Sumber: Forbes
Tidak dapat dipungkiri bahwa sosial media merupakan salah satu sarana vital di zaman ini. Segala fenomena dapat menyebar dengan cepat dan bebas. Hal itulah yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak terduga. Informasi baru silih berganti mengisi ruang media sosial. Baik itu dalam portal berita yang menjadi jendela informasi baru, artikel, jurnal, bahkan postingan yang diunggah di akun pribadi seperti Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, serta masih banyak platform sosial media lainnya. Media sosial bagaikan makanan sehari-hari khususnya bagi generasi masa kini.
Ketenaran media sosial tidak lepas dari peran eksis penggunanya. Pengguna media sosial berasal dari berbagai usia. Baik itu orang dewasa atau yang masih remaja. Selain itu, untuk seseorang mendapatkan ketenaran di media sosial itu susah-susah gampang. Seseorang bisa saja terkenal karena dampak positif yang dia berikan kepada masyarakat melalui media sosial membuat masyarkat termotivasi untuk meniru hal-hal positif yang dilakukan orang tersebut. Kami menyebutnya influencer atau dalam bahasa Indonesia berarti orang yang memiliki pengaruh. Tentu saja pengaruh yang disebarkan haruslah pengaruh yang positif. Namun, bagaimana jika orang tersebut malah menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat?
Mencari perhatian melalui media sosial memang tidak sulit. Namun, bagaimana respon dari masyarakat tersebut yang akan menentukan apakah seseorang bisa terkenal atau dengan cepat dilupakan begitu saja. Orang-orang yang memiliki pengaruh positif tersebut haruslah mendapatkan respon positif dan dukungan dari masyarakat luas, misalnya seperti penyanyi, aktor dan aktris, motivator, penulis serta pekerja apapun yang mampu mengajak masyarakat untuk memberikan perubahan dan kemajuan negeri ini. Orang-orang seperti itulah yang seharusnya diberi panggung. Bukan orang-orang yang hanya viral atau terkenal karena alasan yang sebenarnya kurang masuk akal dan bukan karena karya atau ada sesuatu kelebihan yang dimiliki orang tersebut.
Sayang sekali, saat ini banyak orang yang memanfaatkan media sosial hanya untuk ketenaran semata tanpa mempedulikan dampak apa yang akan ditimbulkan. Mereka inilah orang-orang yang seharusnya dihilangkan dari ketenaran di media sosial. Masyarakat seharusnya tidak lagi memberi panggung untuk orang-orang tersebut agar mereka tidak lagi berseliweran di media sosial. Sayangnya, hal itu sepertinya masih sulit diterapkan di Indonesia. Fenomena tersebut biasanya disebut sebagai cancel culture.
Sebenarnya apa itu cancel culture? Serta mengapa cancel culture sangat berpengaruh di kehidupan bersosial media. Cancel culture terdiri dari 2 kata, yaitu cancel yang dalam bahasa Indonesia berarti membatalkan, menghapuskan, memutuskan, atau meniadakan. Sedangkan, culture dalam bahasa Indonesia berarti budaya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, cancel culture merupakan budaya yang dilakukan untuk menghapuskan atau meniadakan orang-orang yang dianggap memberikan pengaruh buruk kepada masyarakat melalui media sosial. Dilansir dari laman Kementerian Keuangan Republik Indonesia, cancel culture adalah sebuah praktik yang sedang populer di media dengan berusaha mengumpulkan dukungan untuk meng-cancel seseorang jika ia telah melakukan atau menyatakan sesuatu yang ofensif maupun tidak menyenangkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa cancel culture adalah sebuah praktik di media sosial berupa upaya untuk mengumpulkan dukungan dalam memboikot seseorang karena orang tersebut telah melakukan atau menyatakan sesuatu yang ofensif maupun sesuatu yang berdampak negatif terhadap orang banyak.
Tidak hanya itu, cancel culture juga berlaku jika seseorang telah menyebarkan berita palsu dengan tujuan tertentu, misalnya untuk menjatuhkan salah satu pihak. Orang tersebut sengaja menghasut penggemarnya dengan rumor yang ia buat agar penggemarnya tersebut ikut membenci korban fitnah tersebut. Tentunya hal ini sangat tidak patut untuk dijadikan contoh dan merugikan berbagai pihak.
Akan tetapi, bagaimana cancel culture ini dilaksanakan? cancel culture sudah tidak asing lagi di tengah kalangan millennial, khususnya untuk penggemar K-Pop. Cancel culture dilakukan dengan tujuan memberikan sanksi sosial kepada pelaku untuk memberikan efek jera. Tindakan bullying, terlibat dalam kasus penggunaan narkotika, pelecehan seksual, atau perilaku tidak menyenangkan apapun yang dilakukan oleh artis, public figure, maupun seorang idola (penyanyi, dancer, atau performer), perlu mendapatkan sanksi berupa cancel culture ini.
Di beberapa negara misalnya di Korea Selatan, mereka menerapkan cancel culture ini dengan sangat ketat dan tegas. Mereka tidak akan membiarkan pelaku kejahatan tersebut hidup bebas, tenang, dan bahagia tanpa mendapatkan hukuman yang pantas. Hukuman yang pantas tersebut tidak lain adalah sanksi sosial yaitu dengan melarang mereka untuk tampil di televisi atau acara apapun yang dapat ditonton oleh orang banyak, serta melarang perhatian apapun yang ditujukan kepada pelaku tersebut.
Seorang idola di Korea Selatan yang terjerat kasus, sangat sulit untuk kembali menata karirnya. Atensi publik yang semula tertuju kepadanya, akan berubah 180 derajat. Pernah ada salah satu anggota dari grup idola yang cukup terkenal di Korea terkena kasus bullying. Kabarnya, artis tersebut pernah merundung salah satu temannya ketika mereka berada di sekolah menengah. Hal itu tentu membuat publik marah besar. Bisa-bisanya ada seorang idola yang diketahui memiliki citra yang baik, namun ternyata dulunya adalah seorang pembully. Foto-foto dan keterangan yang berasal dari orang yang mengaku sebagai korban pembulian tersebut beredar di media sosial. Hal ini membuat orang-orang menuntut pihak label, kepolisian, dan pihak sekolah korban dan pelaku untuk segera menyelidiki kasus ini. Namun karena publik menganggap mereka terlalu lambat dalam meneliti kasus ini, publik akhirnya berbondong-bondong meminta pihak label untuk mengeluarkan dan memutus kontrak artis tersebut. hal itu juga dilakukan sebagai bentuk keadilan yang perlu didapatkan oleh korban. Akhirnya artis tersebut dikeluarkan dari grupnya dan artis tersebut meninggalkan label itu. Namun setelah beberapa minggu, dan kasus mulai tidak lagi diperbincangkan, muncul pernyataan bahwa artis tersebut tidak bersalah dan berita pembulian itu hanyalah berita palsu yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mau bagaimana lagi? Artis tersebut sudah dikeluarkan dari labelnya. Karena namanya pernah tercoreng akibat kasus pembulian, tidak akan mudah bagi seorang artis untuk mengembalikan ketenarannya meskipun dirinya terbukti tidak bersalah. Segitu besarnya pengaruh cancel culture terhadap kehidupan seseorang.