Terbayang Akan Kedua Orang Tua Â
Menggapai Harapan-77
@Cerpen
Selain polos dan pintar Sita orang yang sederhana. Tidak seperti kebanyakan wanita yang melihat harta kekayaan dan jabatan.
Seiring berjalannya waktu, Â Sita sudah setengah tahun bekerja di Perusahaan ternama, setiap gajian dia selalu memberikan sebahagian gajinya kepada orang tuanya. Dia juga tidak lupa menabung uangnya di Bank. Walau tidak banyak namun, ia sangat bangga.
" Nak, tidak usah memberi gajimu kepada kami, tabunglah untuk keperkuanmu nanti," ucap ibunya bangga.
"Tidak apa Bu, Sita ikhlas dan senang bisa berbagi walau belum seberapa dibandingkan kasih sayang Bapak dan Ibu," balas Sita sembari meneteskan air mata.
Dia terharu akan kebaikan orang tuanya. Dipeluknya erat ibu yang sangat disayanginya. Kebahagiaan terpancar di wajah mereka.
***
Di sisi lain,
Ridwan Abang Sita, dengan penuh harap mengajukan cuti kepada CEO. Dia ingin menghadap CEOnya. Diketuknya perlahan ruang kerja CEO.
"Silakan masuk," terdengar suara dari dalam.
Ridwan membuka perlahan pintu ruang CEO.
"Permisi Pak, boleh saya masuk," pintanya seraya membungkukkan badannya.
"Kehadiran Ridwan membuat CEO mengerutkan keningnya.
"Oh, kamu Ridwan. Ada apa Ridwan sepertinya penting," ucap CEO.
Ridwan menceritakan kerinduannya kepada orang tua dan adiknya.
"Baiklah, tetapi hanya satu minggu," tutur CEO yang ikut terharu akan kisah Ridwan.
Tetiba Ridwan bersimpuh di kaki CEO. Rasa terima kasih yang tak terhingga terucap di bibirnya.
Tidak usah seperti itu Ridwan!" yang penting bisa bertemu dengan orang tua dan adikmu," ucap CEO sembari meraih tangan Ridwan.
Buliran bening yang sudah menumpuk di sudut netranya tak bisa ditahan lag, hingga mengalir membasahi pipinya.
Usai meminta izin Ridwan berpamitan sembari menyalami CEO.
Mentari masih memancarkan sinarnya. Warna jingga mewarnai alam yang hampir senja, Ridwan membenahi peralatannya. Setelah semua rapi Ridwan meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja.
Sesampai di kontrakan dibersihkan tubuhnya yang sudah bau asem.
Kini tubuhnya terasa segar, wangi sampo dan sabun mandi menyeruak ke seluruh ruangan.
Bergegas Ridwan membenahi pakaiannya di koper yang baru dibelinya.
Kopernya penuh dengan pakaian untuk Bapak dan Ibunya. Namun, untuk adik perempuannya tidak ada ia bingung ukuran tubuh adiknya yang masih bayi ditinggalkannya. Ridwan berjanji akan membeli pakaian adiknya setelah sampai di desa Makmur.
Wajahnya mengembang, terbayang akan kedua orang tuanya.
Pagi jam lima dia harus sampai di terminal.
Usai makan malam Ridwan pun merebahkan tubuhnya yang sudah lelah bekerja seharian.
Bersambung....
Jakarta, 13 Nov 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H