Mohon tunggu...
Sekar Ayu Rosalina
Sekar Ayu Rosalina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Klik dan Percaya: Mengapa Hoaks Mudah Viral di Media Sosial?

10 Januari 2025   10:10 Diperbarui: 10 Januari 2025   17:38 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media sosial menjadi arena antara penyebaran fakta dan hoaks, mencerminkan dampaknya pada masyarakat digital. (Sumber : Unggahan Pengguna)

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia, memfasilitasi komunikasi dan penyebaran informasi dengan sangat cepat. Namun, sifat instan dan luasnya jangkauan media sosial juga membuka jalan bagi penyebaran berita hoaks yang meresahkan. Hoaks sering kali dirancang untuk memanipulasi emosi, seperti kemarahan, ketakutan, atau kebanggaan, yang mendorong pengguna untuk membagikan informasi tersebut tanpa memverifikasi kebenarannya. 

Selain itu, algoritma media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, yang dirancang untuk mendorong konten viral, sering kali memperkuat penyebaran hoaks. Algoritma ini tidak membedakan antara informasi faktual dan berita palsu, sehingga konten hoaks lebih sering mendapatkan perhatian dibandingkan konten edukatif. Penelitian oleh Syukri et.al (2023) menyatakan bahwa mudahnya mengakses internet begitu signifikan dengan melihat akses penyebaran pesan lebih mudah dan praktis karena prosesnya yang tidak begitu lama dibandingkan dengan media cetak. Dengan mudahnya khalayak mengakses dan menyebarkan segala pesan, mengesampingkan penyaringan berita sehingga tidak sedikit media internet menyebarkan pesan palsu atau biasa dikenal dengan istilah Hoax

Dampak Sosial dari Penyebaran Hoaks

Penyebaran hoaks tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga berdampak serius pada masyarakat. Indonesia memiliki populasi pengguna media sosial yang sangat besar dan aktif (Kompas, 2021), mengatakan "Dari total populasi Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, pengguna media sosial aktif mencapai 170 juta. Artinya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia setara 61,8 persen dari total populasi di Januari 2021." Ini adalah angka yang luar biasa untuk negara yang masih berkembang ini. Sebagian orang di Indonesia menggunakan internet sebagai kebiasaan dan sebagai kebutuhan. Selain itu, selama pandemi, pertemuan langsung antar individu dilarang. Karena keadaan ini, kebutuhan akan internet dan media sosial semakin meningkat dan mendesak. Tidak diragukan lagi, Anda harus menggunakan internet dan media sosial untuk terhubung dengan orang-orang seperti rekan kerja, guru, siswa, siswa dan dosen, dan tetangga rumah. Hoaks menyebabkan ketidakpercayaan terhadap institusi, perpecahan sosial, dan bahkan kerugian ekonomi. 

Misalnya, pada awal pandemi COVID-19, sebuah hoaks yang mengklaim bahwa "air garam bisa menyembuhkan virus" sempat viral di media sosial, memicu perilaku panik dan mengalihkan perhatian dari metode pengobatan medis yang benar. Dalam konteks politik, hoaks sering digunakan untuk menjatuhkan lawan dengan menyebarkan isu palsu terkait kebijakan yang tidak pernah ada.

Pentingnya Literasi Digital

Mengatasi penyebaran hoaks membutuhkan pendekatan yang sistematis, terutama dalam meningkatkan literasi digital masyarakat. Penelitian Mandasari et al. (2024) menemukan bahwa karakter informasi di media tidak hanya diciptakan dan dikonsumsi oleh penggunanya, tetapi juga dapat dibagikan ulang, yang menyebabkan tersebarnya informasi palsu di media. Pengguna media dapat mengomentari informasi yang ada dan menambahkan data terbaru. Informasi yang berkembang menjadi kabur dan menjadi hoax. Untuk mengedukasi masyarakat, pemerintah dan platform media sosial harus bekerja sama. Program Siberkreasi Kominfo bertujuan untuk meningkatkan literasi digital. Meskipun demikian, partisipasi aktif dari komunitas sendiri sangat penting. Orang-orang yang menggunakan media sosial harus berhati-hati untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya.

Teori Konformitas Sosial menjelaskan bahwa individu cenderung mengikuti perilaku kelompoknya untuk diterima dalam kelompok tersebut. Penelitian oleh Asyahidda dan Azis (2024) menyatakan bahwa dinamika psikologis dan sosiologis dari Fear of Missing Out (FoMO) menjadi kunci dalam menganalisis perilaku Generasi Z di platform digital seperti TikTok. Sebagai generasi yang tumbuh dalam ekosistem digital, Generasi Z dihadapkan pada tekanan sosial yang diperkuat oleh mekanisme algoritmik dan standar konformitas yang terus bergeser.

Teori pengaruh sosial menyatakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain dalam kelompok sosial mereka. Penelitian Thulhidjah et.al (2024) menunjukkan bahwa lingkungan sosial dan budaya di sekitar mahasiswa  mempengaruhi  cara  mereka  berinteraksi  dengan  informasi  di  Instagram. Mahasiswa  yang  terlibat  dalam  komunitas  yang  mendorong  literasi  digital  dan  kritis terhadap  informasi  cenderung  lebih  waspada  terhadap  berita  hoax.  Sebaliknya,  mereka yang kurang teredukasi rentan terpengaruh oleh informasi yang tidak diverifikasi

Selanjutnya menurut teori Kognisi Sosial, individu cenderung lebih percaya dan menyebarkan informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri, sebuah fenomena yang dikenal sebagai "bias konfirmasi". Penelitian Tartawati (2022) menemukan bahwa orang dengan pandangan politik atau agama yang kuat lebih mudah menyebarkan hoaks yang mendukung pandangan mereka. Penelitian oleh Krisanjaya et al. (2024) di Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menyoroti pengembangan instrumen pencegahan awal penyebaran hoaks, yang disebut Instrumen Cegah Awal Penyebaran Hoaks (ICAPH). ICAPH bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencegah hoaks berdasarkan dimensi emosi, konten, literasi informasi, kategori informasi, opini, dan sumber. Penelitian ini menegaskan pentingnya langkah preventif dalam melawan hoaks melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan linguistik forensik dan literasi digital.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun