"Sita, yang sabar ya semoga ibu Sita segera sembuh."
Sita mengucapkan tetima kasih atas kehadiran teman-temannya.
"Sita kami pamit dulu ya," tetap semangat agar, bisa ikut ujian nanti," ulas Citra sembari menyalam Sita serta memeluknya.
Teman-teman Sita pun meninggalkan rumah Sita. Setelah temannya tidak terlihat lagi, Sita kembali melangkah masuk ke rumah lalu Sinta menutup pintu rumahnya. Sita menghampiri ibunya yang sedang berbaring di pembaringannya.
"Nak Sita, di mana ya keberadaan Ridwan kakakmu? ibu sangat merindukannya," tanya ibu Sinta dengan lirih.
 Ibu Sinta selalu kepikiran akan anaknya Ridwan. Selama kepergiannya mereka tidak pernah bertemu bahkan mendengar kabarnya pun belum pernah.
"Sudahlah Bu, jangan dipikrkirkan yang penting ibu sehat dulu. Kak Ridwan pasti bsik-baik saja.
Jauh di perantauan Ridwan bersama-teman-temannya bekerja sebagai tukang batu di sebuah bangunan. Dengan tekun Ridwan bekerja banting tulang untuk menghidupi dirinya. Siang itu sangat terik. Sinar mentari membakar kulit legam para tukang bangunan. Ridwan merasa sangat letih, tetiba ia teringat keluarganya. Ayah dan ibu yang dia sayangi terlintas di benaknya, serta adiknya yang masih 7 tahun saat dia pergi.
"Pak, Bu, Dik Sita, aku sangat menindukan kalian!" Bagaimana kabar kalian ? Semoga kalian bsik-bsik saja," gumamnya bermonolog.
Ada sepasang mata yang memperhatikan Ridwan. Dia pun menghampirinya.
"Hei, Ridwan, kamu melamun, apa yang kau pikirkan," tanya temsnnya yang sedari tadi memperhatikan sikap Ridwan.