Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Moy dan Ru

9 Desember 2017   09:30 Diperbarui: 27 Februari 2018   22:00 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Senja muncul tanpa permisi, membawa kemilau jingga ke dinding retina. Angin mengembuskan hawa yang lebih dingin dibanding satu jam yang lalu, ketika Moy dan Ru baru saja datang. Lampu-lampu di sekitar mereka mulai menyala, memberi cahaya lembut pada perdu dan pohon jepun di sekitar mereka. Dan, alunan seruling mulai terdengar dari radio entah-milik-siapa. Malam memang segera datang, tapi Ru belum bisa membawa Moy pergi dari tempat itu. Ru tahu, setelah ini, akan ada hal lain yang ingin Moy bicarakan.

                "Jangan menatapku seperti itu, Ru."

                Ru melebarkan matanya, yang sesungguhnya tidak signifikan terlihat perbedaannya.

                "Aku sudah melantur, ya?" Moy menunduk, kembali menekuri gelas plastik di tangannya. "Ayo pulang, Ru. Aku lelah."

                Akhirnya, pikir Ru. Obrolan tadi benar-benar membingungkan. Seperti melompat-lompat di jalanan berlumpur, demi menghindari genangannya.

                Ini sudah bulan ketiga puluh tujuh, keadaan Moy belum berubah sejak pertama Ru menemukannya.

                Ya, Ru menemukan Moy di sebuah acara pernikahan. Acara yang seharusnya sakral itu kocar-kacir gara-gara seseorang membuka sejarah Moy di depan para undangan.

                Ya, itu pernikahan Moy yang kocar-kacir. Mempelai pria tidak mau mengucap sumpah pernikahan karena Moy ternyata belum sembuh.

                Sebenarnya, Moy bukannya belum sembuh, tapi ia sengaja melewatkan banyak sekali sesi, hanya untuk duduk di sebuah bangku taman. Moy lebih suka duduk di bangku kayu keras dengan pelitur tidak rata daripada sofa lembut nan empuk yang berada di ruangan beraroma lavender. Moy tidak suka lavender, Moy lebih suka aroma teh hijau. Sofa dan lavender tidak akan membuatnya sembuh. Bangku tamanlah yang membuatnya sembuh. Juga, Moy tidak suka orang asing bertanya terlalu banyak soal dirinya.

                Ru bukan orang asing bagi Moy, meskipun mereka baru bertemu kala itu. Bagi Moy, sorot mata Ru seolah-olah sudah pernah -- dan selalu -- hadir sepanjang dua puluh tujuh tahun perjalanan hidupnya. Ketika bahkan keluarga Moy sendiri mengabaikannya dan lebih sibuk mengurus katering yang terlantar, Ru meraih tangannya dan membawanya berjalan-jalan. Moy tidak paham apa yang Ru lakukan, tapi ia menurut saja --- sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan terhadap orang asing.

                "Kita duduk di sini saja," ucap Ru kala itu, di sebuah bangku taman, membuka obrolannya dengan Moy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun