berkutat dengan rutinitas data serta tidak bertatap langsung dengan siswa. Ibnu jalani dengan baik sembari berazam bahwa ini adalah mengabdi, menjadi apapun harus dijalani karena ada masa depan Indonesia yang dipertaruhkan disini.
Semakin nyaman dalam posisi administrasi, ternyata hadirlah perubahan formasi yang menurutnya menjadi awal yang mengubah sudut pandang dan peran hidup.
"Peralihan dari Admin menjadi guru Agroedu sangat berat. Karena diawal saya kira menjadi guru hanya transfer ilmu dari buku, namun ternyata bukan hanya itu. Selain merubah 180 derajat kebiasaan dibalik layar menjadi garda terdepan mengajar, menjadi guru juga menuntut banyak administrasi, RPP, Bahan Ajar, Media Pembelajaran dll.". Ungkapnya.
Perubahan-perubahan ini baginya seperti roller coster yang tak pernah mulus dalam jalan, dari peternak menjadi admin dibelakang meja dan sekarang harus menjadi guru agroedu yang notabene harus mengajar diluar. Terkhusus Sekolah Cendekia BAZNAS yang lebih fokus terhadap pertanian dan perikanan.
"Saya 'dipaksa' untuk memahami perikanan dan pertanian".
Perlahan tapi pasti, meski sempat berkeinginan resign karena merasa bukan tempatnya dalam dunia pendidikan. Ia jalani menjadi guru, belajar kesana kemari untuk menemukan materi pembelajaran.
"Youtube, Google, rekan guru dan semuanya saya gunakan untuk mencari model dan bahan pembelajaran. Bahkan berbagai pelatihan saya ikuti, dan Alhamdulillah gayung bersambut. Sekolah Cendekia BAZNAS pun memberikan fasilitas pelatihan untuk pengembangan saya". Tambahnya.
Perjuangan Ibnu berbuah hasil, ketika dalam masa pengabdian menjadi guru ia berhasil bukan hanya mendidik siswa namun juga memberikan pelatihan di ranah masyarakat. Pelatihan hidroponik, budikdamber, tambulanpot, serta sekitar urban farming ia kuasai dan bagi kepada masyarakat.
Semangatnya menuntut ilmu terus tumbuh seiring pertumbuhan inovasi agroedu di sekolah bebas biaya tersebut. Ia bersyukur meskipun banyak rintangan dan perlu adaptasi dengan ranah kerja yang baru namun dapat dilalui dengan baik. Perputaran posisi kerja bahkan ideologi dululah yang membuat ia semakin matang dan faham bahwa dalam pengabdian dibutuhkan daya tahan serta fleksibilitas keahlian.
"Rahasi saya mampu beradaptasi adalah siswa. Awalnya jujur merasa tak mampu mengajar mereka, namun setelah bertatap dan mengenal dekat dengan mereka tumbuhlah rasa haru. Harus ada peran saya meskipun sedikit dalam mensejahterakan mereka dalam ilmu pengetahuan." Ujarnya.
Saat ini di Sekolah Cendekia BAZNAS Ibnu Hardiana bersama para tenaga pendidik pilihan lainnya terus berupaya menghadirkan inovasi untuk pendidikan yang profesional dan lebih baik untuk para siswa dhuafa yang tersebar dari 25 Provinsi di seluruh Indonesia. Bersama menyiapkan generasi penerus bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H