Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Marital Rape dan Orgasme

6 Februari 2021   14:03 Diperbarui: 6 Februari 2021   14:09 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak beberapa waktu lalu saya ingin menuliskan soal dua hal ini. Harus bergandengan menuliskannya. Sebab, memang cukup berkelindan erat.

Akan tetapi, jujur saja, saya takut. Ya, tahu sendiri, kan, masih banyak manusia bersumbu pendek di sekitar kita. Belum apa-apa, belum juga dicerna penjelasannya, mereka sudah bisa menghakimi kita macam-macam label. Yang paling sering, ya, label 'kurang bersyukur' serta 'tukang buka aib'.

Kata mereka lagi, "Tabu, woy! Jangan dibahas!"

Hiyaaa ...

Kenapa, sih, saya merasa harus menuliskan ini?

Ya, sebenarnya kegiatan menulis sendiri merupakan bagian dari self healing saya. Perkara temanya, itu karena saya tergerak setelah membaca status Facebook Kak Gendis soal kembali munculnya kasus marital rape.

Well, kasus jenis ini, saya yakin, seperti fenomena gunung es. Saya nggak akan bicara melalui data. Itu bisa kalian cari sendiri. Saya hanya akan sedikit menguliknya dari sisi otak perempuan, terutama saya sendiri. Jadi, ini murni opini. Gosah baper semisal ada yang nggak sejalan dengan pendapat kalian sendiri.

Beberapa waktu sebelum hari ini, saya juga sempat lihat Mamih Teplok membagikan artikel soal statistik jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia. Saya nggak buka link beritanya sebab dari judul sudah tampak jelas dan bukan semacam click bait. Di sana dituliskan bahwa berdasar data BPS, jumlah laki-laki sekarang lebih banyak daripada perempuan. Saya lupa berapa perbandingannya.

Well, di otak saya langsung terlintas dua hal kala itu.

Pertama, dari temuan BPS tersebut bisa diartikan perempuan Indonesia sudah pintar orgasme.

Heh? Kok, orgasme? Hubungannya apa dengan jumlah penduduk laki-laki?

Ada, dong, hubungannya. Dengan orgasme yang baik dan benar, kondisi vagina dan rahim menjadi sedikit lebih basa. Itu memungkinkan sperma Y bertahan hidup sedikit lebih lama. Jadi, peluang lahirnya bayi laki-laki akan lebih besar. Nah, pertanyaannya: apa benar perempuan Indonesia udah pada pinter orgasme semua? Jangan-jangan masih belum paham, orgasme itu yang macam bijimana. Duh!

Inilah yang bikin saya langsung menuju poin kedua, bahwa jumlah perempuan menjadi sedikit sebab banyak dari mereka yang tak berumur panjang. Duuuh!

Kenapa harus tak berumur panjang? Eh, ini kita nggak lagi bahas kuasa Tuhan loh, ya. Jangan sampai ada kometar, "Ya, udah takdirnya berumur segitu." Bisa kubacem mulutmu.

Di sinilah marital rape berperan. Pasti banyak di antara kalian, kaum perempuan, yang abis disemprot sperma, trus ditinggal ngorok gitu aja bwahahaha ... Nggak, ini mah bukan ngeledek. Ini ketawa ngenes, sekaligus menertawakan diri saya sendiri karena pernah termasuk dalam kelompok itu.

Hanya saja, saya nggak terlalu ambil pusing (meskipun aslinya pusing beneran kalau belum sampai orgasme) sebab saya bisa mengusahakan sendiri orgasme tersebut.

Yaelah, Moy, gosah buka kartu, napa?

Buka kartu apaan? Ini bukan soal mesum-mesuman kok. Ini soal menyamankan diri sendiri.

Nah, yang tadi saya singgung itu baru siksaan level rendah. Mungkin kalian sama-sama sange awalnya, jadi nggak ada paksaan dalam melakukannya.

Ya, cuma nggak beruntung dapat jackpot bareng aja. Nah, bagaimana dengan perempuan-perempuan yang kala diajak sanggama kebetulan dalam kondisi badan nggak bagus? Sedang sakit, misalnya, atau memang benar-benar tidak ada gairah untuk sanggama karena banyak pikiran atau kecapekan kerja.

"Ayolah, Ma, sebentar aja. Papa udah kebelet pengen dikeluarin, nih."

Oalah, Juuum ... Napa kagak self service aja, sih? Tuh stok sabun banyak di toilet.

"Ayolah, tinggal ngangkang aja, kok. Nggak susah, kan?"

Nggak susah, pala lu peyang!

Well, ini yang pernah saya rasakan ketika tubuh benar-benar menolak 'benda asing' masuk. Rasanya merinding nggak enak sama sekali. Saraf-saraf memang responsif, kondisi vagina pun nggak sekering gurun pasir, tetapi otot-otot tubuh yang telanjur kelelahan tidak sanggup menerima respons tersebut.

Apalagi, jika ditambah putingmu harus dikulum, duh, rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya. Dan, boro-boro mau orgasme, vagina nggak kering selama sanggama pun sudah bagus.

Kalau kering, itu akan memperbesar peluang terjadinya luka di dinding vagina. Luka tersebut bisa jadi perantara masuknya penyakit lain ke dalam tubuh. Ujungnya tetep nggak enak, cuy.

Sekali lagi, itu baru level paling bawah dari marital rape. Apa kabar yang harus ditambah dengan ancaman verbal atau bahkan siksaan fisik? Saya tidak sanggup membahas level itu. Hati saya sudah sakit duluan membayangkannya.

Saya hanya ingin berbagi, yah, boleh dibilang solusi atau sweet escape dari kondisi di atas. It's okay kalau kalian nggak dapat orgasme ketika sanggama dengan pasangan. Sebab, orgasme sendiri nggak cuma vaginal. Masih ada orgasme klitoral yang bisa diusahakan sendiri dan jauh lebih mudah dicapai ketimbang orgasme vaginal.

Caranya bagaimana? Yah, saya nggak akan membaginya di sini. Lagi pula, cara saya belum tentu berhasil untuk kalian. Namun, kita masih bisa membahasnya di ruang obrolan lain. Jangan takut untuk mengeksplorasi tubuh kalian sendiri, mencari di titik mana kalian merasa nyaman. Tadi saya sebut soal menyamankan diri sendiri, kan? Sebab, itu memang bagian dari cara kita mencintai diri sendiri---self love.

Untuk laki-laki, please, kenali pasangan kalian dengan sungguh-sungguh. Kami para perempuan ini bukan tak mau melayani kalian. Hanya saja, jika tubuh kami lelah, apa enaknya, sih, sanggama? Bukankah tujuan sanggama adalah mencapai level tertinggi dari penyatuan jiwa? Jadikan aktivitas sanggama sebagai salah satu ritual sakral. Tidak perlu buru-buru muncrat. Nikmati saja prosesnya. Seks itu nggak cuma enak, tetapi juga indah, seperti yang ditulis Ayu Utami dalam Saman. Beneran, deh, enak banget loh kalau bisa dapat orgasme bersamaan. Sumpah! Lega, rileks, dan menambah kuat ikatan di antara kamu dan pasangan.

Jangan berpikir sanggama itu cuma salah satu proses reproduksi. Atau yang lebih parah, sanggama hanya dijadikan alasan buat crottt di tempat yang benar. Jujur saja, kalau crottt tersebut jadi bayi beneran (karena pada ogah pake kontrasepsi, dan ini bisa jadi bahasan tersendiri yang panjangnya bisa ngalahin rangkaian gerbong kereta barang), kalian pasti mumet. Biaya sekolah mahal, Ferguso!

Raga bukan melulu bungkus. Raga adalah cerminan jiwa. Jika jiwa saja harus diperlakukan secara agung, maka raga pun berhak atas perlakuan yang sama. Rawat ragamu sebagaimana kamu merawat jiwamu.

Mari sama-sama berdoa agar tak ada lagi kasus marital rape, meskipun, yah, agak nggak yakin bakal menghilang sepenuhnya. Sebab, masih banyak perempuan yang enggan, bahkan jeri, untuk sekadar berbagi kisah dengan sesamanya.

---

SEKAR MAYANG

Editor Jentera Pustaka

Pekerja Teks Komersial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun