Mohon tunggu...
Seir HaidahHasibuan
Seir HaidahHasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pandangan Berkunang-kunang

13 September 2023   22:07 Diperbarui: 13 September 2023   22:10 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pandangan Berkunang-kunang

Menggapai Harapan-28

@Cerpen

"Hei, Sita jangan senang dulu kamu ya, sok-sok jadi orang kaya, sebentar lagi juga putus sekolah," sembari telunjuknya mengarah ke wajah Sita. Sita tidak ingin melayani Rika, gegas dia melangkah menjauhi Rika.

Dari kejauhan Citra melihat Rika menghampiri Sita. Pulang sekolah Citra dijemput oleh Pak Toni supir pribadinya. Ibu Citra sedang menunggu di rumah tantenya sehingga Sita pulang sendiri. Biasanya mereka selalu pulang bersama-sama.

"Bukankah itu Rika? utuk apa dia menghampiri Sita? sepertinya ada yang tidak beres," gumam Citra bermonolog.

"Pak, pak..., berhenti nanti ya Pak!" pinta Citra kepada Pak Toni supirnya.

Pak Toni mempercepat mobilnya. Mobil pun sampai di hadapan Rika dan Sita. Citra membuka pintu mobil lalu keluar menghampiri Rika dan Sita.

"Ada apa Rika, mengapa kamu mengganggu Sita? Tanya Citra.

"Ini, nih. Anak buruh sok, sok kaya, dari mana biaya sekolahnya kalau tidak utang sana, utang sini, kasihan pasti tidak bisa melanjutkan sekolahnya, ha, ha, ha...," Rika puas mengejek Sita.

"Kamu jangan sembarang menuduh ya, justru kamu berempati kepadanya, jangan malah mengejek," seru Citra.

"Ayo Sit, naik ke mobil, nanti kamu diantar Pak Toni sampai ke rumah."

"Terima kasih Citra," ungkap Sita sambil membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Pak Toni pun melajukan mobilnya meninggalkan Rika sendirian. Rika melongo ia bergeming menyaksikan Citra mengajak Sita naik ke mobilnya.

"Sit, kamu disakiti sama Rika ya? tanya Citra.

Sita hanya menggeleng, dia tidak ingin melibatkan Citra.

"Wah, ternyata Citra masih bersahabat dengan Sita. Apa sih yang dilihat Citra bergemingdari Sita sampai segitunya dia berteman dengannya," monolog Rika sambil berdiri mematung.

Mobil Citra melaju meniggalkan Rika dan semakin jauh hingga tak terlihat lagi.

"Hai, Rika ada apa denganmu, mengapa kamu diam saja," seruan Vina mengagetkan Rika yang mematung.

"Eh kamu Vina, hm... tidak apa-apa kok, dari mana Vin tadi aku mencarimu?" balas Rika mengalihkan pertanyaan Vina.

Mereka pun pulang bersama-sama. Vina menanyakan hasil ulangan tadi. Rika hanya diam membisu dia malu kepada Vina atas nilai ulangan yang diperolehnya.

Panas terik membakar kulit mereka namun, karena asyiknya bercerita Rika dan Vina tidak merasaknya, tanpa  disadari mereka sudah sampai di pertigaan. Rika dan Vina pun akhirnya berpisah.

"Dah, Rika, sampai jumpa besok, aku tunggu kamu besok pagi ya," seru Vina meniggalkan Rika.

Sesampai di rumah Vina mengganti seragamnya. Dihempaskan raganya yang letih di ranjangnya sembari mentap langit-langit kamar.

"Huh, ademnya," ucapnya di hati."

Sesaat saja ia merebahkan tubuhnya, ia pun beranjak keluar dari kamarnya menuju ke dapur. Diraihnya piring lalu menyendok nasi dan lauk ke piringnya. Usai mengucap syukur kepada Tuhan Vina menyantap makanan dengan lahapnya. Uang jajannya selalu ditabungnya. Vina tidak pernah menghabiskan uang sakunya. Selesai makan Vina membersihkan piring kotornya.

****

"Kenapa ya aku malas sekali belajar, bosan rasanya. Tetapi saat ulangan nilaiku selalu rendah," bisik Rika di hati.

Usai makan siang Rika meninggalkan piring kotornya di wastafel. Dia selalu menumpuk piring kotornya dan mengandalkan Kakaknya. Ibunya sudah menasihati namun, Rika tidak pernah melakukannya. Kakak Rika yang bernama Wina juga menasihatinya. Kak Wina tidak suka melihat pemandangan piring kotor yang menumpuk. Tanpa menunggu lama Kak Wina gegas membersihkannya. Melihat Kak Wina yang rajin, membuat Rika senang dia tidak mengeluarkan tenaganya mencuci piring. Saat Rika mau rebahan di ranjangnya tetiba ia merintih kesakitan.

"Aduh, kepalaku sakit sekali," serunya sembari kedua tangannya memegang kepalannya. pandangannya mulai berkunang-kunang dan ia pun terjatuh.

Jakarta, 13 September 2023

Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun