“Lho mbah, kita mau kemana? nggak ke rumah sakit?” tanyaku di sela-sela makan.
“Nggak, bapak udah di rumah mbah (ibunya bapak).” jawab mbah mengabari.
Aku terdiam mendengar jawabannya. Firasat burukku semakin kuat. Selepas makan, kami melanjutkan perjalanan menuju ke rumah mbah (ibunya bapak). Dari rumah makan sampai rumah mbah, aku memutuskan untuk tidak tidur seraya bersiap untuk menghadapi kenyataan.
Sesampainya di rumah mbah..
Firasatku benar tak meleset ketika aku melihat bendera kuning dan ada tenda di depan rumah mbah. Aku turun dari mobil, terdiam sejenak. Satu yang ada di pikiranku saat itu, IBU. Ya.. aku segera berlari menghampiri ibu di halaman rumah mbah, aku memeluk ibu, sambil menguatkan ibuku.
“Ibu yang sabar, jangan nangis.” Aku berusaha untuk menguatkan ibu.
“Hilya tolong maafkan kesalahan-kesalahan bapak ya,” pinta ibu sambil mengusap kepalaku. Terlihat genangan di pelupuk matanya. Entah saat itu aku tak bisa langsung menangis. Pandanganku tertuju ke arah jendela. Di balik jendela terlihat kain warna hijau yang menutupi keranda. Aku terpaku, tanpa terasa buliran air mata berjatuhan dari kelopak mataku. Aku terdiam dan berpikir, “Bapak di dalam keranda itu sekarang?”
Sejak saat itu, pikiranku tentang bapak adalah bapak kerja jauh. Itu pikiran untuk menguatkanku. Bapak? Ia sosok lelaki yang tangguh, tak pernah rapuh. Ia sosok lelaki yang cintanya kuat namun tak terlihat. Untuk mengucapkan kata maaf atau terimakasih pun terhambat. Hanya dengan doa yang tak kenal kata terlambat.
Kenangan bersama bapak selalu menari-nari di benakku. Masih teringat jelas, tatapan mata bapak untuk terakhir kalinya. Tetapi, bagaimana aku harus menyikapinya? Tak ada yang bisa kulakukan selain berdoa untuknya dan menerima segala ketentuanNya, karena aku yakin bahwa segala sesuatu dari Allah itu baik. Aku selalu menunggu hikmah dibalik semua ini.
Ada salah seorang temanku di SMP. Setiap kali dia dijenguk oleh orangtuanya, ia selalu mencariku dan mengajakku bersamanya. Membuatku tak merasa bahwa bapakku telah tiada. Semoga Allah membalas semua kebaikannya dengan yang lebih baik, aamiin.
Lelaki tangguh itu..... cinta pertamaku. Bapak rahimahullah.