Mohon tunggu...
Wahid Satunggal
Wahid Satunggal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang yang selalu berdamai dengan mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Terlupakan!

5 Maret 2012   12:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:28 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Katanya anaknya direbut sama suaminya sendiri !!” Timpal yang satunya.

Setelah mendengar jawaban terakhir, saya memutuskan berhenti bertanya. Saya yakin perempuan yang duduk disana adalah Ibu saya. IBU !!. Tak terasa tulang seperti meloloskan diri dari pangkalnya. Pikiranku kacau balau, mengingat betapa kejamnya orang yang menyebut dirinya Ayah. Aku mencoba menahan bendungan itu sekuat tenaga. Walau aku tahu itu tak kan pernah bisa. Dengan sigap, aku langsung menyalakan mesin melaju dengan cepat menuju kebahagiaan yang sudah tercampur kepedihan.
Dalam perjalanan terasa begitu lama, padahal jarak yang sangat dekat. Antara rindu, sedih, bahagia bercampur menjadi satu. Ibu telah hamil sembilan bulan, menyusui dan membesarkanku. Walau tidak sampai umur 4 tahun, Ibu harus pergi meninggalkan buah hatinya. Pergi karena difitnah ! dituduh ! . Selama ini mungkin Ibu sering berkelahi dengan dirinya sendiri.  Merasa hidup sama sekali tak berpihak padanya !.

Kerinduan itu kian membuncah saat sorotan lampu jalanan mulai terlihat. Ibu !!!. Teriakku dalam hati. Sejak 15 tahun yang lalu Ibu telah hilang dari kehidupanku. Ibu hilang begitu saja.  Hanya meninggalkan sepucuk rindu yang membiru. Kata-kata pun tak kan bisa mewakili kerinduan seorang Ibu. Semoga Tuhan mengampunimu Ibu.
******
Warung remang itu tiba-tiba saja sepi. Saya mencoba masuk, namun yang tersisa hanyalah pecahan botol minuman yang berserakan dilantai. Pintu warung  rusak berantakan. Beberapa kursi dan meja ikut menjadi sasaran. Semuanya menjadi terbalik dan tak beraturan. Seperti telah ada yang merusak warung ini. Saya lihat bangku panjang itu, hanya korek api dan bungkus Djarum  yang tergeletak diatas bangku. Tak ada satu orangpun tersisa di warung ini.  Maafkan aku Ibu !!. Rasa sesal itu semakin memuncak, setelah terdengar suara sirine mobil yang semakin kecil frekuensinya.
*****
Di Kamar,  8/02/12. 9:20 PM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun