Mohon tunggu...
Wahid Satunggal
Wahid Satunggal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang yang selalu berdamai dengan mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bibir Merah

28 Maret 2012   15:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:21 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah setengah jam lebih macet, lalu lintas jalan kembali lancar. Sam bisa mengayuh becaknya dengan gesit. Angin sepoy-sepoy menyusup kedalam tubuhnya yang kurus. Wajah Puput dan Rumyati menari di benaknya siang itu. Sam bangga menjadi kepala rumah tangga. Segala beban kehidupan disandarkan padanya.  Menghidupi istri dan dua orang anak. Kebahagian yang belum dirasakannya sebelum menikah. Bahkan kebahagiaan itu tidak terbayar dengan lembaran uang. Sam hanya tersenyum jika ingat betapa sulitnya menarik perhatian Rum. Bersaing dengan pemuda lainnya. Ia beruntung sekali.

“Pooomp!!” Begitu bunyi klakson becak. Jono, teman seperjuangan Sam menyapa dari arah yang berlawanan. Membuyarkan lamunan panjang. Sam menjawab dengan klakson yang tak mau kalah. Mereka tersenyum lebar-lebar. “Jono, orang yang pertama kali mengajariku menarik becak, sekarang menjadi duda, lantaran istrinya selingkuh dengan Pak Camat.” Sam bergidik geli melihat kondisi hidup kawannya itu. Padahal Jono sudah mati-matian untuk mendapatkan cintanya. Belum genap setahun istri jono selingkuh dengan Pak Camat dan menjadi istri kedua untuknya.

Sam melewati jembatan kayu yang menjadi pembatas desa. Tanjakan dengan iringan pohon cemara membuat suasana menjadi teduh. Wangi bunga kamboja dari atas kuburan menemani Sam yang kelelahan mendorong becak. Kini ia sudah berada di atas tanah datar, siap menuju rumahnya. Lagi-lagi Sam tersenyum bangga. Membawa hasil jerih payah untuk orang-orang yang dicintainya.  Plastik hitam berisi obat tergeletak diatas bangku becak, sesekali bergoyang mengikuti roda-roda yang berputar. Sam memandangnya bahagia.

*** Sam merasa ada yang beda di rumahnya. Pintu terbuka, ada jas hitam tergeletak rapi di atas kursi. Kamarnya berantakan ; kasur, bantal dan seprey berserakan di lantai. Ia mencium bau parfum yang aneh. Menyusuri selarasan rumah hingga dapur. Ia tak menemukan apa-apa. Nihil. Sepintas sebelum ia kembali ke ruang tengah, ia mendengar desahan suara seorang wanita yang hampir setiap malam ia dengar. Suara istrinya. Ia mendekati sumber suara yang ternyata berasal dari kamar mandi. Tempat yang ia  abaikan begitu saja. Setelah membuka pintu kamar mandi dengan pelan dan melongok sedikit kedalam.  “Apaaaaaaaaaaaaaa??? Rumyatiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!”

Teriakan suaranya membuat geger tetangga. Mereka mendapati Sam memegang golok, nyaris menggorok leher istrinya. Dan pemuda yang babak belur sudah terkapar tak berdaya. Masih dengan keadaan tak berpakaian. Rumyati menjual bibirnya seharga 100 ribu. Jumlah yang lebih besar dari hasil narik becak Sam siang itu.

**** Ternyata saat Ibrahim memberi obat untuk Puput. Rumyati yang baru selesai menjemur langsung menghidangkan teh manis dan pisang goreng. Keduanya sempat mematung saat beradu pandangan. Ibrahim yang masih bujang kaget melihat wanita yang sudah beranak dua namun masih eksotik. Tidak kalah dengan teman perempuannya di kampus. Bahkan Rumyati punya kelebihan sendiri. Bibir merah yang alami. Dan saat Puput keluar rumah untuk bermain, entah apa yang ada di otak kedua patung tersebut. Ibrahim seperti terhipnotis dengan bibir merah milik Rum, dan Rumyati barang kali gerah melihat karung beras yang kempes dan botol minyak yang nyaring.

13329481181424347851
13329481181424347851

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun