Saya baru beberapa bulan mengikuti dunia hiburan Thailand. Jadi ketika beberapa hari lalu ada aktor Suppasit Jongcheveevat atau yang biasa dipanggil Mew trending di twitter, sempat membuat penasaran. Ternyata dia 'berkelahi' dengan segelintir fansnya di twitter.
Saya tidak mau membahas tentang 'perkelahian' tersebut karena takut salah. Makum, baru beberapa bulan mengikuti industri hiburan negeri gajah putih ini. Tapi ada satu cuitannya yang menarik. Dia meminta fansnya untuk memahami arti queerbaiting.
Rupanya banyak fansnya yang menuduh artis 31 tahun tersebut melakukan queerbaiting. Mengingat ketenaran yang didapatnya usai bermain di serial TharnType. Di serial itu, Mew berperan sebagai mahasiswa gay. Di kehidupan nyata, dia bukanlah seorang gay.Â
Apa sih Queerbating?
Sutradara sekaligus aktivis Leo Herrea mendefinisikan queerbaiting adalah ketika "seorang selebriti atau figur publik memanfaatkan kecurigaan bahwa mereka mungkin terlibat asmara dengan sesama jenis demi publisitas, promosi, atau keuntungan kapitalistik. "
Pria asal Mexico ini juga menuding jika praktek queerbaiting terjadi karena dorongan kapitalis. Produsen ingin mendatangkan konsumen dari kalangan queer. Tujuan golongan kapitalis tentu mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Keuntungan bisa didapat dengan menambah pendapatan melalui penjualan atau mengurangi biaya produksi.
Kelompok LGBTQ+ jelas dilirik sebagai salah satu opsi untuk meningkatkan penjualan. Menurut analisis GAY TIMES (menggunakan kombinasi data IPSOS dan Populasi PBB), populasi kelompok ini diperkirakan mencapai 1 miliar secara global pada tahun 2050. Dan, sekitar 21% dari semua Gen Z Amerika dewasa sekarang mengidentifikasi diri sebagai LGBTQ+.
Perkiraan tentang pengeluaran kelompok LGBTQ+ global mencapai USD 3,7 triliun per tahun. Amerika Serikat menjadi negara dengan pertumbuhan pengeluaran terbesar mencapai USD 1,4 triliun per tahun.
Potensi cuan yang sangat mengiurkan. Jadi paham kan kenapa banyak pihak melakukan queerbaiting? Tidak hanya peluang ekonomi. Queerbaiting juga mendatangkan ketenaran bagi sejumlah selebritas.
Sejarah Queerbaiting
Walau istilah queerbaiting rasanya baru ramai pada 2010-an, sebenarnya sejarahnya sudah ada sejak era perang dingin. Pada tahun 1950-an terkenal istilah Lavender Scars. Lavender Scare membuat kaum LGBTQ+ Â menyembunyikan seksualitasnya karena takut kehilangan pekerjaan, terutama jika duduk di posisi pemerintahan. Untuk mengidentifikasi mereka yang queer, orang akan melakukan queerbaiting atau berpura-pura berpura-pura sebagai teman dan anggota komunitas LGBTQ+. Â
Meski alasan queerbaiting telah berubah dari waktu ke waktu, tetap saja merugikan komunitas LGBTQ+. Tidak heran jika banyak yang marah kepada artis-artis yang dituding melakukan queerbaiting, yang paling ramai misalnya Harry Styles.
Penyanyi itu merubah personanya terutama saat menjadi cover Vogue. Dia memakai gaun Gucci dengan balutan jaket hitam. Â Artis jebolan X Factor ini tentu membantahnya. Tapi pidatonya saat meraih Grammy Awards 2023 kembali membuat alis naik sebelah. Dalam pidatonya, Styles berkata, "Ini jarang terjadi pada orang seperti saya, dan ini sangat, sangat bagus. Terima kasih banyak."
Hadeh, apa maksudnya?
Lalu Bagaimana?
Tentu saja, selebritas tidak berutang kehidupan pribadi kepada siapa pun. Seksualitas juga merupakan ranah privat dan tidak penting dibahas di muka umum. Namun di panggung publik, dan terutama saat bermain dengan simbol gender dan ekspresi diri yang membuat orang bertanya-tanya tentang seksualitasnya juga tidak elok. Apalagi jika motifnya hanya bersifat ekonomi.
Jika memang perusahaan atau selebritas melakukan queerbaiting, mungkin mereka bisa melakukan sesuatu sebagai umpan balik bagi kelompok tersebut. Dalam bentuk apa, ya tidak tahu juga sih? Tapi yang lebih baik lagi tentu saja tidak melakukan queerbaiting.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H