"Agar hati tak tercabik-cabik ketika cinta habis, Ru."
        "Ah, Moy..."
        Sehelai daun gugur dan mendarat lembut tak jauh dari kaki Moy. Warnanya kuning kecokelatan, warna rapuh yang melegenda. Mungkin begitulah warna hatiku, pikir Moy.
        Genggaman tangan Ru menguat, membuat Moy beralih dari daun gugur ke wajah lelaki di sampingnya. Moy merasa dirinya berdiri di tepian kolam luas, bersiap menyelam ke dalamnya. Begitu banyak persiapan supaya ia sukses menyelam tanpa takut terbawa arus. Tapi, ketika ia hendak terjun, sesuatu menahannya.
        "Jangan," titah suara lembut itu, yang tak lain adalah suara Ru. "Kamu tidak akan pernah tahu seberapa dalamnya. Siapa yang akan menolong kalau kamu tenggelam?"
        "Aku tidak akan tenggelam, Ru. Tidak untuk yang kedua kalinya."
        "Kamu yakin?"
        "Iya."
        Sorot mata Ru meragukan jawaban Moy.
        "Jangan khawatir, Ru. Sebab, kolam yang akan kuselami tidak sama dengan sebelumnya. Kali ini aku tahu seberapa dalamnya, aku tahu seberapa deras arusnya. Kamu tidak perlu khawatir."
        Ru menghempaskan punggungnya ke sandaran bangku taman. Ini yang ia takutkan, bahwa Moy akan mengulang kesalahan yang sama. Dan, pada akhirnya, Ru harus datang menolongnya. Kali ini tidak akan berhasil, pikir Ru.