Walau istilah queerbaiting rasanya baru ramai pada 2010-an, sebenarnya sejarahnya sudah ada sejak era perang dingin. Pada tahun 1950-an terkenal istilah Lavender Scars. Lavender Scare membuat kaum LGBTQ+ Â menyembunyikan seksualitasnya karena takut kehilangan pekerjaan, terutama jika duduk di posisi pemerintahan. Untuk mengidentifikasi mereka yang queer, orang akan melakukan queerbaiting atau berpura-pura berpura-pura sebagai teman dan anggota komunitas LGBTQ+. Â
Meski alasan queerbaiting telah berubah dari waktu ke waktu, tetap saja merugikan komunitas LGBTQ+. Tidak heran jika banyak yang marah kepada artis-artis yang dituding melakukan queerbaiting, yang paling ramai misalnya Harry Styles.
Penyanyi itu merubah personanya terutama saat menjadi cover Vogue. Dia memakai gaun Gucci dengan balutan jaket hitam. Â Artis jebolan X Factor ini tentu membantahnya. Tapi pidatonya saat meraih Grammy Awards 2023 kembali membuat alis naik sebelah. Dalam pidatonya, Styles berkata, "Ini jarang terjadi pada orang seperti saya, dan ini sangat, sangat bagus. Terima kasih banyak."
Hadeh, apa maksudnya?
Lalu Bagaimana?
Tentu saja, selebritas tidak berutang kehidupan pribadi kepada siapa pun. Seksualitas juga merupakan ranah privat dan tidak penting dibahas di muka umum. Namun di panggung publik, dan terutama saat bermain dengan simbol gender dan ekspresi diri yang membuat orang bertanya-tanya tentang seksualitasnya juga tidak elok. Apalagi jika motifnya hanya bersifat ekonomi.
Jika memang perusahaan atau selebritas melakukan queerbaiting, mungkin mereka bisa melakukan sesuatu sebagai umpan balik bagi kelompok tersebut. Dalam bentuk apa, ya tidak tahu juga sih? Tapi yang lebih baik lagi tentu saja tidak melakukan queerbaiting.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H