1. Mentaati AdatÂ
2. Pembelajaran kepada anak-anak perempuan yang masih perawan untuk menyiapkan kehidupan berkeluarga
3. Membentuk kepribadiaan anak-anak perempuan sehingga menjadi lebih serba bisa, lugu dan lemah lembutÂ
4. Mengajarkan anak perempuan diajarkan mengasuh, membasuh, mengurus, memasak, menjahit, dan kecapakan lain
5. Menghindari fitnah serta musibah pada perempuanÂ
Akibat dari Tradisi Pingitan Terhadap Kehidupan PerempuanÂ
Kamar pingitan zaman kolonial dianggap sudah tidak relevan di zaman sekarang. Namun dalam praktek lapangannya, kesetaraan yang dijanjikan tidak benar-benar berada dipihak perempuan. Kebebeasan pada perempuan masih terasa dibatasi, cukup mengkungkung arah gerak perempuan. Pemikiran bahwa tugas perempuan hanya kasur, sumur dan dapur terlalu mebuat ketidakprcayaan diri laki-laki. Perempuan selalu dituntut untuk lugu dan tak tau, agar laki-lakinya bisa bersifat heroik. Padahal zaman sudah berkembang, namun ke-kuno-an patriarki masih hangat beredar.
Kebebasan yang sudah diperjuangkan seperti kembali menjadi angan. Istilah kamar pingitan tidak benar-benar hilang, hanya berevolusi menjadi skala ruang yang lebih besar dan transparan. Lingkungan masyarakat yang ditempati perempuan seperti memingit mereka untuk tidak bertindak macam-macam, apalagi lebih dari lelaki, masih sering disalahkan dengan alasan perempuan. Tak pernah terbayang bagi para perempuan jika menjadi 'perempuan' harus seberat ini, bahkan kata sependek 'bebas' saja masih sulit untuk dimengerti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H