Ini bagus. Peta dunia memang perlu perubahan, bukan hanya pergantian pemain serta pergeseran kepentingan para pelakon utama. Pemain figuran pun tetap pemain. Jumlahnya banyak. Dan, mereka sebenarnya mampu menggulingkan panggung.
Meskipun sarat akan ketegangan, Nawal tidak sampai membuat pembaca kebingungan. Ia penulis yang baik. Premis-premis disampaikan dengan begitu jelas melalui diksi yang tepat. Pembaca akan paham pesannya pada pembacaan pertama. Bahkan, mungkin juga pembaca akan menangkap betapa besar energi Nawal, dan betapa tebalnya emosi perempuan ini saat menuliskan idenya.
"Kesenangan menulis bagiku lebih dari kesenangan seksual, lebih dari kesenangan apa pun. Menulis sangat penting untuk hidupku, seperti bernapas." (halaman 13)
Terlepas dari apa pun manfaat pribadi yang ia dapatkan dari menulis, dunia butuh banyak sosok seperti Nawal El Saadawi. Kesadaran palsu yang terbangun ribuan tahun peradaban manusia hanya bisa dihancurkan lewat serangan besar dan masif. Tentunya serangan itu butuh banyak pasukan serta komandan yang cerdas. Dan, komandan pasukan tidak harus laki-laki.
Lewat buku ini pula, Nawal ingin menegaskan bahwa perempuan tidak boleh hanya berakhir di dapur, sumur, dan kasur. Memang, secara fisik, laki-laki dan perempuan itu berbeda. Untuk urusan kekuatan fisik pun berbeda, meskipun ada sebagian perempuan yang lebih kuat daripada laki-laki. Akan tetapi, dalam kehidupan, dan dalam meraih cita-cita, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Inilah yang dimaksud keadilan dan kesetaraan.
Penguasaan dan hak kepemilikan adalah vicious partnerpasangan kejam. Keduanya akan melahirkan sebuah ikatan. Dan, ikatan itulah yang memicu emosi negatif, yang membuat seseorang 'ingin lebih' dalam mengontrol orang lain. Padahal, jiwa-jiwa terlahir dalam keadaan bebas. Lantas, mengapa harus menindas?
Dunia sedang tidak baik-baik saja akibat sistem patriarki kapitalis, juga para pelakon yang masih betah di atas panggung. Dunia butuh suara yang mampu menghentikan tingkah beringas para pelakon itu. Dan, siapa pun bisa bersuara dengan menulis. Sekian.
Editor dan pengulas buku
Hidup di Bali
---