Banyak mentor pelatihan menulis yang bilang bahwa bahkan untuk sebuah karangan, logika harus tetap dipakai. Ya, sebenarnya, jagat fiksi memiliki logikanya sendiri. Batasnya hanya persoalan etis atau tidak. Dan, itu pun tidak ada pakemnya, alias selalu berubah sesuai tuntutan zaman, tuntutan hidup, serta naluri manusia.
Jadi, terima saja bahwa imajinasi para penulis memang bisa jadi sangat tidak terduga. Setidaknya, kita sebagai pembaca mampu memahami bahwa benar semesta probabilitas memang begitu luas. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati dan membiarkan para penulis itu bermain-main dengan logikanya. Toh hidup akan monoton jika premis yang sama dibawakan dengan cara yang biasa-biasa saja.
Membaca buku ini, mungkin terasa seperti menaiki tangga menuju surga yang ada di Gunung Tianmen, Cina. Setelah langkah-langkah awal kita dibuat kelelahan terpingkal-pingkal dengan cerita-cerita konyol, di tengah sampai akhir, ketika kita sudah menemukan ritme mendaki, kita mulai bisa menikmati pemandangan.
Saya pikir, bentuk penyesalan yang akhirnya hadir adalah, mengapa buku ini cepat sekali habis terbaca.
Sekian.
Editor dan pengulas buku
Hidup di Bali
Keterangan buku:
Judul buku    : Sebelum Germisi Jatuh di Kening
Penulis       : Embah Nyutz